Share

Bab 2. ajakan

Nami mendorong cukup keras tubuh tambun yang berdiri di hadapannya. Membuat tangan yang mencengkeram rahangnya terlepas dan ia dapat cepat berlari menjauh dari pria aneh tersebut.

"Sayang... kok kamu lama jemput aku? ada masalah lagi ya?" tanya Nami sambil merangkul lengan kekar seorang lelaki yang sedang berjalan dengan seorang temannya.

Lelaki yang tidak mengenal Nami, segera menarik tangannya kembali, tetapi Nami erat merangkul lengan pria tersebut hingga gerak tangan pria itu tertahan.

Tatapan penuh tanya tampak jelas di wajah pria itu dan temannya, "Hei, Bro! Kamu nggak pernah cerita punya pacar secantik ini?" tanya pria cepak di sampingnya.

Pria itu hendak menggeleng sambil melotot tajam memandang temannya, tapi gerak Nami lebih cepat. "Iya, Kak! kami baru kemarin jadian, saat aku baru saja pulang dari rumah sakit," jelas Nami. "Iya, 'kan sayang?" imbuh Nami sambil mengedipkan sebelah matanya kepada pria yang ada di sisinya kini.

Pria itu hanya dapat tersenyum canggung karena tidak mengerti apa yang terjadi kepadanya, sedangkan pria tambun yang sedari tadi menunggu Nami dan hendak mencelakai Nami kini perlahan berjalan mundur dan menjauh.

Nami masih bersikap manja kepada pria itu, sambil sesekali melirik kearah pria tambun yang hendak mencelakainya. Ia dapat sedikit bernafas lega kini, karena pria itu tak lagi berbuat nekat.

"Traktir-traktir dong, Jhon kalau udah punya cewek." ledek teman pria yang dipanggil Jhon.

"Ummh... Nanti aku traktir deh, Bang. Tapi, boleh nggak bang Jhon-nya antar aku pulang dulu?" ucap Nami yang lagi-lagi mengambil jatah Jhon untuk bicara.

"Dianter pulang aja, Neng? nggak sambil macem-macem, kan?" goda teman Jhon sambil memainkan kedua alisnya.

Nami tersenyum malu, sejenak ia menatap Jhon yang kini salah tingkah. "Ihh, abang. Bang Jhon nggak nakal kok orangnya!" jawab Nami sekenanya.

"Ya udah, sana anter cewekmu pulang dulu, Jhon. Tapi habis itu ke sini lagi ya? temenin aku." pinta teman Jhon yang bernama Boni. "Bolehkan, Neng?" kali ini ia bertanya kepada Nami.

"Boleh Bang, tapi jangan diajari nakal ya pacar eneng?" ledek Nami, ia masih betah berlendotan di lengan kekar Jhon.

"Nggak kebalik, Neng? dia mah rajanya! hahaha..." Boni berkelakar.

Kali ini Jhon tidak diam saja, tangan kirinya cepat berayun hendak menjitak kepala Boni yang banyak ketombenya.

"Ya udah kalau gitu, kami duluan yan, Bang." pamit Nami kepada Boni.

"iya, Neng. tiati yak!"

Boni lalu berjalan menuju klub Zoi seorang diri, sedangkan Nami dan Jhon kini berjalan masing-masing. Tak lagi Nami terlihat bermanja kepada Jhon.

Jhon yang melihat perubahan Nami, kembali bernafas lega, ia dapat mengatur detak jantungnya yang sejak tadi tak terkendali. Karena ini kali pertama Jhon di tempel oleh seorang wanita.

Walau terlihat seperti pria brengsek, sesungguhnya Jhon sama sekali belum pernah 'menyentuh' wanita. Ia bahkan belum pernah mempunyai pacar.

Sampai di sebuah warung, Nami mengajak Jhon yang mempunyai nama asli Jhonatan untuk mampir di sebuah warung yang masih buka di luar pasar tradisional tempat Jhon bekerja sebagai preman di sana.

"Kita mampir di sana dulu ya, Bang. Ada yang mau aku omongin soal perlakuan ku yang tadi tiba-tiba..." Nami menghentikan ucapannya, ia malu untuk mengatakannya.

"Iya, aku juga mau tanya hal itu, tapi aku liat orang yang tadi sempet sama kamu masih merhatiin kamu, jadi aku tahan." jelas Jhon.

Nami bernafas lega, ternyata Jhon peka terhadap apa yang terjadi kepadanya tadi. Sampai di warung yang ditunjuk Nami, Kedua duduk dan memesan segelas teh hangat dan segelas kopi pahit.

Sambil menunggu pesanan datang, ternyata Nami tidak langsung membicarakan apa yang ingin ia katakan. Membuat Jhon tidak sabaran dan semakin geram karena Nami hanya diam saja.

"Hei. Mau sampai kapan diam saja? bagaimana aku tahu kalau kau ada masalah atau butuh bantuan?" bisik Jhon tepat di telinga Nami yang terlihat seperti sedang melamun.

Mendengar suara Jhon, Nami kembali tersadar dari lamunannya, ia lalu menatap wajah Jhon yang terlihat seram karena banyak tatto yang menghiasi wajah dan bagian tubuh lainnya yang dapat Nami lihat.

"Abang tahu lelaki yang tadi bersama saya?" tanya Nami tiba-tiba.

Jhon yang telah kesal, semakin kesal mendengar pertanyaan Nami. Ia berdecak lalu meludah kesembarang tempat. Sebuah tusuk gigi ia ambil dari tempatnya yang terletak di atas meja. "Kalau aku tahu, aku tidak akan bertanya kepada mu!" desis Jhon yang suaranya hampir tidak terdengar oleh Nami.

"Pria tadi adalah penguntit. Ia sudah lama menguntit aku, bahkan mungkin saja yang meracuni aku pun dia, karena sakit hati." jelas Nami.

"Emang aku perduli," ucap Jhon ketus.

"Ini minumannya, Neng. Bang." ucap pemilik warung menyela pembicaraan Nami dan Jhon.

Nami menyunggingkan senyum manis kepada pemilik warung tersebut sambil menganggukkan kepalanya perlahan, "terima kasih Bu." ucap Nami lembut.

"Sama-sama, Neng cantik." balas ibu pemilik warung tak kalah ramah. "Bang, ini pacarnya ya?" tanya pemilik warung kepada Jhon. "Kok nggak pernah cerita kalau udah punya pacar?" imbuhnya lagi.

Jhon yang kesal mendengar pertanyaan pemilik warung memilih untuk segera berdiri dari tempatnya duduk lalu pergi dari warung itu meninggalkan Nami seorang diri. Nami yang terkejut dengan reaksi Jhon pun segera turut berdiri dari duduknya dan menyusul Jhon.

"Maaf, Bu. Dia sedang marah kepada saya. Ini uang untuk teh dan kopinya. Maaf belum sempat saya minum." ucap Nami sambil merogoh tas selempang miliknya mencari uang lalu memberikannya kepada ibu warung.

"Ya sudah atuh,Neng. Kejar dulu Abang Jhon-nya, jangan sampai ia ngambek terus. Hidupnya selama ini sulit." Pemilik warung merasa iba dengan perlakuan Jhon kepada Nami. Tapi ia hanya dapat memberi nasehat sekedarnya saja.

Nami pun berusaha secepatnya menyusul langkah Jhon yang cepat. Walau terengah, akhirnya Nami dapat menyeimbangi langkah Jhon. "Bang, Jhon. Tunggu! aku belum selesai ngomong lho?" ucap Nami, nafasnya terdengar telah sati-satu.

Terlebih ia belum makan sejak siang tadi, tenaganya yang sempat terkumpul tadi kini kembali habis terkuras demi menyeimbangkan langkahnya dengan Jhon.

Tak mendapat respon, Nami memegang tangan Jhon lalu berhenti berjalan. Secara otomatis, tubuh Jhon tertarik ke belakang. Hampir saja Jhon menabrak tubuh Nami yang mungil jika ia tidak mempunyai kekuatan dan reflek kaki yang bagus.

"Kau..." Jhon hampir saja memukul Nami, yang kini tengah memejamkan mata, bersiap menerima pukulan dari tangan yang sudah diayunkan Jhon hendak memukulnya.

Lama menunggu, tapi tak kunjung mendapat pukulan. Nami memberanikan diri untuk membuka mata, tangannya masih memegang sebelah tangan Jhon, "Tolong aku, Bang. Jadi pacar aku. Pleasee...." ucap Nami memelas.

"Nggak mau!" tolak Jhon tegas.

"Tapi semua udah tahu kalau kita pacaran," Nami kembali membujuk Jhon.

"Nggak ya Nggak! jangan maksa!" Jhon masih tetap kekeuh dengan keputusannya.

"Pacar pura-pura aja. Kita buat perjanjiannya, gimana?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status