Home / Historical / KEMBALINYA SANG RATU / Bab 77: Gelombang Darah dan Emas

Share

Bab 77: Gelombang Darah dan Emas

Author: Oceania
last update Last Updated: 2025-03-18 04:59:58
Lintang: Tarik-Ulur Antara Medan dan Rasa

Di langit Buton yang berdarah, Lintang melayang seperti wayang yang talinya dipertarungkan. Tubuhnya diterpa badai elektromagnetik dari kapal alien—sinar biru kehijauan menyambar-nyambar, menariknya ke orbit yang menjauh dari Bumi. Tapi dari bawah, gelombang lain mengalun: doa Sinta yang diterjemahkan jadi frekuensi cinta. Suaranya merambat lewat molekul udara, menyusup ke pori-pori Lintang bagai embun yang menenangkan api.

"Anakku…"

Getaran itu menyentuh DNA hybrid-nya. Darah birunya mendidih dalam konflik: algoritma kosmis melawan naluri manusia. Di layar kapal alien, garis-garis energi berkelahi—merah teknologi vs kuning emosi. Lintang menjerit, suaranya memecah awan jadi hujan asam yang membakar atap seng rumah-rumah nelayan.

Dia merasa kehilangan kendali atas tubuhnya, seakan-akan dirinya menjadi medan perang antara dua kekuatan yang bertentangan. Rasa sakit yang menusuk-nusuk membuatnya hampir tak bisa bernapas. Tetapi di tengah kekacauan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 123 – Di Bawah Bayang Beruang Merah dan Makam Imam Bukhari

    Salju Rusia yang abadi berguguran perlahan di atas landasan sejarah yang terhampar bak naskah kuno. Di jantung negeri yang dikenal dengan julukan “Beruang Merah,” Lintang melangkah penuh pertanyaan, membawa jiwa dari Buton yang telah lama belajar tentang nilai‑nilai Madrasah Langit. Kini, ia ingin menyelami akar peradaban yang telah lama dibingkai oleh bayangan kekuasaan dan keangkuhan, serta menemukan makna sejati di balik wilayah yang terhampar luas di bumi Rusia.Di sebuah pondok tua di pinggiran kota Vladimir, Lintang ditemui oleh guru‑guru kebijaksanaan yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai penjaga kearifan leluhur. Suasana di sekitarnya begitu sunyi, dengan udara dingin yang menusuk namun sekaligus menyegarkan, seperti kata‑kata pujangga yang menenangkan jiwa. Di sana, Lintang duduk bersama seorang lelaki tua berjanggut putih lebat—sensei Ivan Sergeyevich—yang wajahnya terukir oleh alur waktu dan pengalaman."Setiap butir salju ini," ujar Sensei Ivan sambil menatap langi

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 152 – Jaringan Waralaba Rakyat: Ketika Tanah Menjadi Ekonomi Hidup

    Lintang berdiri di atas panggung kayu sederhana di tengah lapangan Desa Lambusango, dikelilingi oleh ribuan wajah dari berbagai suku, bahasa, dan budaya. Angin lembut membawa aroma rerumputan basah dan pembicaraan pelan. Ia menatap horizon, sejenak menenangkan pikirannya sebelum berkata lantang:“Saudara-saudaraku, hari ini kita tidak lagi berbicara hanya tentang pertanian organik, tentang teknologi ramah lingkungan, atau tentang tata kelola adat. Hari ini kita berbicara tentang ekonomi berbasis rakyat, sebuah ekonomi di mana tanah adat, pengetahuan leluhur, dan keterampilan lokal menjadi batu fondasi, bukan sekadar komoditas yang ditukar di pasar.”Suara Lintang bergema di setiap sudut lapangan. Tepuk tangan meriah mengiringi setiap patah kata, seolah memberi dukungan penuh pada gagasan barunya: membangun jaringan waralaba rakyat yang menghubungkan usaha-usaha kecil masyarakat adat di seluruh dunia menjadi satu kesatuan ekonomi yang tangguh.Ia melanjutkan, “Bayangkan, kopi luwak but

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 151 – Politeknik Langit: Menenun Keterampilan, Membuka Pintu Dunia

    Seiring matahari pagi menyembul di ufuk timur Lambusango, udara basah menyambut jemari Lintang yang menorehkan sketsa besar di papan tulis bambu: “Politeknik Madrasah Langit”. Di hadapannya berkumpul perwakilan masyarakat adat dari berbagai penjuru—Sunda, Papua, Tolaki, Mandar, dan Buton—bersama mahasiswa muda dari kota-kota besar, guru Tai Chi, instruktur Balaba, serta para CEO teknologi Tiongkok yang sejak lama menjadi mitra.Sejak menancapkan akar baru, antusiasme kaum adat dan global belum surut. Kini, Madrasah Langit merintis politeknik—lembaga pendidikan terapan yang melangkah jauh melampaui model akademik konvensional. Lintang memaparkan gagasannya mengenai upayanya untuk mendekatkan masyarakat adat dengan universitas; ia malah menawarkan satu gagasan mengenai sebuah universitas. Ia ingin membangun peradaban. Ia memperkenalkan satu gagasan Politeknik Langit. Ia mulai menawarkan konsepnya dalam seminar internasional yang dihadiri berbagai pihak. Politeknik Langit diharapkan dapa

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 150 – Harmoni Gerak, Resonansi Langit

    Lintang terbangun sebelum fajar.Meski tubuhnya letih, hatinya terasa lega.Malam tadi, ia kembali menelusuri mimpi alam bawah sadarnya—bertemu Sang Ratu Wakaaka, membisikkan ajaran kebaikan abadi, saling memelihara, menyayangi, melindungi, dan menghormati sebagai akar peradaban. Seolah Sang Ratu menyadarkannya:“Lintang, kekuatan sejati bukanlah gesekan kekerasan,tapi harmoni gerak yang meredam amarah,dan menyatukan manusia dengan alam semesta.”Kata-kata itu kembali bergaung di kepala Lintang ketika ia bersiap memulai hari baru di Madrasah Langit.Di aula beratap anyaman daun nipah, puluhan relawan lokal merakit panel surya, drone pertanian, dan alat ukur kualitas tanah.Madrasah Langit kini berfungsi sebagai laboratorium hidup—mengawinkan kearifan lokal dan teknologi canggih.Anak-anak desa belajar menenun bambu sambil memahami prinsip elektronika dasar untuk sensor kelembapan.Guru Tai Chi mengajari gerakan lambat yang menstimulasi aliran energi, menenangkan pikiran, dan menyelara

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 149 — Dalam Sunyi, Bertemu Ratu Wakaaka

    Lintang duduk sendiri di tepi danau tua yang tersembunyi di pegunungan tinggi.Ia tidak lagi bicara, tidak lagi menulis, bahkan tidak membuka gawai.Hari-hari yang panjang, penuh ketegangan, ketakutan, dan perlawanan telah menyapih jiwanya dari dirinya sendiri.Ia merasa kosong.Jiwanya seperti tak memiliki tanah—tergantung di udara.Lintang letih.Letih bukan karena pekerjaan, tetapi karena sesuatu yang lebih dalam—karena keterputusan.Ia merasa jauh dari asal muasal dirinya.Malam itu, langit sangat hening.Bintang-bintang berkilau, namun tidak bersuara.Angin seolah memeluk dirinya, membisikkan kata-kata tak terdengar.Di tengah meditasi diamnya, Lintang mulai tertidur.Namun dalam tidurnya, ia tidak bermimpi seperti biasanya.Ia jatuh ke dalam lubang kesadarannya sendiri.Bukan gelap.Melainkan terang…Lembut…Hangat.Ia berdiri di sebuah hutan yang tidak pernah ia kenal, namun terasa begitu dekat.Hutan itu tidak berbicara dengan kata-kata, tetapi berbicara lewat rasa.Pepohonan

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 148 — Perampasan dan Kebangkitan

    Angin pagi membawa aroma tanah basah ke ruang Madrasah Langit.Lintang duduk termenung di bawah pohon tua, menggenggam secangkir kopi pahit. Ia baru saja menerima laporan dari berbagai penjuru dunia.Perjuangan belum selesai.Malah, badai baru sedang bertiup.Oligarki tidak tinggal diam.Dengan kelicikan yang diwariskan dari generasi ke generasi, mereka kini menyusup lewat jalur yang paling berbahaya: hukum.Mereka membiayai oknum pengacara, politisi, dan aparat, menyusun skenario untuk "mengalihkan" hak tanah adat ke tangan-tangan korporasi.Caranya sederhana namun licik:Mereka menghasut sebagian kecil masyarakat untuk mengklaim tanah atas nama pribadi, dengan janji keuntungan besar.Setelah itu, mereka membeli klaim tersebut dalam diam, lalu mendaftarkannya dengan segala dokumen legal yang telah mereka manipulasi.Dengan stempel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status