Malam ini tampak lebih ramai dan riuh dari hari biasanya. Setelah satu minggu tak terlihat, akhirnya sang diva Geisha hadir kembali di atas panggung klub malam 'Zoi'.
Perempuan bertubuh mungil, wajah cantik khas wanita asia tersebut terlihat tersenyum manis mengenakan pakaian khas negeri asal geisha tercipta.Banyak mata-mata menatap lekat pada Nami. Walau merasa risih, Nami berusaha bersikap profesional menghadapi tatapan mata yang seolah menelanjangi tubuhnya. Ini adalah salah satu resiko dari profesi yang mau tak mau ia terima. Setelah selesai acara, Nami segera turun dari panggungnya dan berjalan menuju ruang ganti yang dipersiapkan khusus untuk idola para tamu yang kebanyakan adalah tamu kelas atas.Sepanjang jalan ia berjalan menuju ruang gantinya, Nami mendapat sapaan hangat dan senyuman ramah, pertanda semua orang di tempat ia bekerja pun sangat menyukai dirinya.Namun begitu, tak menampik ada saja segelintir orang yang iri dengan apa yang ia miliki. Set panggung gemerlap sesuai apa yang Nami mau, ruang ganti khusus, gaji yang lebih tinggi."Namiiiii..."Sebuah teriakan membuat Nami menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke sumber suara seseorang memanggil namanya.Seorang pria bertubuh gemulai berjalan cepat ke arah Nami sambil menenteng sepatu hak tingginya."Nami... Ya amploopp... Yei apa kabar? Sakit apa yei sampe terkapar di rumah sakit? sory ya Nek, Akika nggak jenguk yei kemarin. Biasalah, gadun Akika tuh lagi manja."Nunu, alias Narto mengoceh sambil mencium kedua pipi Nami.Di klub Zoi ini, Nami hanya mempunyai satu sahabat yang amat ia percayai, ialah Nunu, pria gemulai yang selalu berdandan bak wanita cantik dan seksi.Nami sangat seneng mendengar sang sahabat terlihat khawatir kepadanya, ia dengan tulus menyunggingkan senyum manis untuk Nunu. "Aku keracunan Nu!""Haaah? Serius? Yei di racun siapa saaaiii? Muke gile itu orang ya! awas kalau Akika tau tu orang yang ngeracun yei, huh! Langsung mati itu orang Akika pites!" oceh Nunu tak henti.Mendengar ocehan Nunu, Nami hanya tersenyum gemas melihat tingkah Nunu yang lucu. "Udah nggak apa-apa. Yang penting Aku udah sehat lagi."Nunu lalu merangkul lengan Nami lalu keduanya berjalan menuju ruang ganti Nami, "eh, tau nggak si yei. Kemarin itu ada pelanggan yang nanyain yei! Gelagatnya si aneh, makanya Akika bilang yei lagi pulkam. Jangan sampai yei ketemu itu orang aneh." Oceh Nunu tak ada habisnya.Nami hanya mendengarkan semua ocehan Nunu sambil lalu. Ia sebenarnya tahu siapa yang Nunu temui. Seorang pengusaha kaya yang beberapa bulan ini mengejarnya, meminta Nami untuk berhenti menjadi geisha dan menjadi istrinya.Sampai di depan ruang ganti Nami, Nunu memutuskan untuk berpamitan pada Nami. "Akika pulang dulu ya, Nek. Udah ditungguin sama gadun akika. Hehehe..." ucap Nunu sambil mencium kedua pipi Nami."Iya! kamu hati-hati di jalan ya..." Nami melambaikan tangannya kepada Nunu yang mulai berjalan menjauh darinya.Nami membuka pintu ruangannya, cahaya terang mulai menyilaukan mata karena sebelumnya hanya cahaya remang-remang yang Nami lihat. Ia lalu berjalan menuju meja riasnya. Tangannya mengambil sebuah botol pembersih wajah lalu dengan perlahan ia menghapus make up tebal yang Nami kenakan.Sejenak ia menghentikan gerak tangannya. Menghela nafas panjang lalu menghembuskannya. Ia tampak bingung harus berbuat apa untuk menghindari orang tersebut agar tidak lagi mengganggunya. Tak menemukan cara, Nami memutuskan untuk melanjutkan kegiatannya lalu secepatnya pulang ke rumah.Selesai menghapus make up, Nami mengganti pakaiannya. Menyambar tas Selempang berwarna hitam yang tergeletak di atas meja rias lalu keluar dari ruangannya.Di luar klub, beberapa penari dan wanita penghibur menyapa Nami, tapi Nami hanya membalasnya dengan tersenyum manis, tidak berminat untuk membalas ucapan mereka yang sok bersimpati kepadanya.Karena Nami tahu, mereka yang berpura-pura baik di hadapannya, selalu menggunjing dirinya dibelakang. Di kejauhan , Nami melihat pria yang selama ini mengganggunya telah menunggu Nami di ujung gang yang terlihat sepi.Detak jantung Nami semakin cepat, ia takut jika akhirnya pria itu berbuat nekat karena saat ini area depan klub sudah terlihat sepi, semua pengunjung telah masuk ke dalam klub, hanya dua orang penjaga pintu masuk klub saja yang terlihat.'Bagaimana ini? aku tidak bisa pulang jika dia masih berdiri di sana!' teriak batin Nami.Tubuh Nami mulai oleng, kepalanya terasa pusing karena sejak siang hari ia tidak sempat makan, hanya air putih beberapa teguk saja yang ia minum. Sejenak Nami memutuskan untuk duduk di sisis tangga dekat pot bunga yang sengaja di susun rapi sehingga terlihat seperti taman mini.Salah seorang petugas yang melihat Nami duduk di sana, berjalan mendekat dan menyapanya. "Nona, kenapa duduk di sini? sedang menunggu jemputan ya?"Nami menoleh ke samping, ia mengenal pria bertubuh kekar yang menyapanya. Tetapi, Nami tidak mau menceritakan kegundahan di hatinya.Maka, ia merubah mimik wajahnya yang murung menjadi tersenyum Manis."Iya, Pak. Lagi nunggu orang, katanya mau jemput aku." ucap Nami seadanya."Ohh... Begitu... Kalau butuh apa-apa, bilang aja sama bapak ya Non?" tawar pria kekar tersebut."Iya, Pak. Terima kasih."Pria kekar tersebut kembali berdiri di tempat ia berjaga, tidak mungkin ia meninggalkan tempatnya lama-lama. Setelah kepergian pria kekar tersebut, Nami kembali di landa rasa cemas. Kepada siapa ia harus meminta tolong.Setelah sekian lama menunggu, Tak kunjung datang seseorang yang sekiranya dapat menolong dirinya, sedangkan pria penguntit Nami itu masih betah berdiri di tempatnya.Pada akhirnya, karena rasa lapar yang tak tertahan lagi, Nami memutuskan untuk beranjak dari tempatnya lalu berjalan menuju rumahnya, yang tentu saja melewati tempat dimana pria tersebut berdiri menanti Nami datang.Sengaja Nami memperlambat jalannya sambil memainkan ponselnya, berharap pria tersebut tidak mengganggunya. Walaupun ia mengganggunya, Nami akan berpura-pura tidak mendengar dan mempercepat langkahnya agar segera terhindar dari pria aneh tersebut.Nami akhirnya berhasil melewati pria tersebut sambil mengoceh seolah ia sedang menunggu jemputan yang tak kunjung datang sehingga ia memutuskan untuk pulang lebih dulu. Beberapa kali pria tersebut memanggil Nama Nami, tapi Nami berusaha cuek dan mempercepat langkahnya.Tak terima diabaikan, pria tersebut nekat mencekal lengan Nami, membuat ponsel yang Nami Pegang terjatuh ke tanah. "Dasar wanita jalang! kau berani mengabaikan aku?" hardik pria bertubuh tambun tersebut.Nami yang terkejut hanya dapat menatap hampa ponselnya yang terjatuh dan rusak. Ia berusaha berontak dan melepaskan tangannya dari cengkraman pria tambun itu , tapi karena tenaga Nami yang semakin melemah membuat ia tak bertenaga.Pria itu lalu mencengkram rahang Nami. Menatap tajam pada manik coklat muda milik Nami."Kau... Harus...""Sayaang! sebelah sini!"Pekik Nami tiba-tiba membuat pria tambun itu mengendurkan cengkeramannya di rahang Nami dan menoleh ke arah tempat Nami melambaikan tangannya.Nyali pria tambun tersebut ciut seketika melihat tubuh tinggi besar serta banyak tatto menghiasi tubuh pria itu.Nami mendorong cukup keras tubuh tambun yang berdiri di hadapannya. Membuat tangan yang mencengkeram rahangnya terlepas dan ia dapat cepat berlari menjauh dari pria aneh tersebut."Sayang... kok kamu lama jemput aku? ada masalah lagi ya?" tanya Nami sambil merangkul lengan kekar seorang lelaki yang sedang berjalan dengan seorang temannya.Lelaki yang tidak mengenal Nami, segera menarik tangannya kembali, tetapi Nami erat merangkul lengan pria tersebut hingga gerak tangan pria itu tertahan.Tatapan penuh tanya tampak jelas di wajah pria itu dan temannya, "Hei, Bro! Kamu nggak pernah cerita punya pacar secantik ini?" tanya pria cepak di sampingnya.Pria itu hendak menggeleng sambil melotot tajam memandang temannya, tapi gerak Nami lebih cepat. "Iya, Kak! kami baru kemarin jadian, saat aku baru saja pulang dari rumah sakit," jelas Nami. "Iya, 'kan sayang?" imbuh Nami sambil mengedipkan sebelah matanya kepada pria yang ada di sisinya kini.Pria itu hanya dapat tersenyum canggung karena ti
Jhon menepis tangan Nami. Ia berjalan meninggalkan Nami yang masih terdiam memandang tubuh Jhon yang berjalan menjauh darinya. Setelah tubuh Jhon tak lagi terlihat, Nami menghela nafas lalu berjalan menuju kos tempat ia tinggal. 'Setidaknya hari ini aku aman.' ucap Nami dalam hati. Sampai di rumah kosnya, Nami membuka pagar kayu yang tertutup rapat. Suasana lengang dan sepi karena hari telah masuk larut malam. Sebagian besar penghuni kos tentu sudah tidur.Nami berjalan menuju kamar kosnya, setelah sampai di depan pintu, Nami mengambil kunci kamarnya yang ia simpan di dalam tas. Tangannya lincah memutar kunci yang telah tertancap di lubang kunci. Perlahan pintu kamar terbuka. Nami melangkahkan kakinya masuk ke dalam setelah membuka sepatu hak nya lalu menutup dan mengunci pintu kamarnya. Dengan asal Nami melempar tas kecil yang ia bawa dan menaruh sepatu haknya di rak sepatu. Nami menghempaskan tubuhnya di kasur empuk yang ia beli dari hasilnya bekerja sebagai Geisha di klub Zoi
Nami memasang muka masam, malu yang ia rasa lebih besar dari pada rasa nyeri yang ada di kakinya karena tersandung batu. Jhon langsung memeluk Nami setelah keduanya berdiri dari jatuhnya.Jhon lalu memeriksa setiap bagian tubuh Nami yang dirasa terluka saat jatuh tadi, "Kamu nggak apa 'kan Sayang?" ucap Jhon sambil menatap Nami penuh rasa cemas.Nami yang mendengar ucapan Jhon terheran, apalagi mendengar ucapan Jhon yang penuh perhatian kepadanya.Tak ayal Nami sempat tersipu malu mendapat perhatian dari Jhon. Senyum tipis tersungging di wajah Nami. "Nggak apa-apa kok,"Rasanya Nami hendak memanggil dengan sebutan sayang juga, tapi rasa malu Nami lebih besar saat ini. Dirasa Jhon lengah, pria tersebut berusaha kembali hendak menarik tangan Nami agar kembali kepadanya dan menjauh dari jangkauan Jhon.Tapi mata Jhon yang jeli, segera menahan tangan pria tersebut agar tidak kembali menyentuh Nami, "Berhenti di sana Pak Jaya!" Jhon menyebut nama pria gempal itu sambil tersenyum sinis.Men
Selesai membersihkan diri, Nami pergi ke dapur membuatkan kopi untuk Jhon yang kini tengah mandi di dalam kamar mandi kos Nami.Selesai membuat Kopi dan teh untuk dirinya, Nami mengeluarkan camilan dan roti yang ia beli setelah pulang dari rumah sakit beberapa hari yang lalu. Dalam satu nampan, Nami berjalan ke ruang depan kamar kosnya.Tepat setelah Nami menyusun minuman dan makanan di atas meja, Jhon keluar dari kamar mandi sambil menarik-narik baju yang ia kenakan."Ini... Nggak ada baju yang lebih gede lagi apa?" protes Jhon.Selama ini, Jhon lebih suka memakai baju over size dari pada baju yang pres body seperti yang Jhon pakai saat ini. Nami yang melihat bentuk tubuh Jhon cukup terkagum karena pahatan di tubuh Jhon cukup sempurna untuk ukuran preman pasar yang tidak ada kerjanya selain membuat onar dan tidur."Pakai aja si! itu udah baju yang paling besar punya aku." ucap Nami, senyum tipisnya nampak tersungging mengagumi tubuh Jhon. "Dah, duduk sini! kita omongin selanjutnya ur
Nami mendorong pintu kaca sebuah salon yang letaknya tak jauh dari jalan besar. Lokasi dengan deretan toko berbagai macam jenis barang yang dijual, membuat jalanan tersebut selalu ramai oleh para pengunjung, apalagi daerah tersebut terkenal dengan harga yang miring namun berkualitas. Salah satu tim preman yang menjaga keamanan di daerah tersebut adalah Jhonatan yang mendapuk sebagai ketua preman di sana. Seorang pria tampan tampak terkejut melihat seorang Jhonatan memasuki salonnya bersama seorang wanita cantik.Wajah takut serta canggung tampak jelas Jhonatan lihat di raut wajah pria tersebut. Tapi pria itu segera menghampiri Jhonatan dan Nami yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. "Maaf, Boss... Rasanya baru kemarin kami-"Ucapan pria tersebut seketika berhenti saat Jhonatan menggelengkan kepalanya sambil mengedipkan sebelah matanya. Pemilik salon tersebut bertambah bingung saat melihat ekspresi wajah Nami yang tampak kebingungan. "Apa kau baru saja memotong rambutmu di salon
Mata Nami terpejam. Entah menghindari tatapan mata Jhonatan yang begitu dekat dengan wajahnya, atau menanti sebuah peristiwa yang ia bayangkan tanpa peringatan lebih dulu.Melihat Nami menutup matanya, Jhonatan tersenyum tengil. Ia sudah menyangka gadis dihadapannya akan menutup matanya, berpikir jika Jhonatan akan mendaratkan ciuman manis di wajah Nami.Jari Jhonatan bergerak. membentuk pola bulat antara jari jempol dan jari telunjuknya. Dengan satu hentakan, sebuah sentilan yang cukup keras mendarat di dahi Nami yang tertutupi poni.Suara benturan kulit tangan dan kulit wajah terdengar cukup nyaring di ruangan yang kecil itu, rasa sakit mulai menjalar di area yang terkena sentilan jemari Jhonatan. Mata Nami terbuka lebar. Tatapannya nyalang penuh amarah karena apa yang dilakukan oleh Jhonatan baru saja.Nami mengelus dahinya, tatapan matanya tak lepas dari gerakan yang Jhonatan lakukan, "Sa-""Udah tau!" ucap Jhonatan sambil menoyor kepala Nami, membuat Nami menghentikan ucapannya
"Kamu kenapa, Nami? apa aku membuatmu takut?" Suara merdu bagai hipnotis merasuk ke dalam gendang telinga Nami. Namun ada rasa aneh saat melihat wajah pria tampan yang ada di hadapannya saat ini.Jemari lembut namun terlihat kekar itu kini membelai lembut wajah Nami, "Wajahmu terlihat pucat, apa kamu belum sempat makan atau meminum teh yang aku kirimkan untukmu? aku lihat gelas di atas meja sama sekali tidak tersentuh," cerca pria tersebut dengan Nada lembut.Nami memaksakan senyuman di wajahnya, matanya menatap ragu pada sosok di hadapannya saat ini. "Tadi terlalu sibuk untuk bersiap, aku sampai lupa kalau ada minuman di atas meja." kilah Nami."Kak Luki sejak kapan ada di dalam ruanganku?" tanya Nami menyelidik."Kenapa? kamu keberatan aku ada di sini?" bukan menjawab, pria itu malah bertanya balik."Bukan begitu, Kak! diluar sedang banyak tamu penting. Bukankah sebaiknya Kakak menemui mereka? siapa tahu mereka mau menanamkan saham di klub Kakak?" ujar Nami beralasan.Luki berpikir
Nami dan Jhonatan kini telah berada di depan halaman kos Nami. Jhonatan membuka pintu pagar lalu mempersilahkan Nami untuk masuk terlebih dahulu."Udah sampai! aku pulang duluan ya?!" ucap Jhonatan sambil melambaikan tangan.Nami dengan cepat meraih tangan Jhonatan dan menghentikan langkah Jhonatan, "mau kemana? kan tadi mau kasi tau, isi obrolan boss ku sama seseorang?" tanya Nami.Perlahan Jhonatan melepas pegangan tangan Nami, "Besok aja deh. Udah malam, kamu butuh istirahat!" Jhonatan mengacak rambut Nami gemas, lalu ia pergi meninggalkan Nami yang masih dilanda rasa penasaran tentang hal apa yang diketahui oleh Jhonatan namun ia memilih untuk menyimpannya sendiri. Nami ingin mendesak Jhonatan untuk bicara, tapi apa yang dikatakan Jhonatan ada benarnya. Ia harus beristirahat. Membicarakan hal rahasia tidak cukup dengan waktu yang sebentar.Nami hanya dapat melihat punggung Jhonatan yang perlahan pergi menjauh hingga tak nampak di pelupuk mata Nami, baru Nami masuk ke dalam kamar