Home / Rumah Tangga / KESAKSIAN PUTRI KECILKU / bab 2. Sadap Wa Suami

Share

bab 2. Sadap Wa Suami

Author: ananda zhia
last update Last Updated: 2023-03-25 12:04:44

"Mas, ngotak ngatik apa sih? Asyik bener kayaknya?"

Aku melongokkan kepala dan mencoba melihat apa yang sedang ditonton suamiku di layar ponselnya.

"Kerjaan. Nih, tim promosi nanyain tentang kerjaan tadi."

Dengan terburu-buru, mas Arif menutup layar ponsel. Sekilas aku sempat melihat kalau dia membuka pesan w******p.

"Yuk, tidur saja." Mas Arif meletakkan ponselnya di atas nakas dan tidur memelukku. Perlahan dia mulai mencium kening dan hidung.

"Mas pingin, Nas," bisiknya mendayu di telinga.

Aku menahan nafas. Biasanya kalau dia menginginkannya, aku akan langsung memberikan respon yang lebih agresif. Tapi begitu ingat perkataan Ana, tanda merah di leher Mbak Sumi, dan kejadian di dapur tadi, rasanya aku tidak bergai rah.

Lagipula aku sedang mendapat tamu bulanan. Ah, lebih baik, mas Arif kupermainkan sedikit. Siapa tahu ada jejak petualangan mbak Sumi di tubuhnya.

"Hm, tentu saja."

Aku tersenyum, mengedipkan sebelah mata dan membuka kaosnya. Sejenak berhenti karena mendadak terbayang yang membuka kaos mas Arif bukan hanya aku.

Aku memindai setiap inchi kulitnya. Dan ah, di sekitar pusar terdapat tanda merah. Aku yakin ini jejak mereka saat aku dinas malam dua hari lalu. Sekitar ada tiga tanda di tempat yang berdekatan.

Hm, ternyata memang mau main aman. Mas Arif tidak mau mengambil resiko dengan tanda merah di bagia tubuh yang mudah diekspos. Tapi di tempat yang tidak terlihat.

"Mas, ini kok merah-merah?" tanyaku menyentuh perut mas Arif.

"Ini kena resleting. Mungkin perutku menggendut. Saat menaikkan resleting akhirnya perutku kejepit. Tapi kamu nggak masalah, kan?" tanya Mas Arif seraya memeluk pinggangku.

"Hm, ada masalah. Aku mens," bisikku tertawa.

Mas Arif mengerucutkan bibirnya. "Ya sudah. Kalau begitu, kita tidur aja."

"Mas, tadi aku minta dibuatkan jus jeruk oleh Sumi. Dan ternyata aku kenyang sekali. Mas mau nggak minum jus jeruk milikku? Sayang kalau dibuang nih. Ini jus jeruknya."

Aku duduk dan meraih gelas berisi cairan kuning di atas nakas, lalu memberikannya pada mas Arif.

"Oh, iya tentu, Sayang." Mas Arif menerimanya dan meminumnya tanpa rasa curiga hingga licin tandas.

Aku menghitung dalam hati saat-saat mas Arif mulai terlelap karena aku telah mencampurkan obat tidur ke dalam jus jeruk tersebut.

*

Aku menunggu dengan sabar sampai terdengar suara dengkur halus dari mas Arif. Kulirik jam bulat yang menempel di tembok. Masih jam 11 malam.

Dengan perlahan aku bangkit dari ranjang mendekati mas Arif. Kukibaskan tangan di depan wajahnya. Aman. Tak ada respon. Dia sudah terbawa mimpi lelap.

Aku berjingkat meraih ponselnya di atas nakas. Ah, dikunci! Padahal biasanya tidak dikunci. Kami memang sudah lama tidak saling memperhatikan ponsel. Seakan sudah saling percaya satu sama lain, kami tidak saling kepoin ponsel pasangan.

Fokus mencari rejeki dan quality time dengan keluarga saat liburan. Tapi ternyata apa yang kudapat? Aku kecolongan!

Untung saja ponsel mas Arif terkunci dengan sensor sidik jari. Dengan membungkuk dan secara perlahan aku meraih jempol tangan kanannya dan menempelkannya ke layar ponsel miliknya.

Aku menarik nafas dengan hati-hati. Walaupun aku tahu dia telah tidur lelap, tapi rasanya aku tidak mau ketahuan sedang menyelidikinya.

Terbuka!

Aku menggulir layar, jantungku berdebar kian kencang saat membuka galeri ponsel nya. Aman. Tidak ada sesuatu yang membahayakan.

Jempolku beralih ke pesan w******p. Kubuka perlahan. Ada satu nama yang asing. Nama yang tidak pernah dibicarakan oleh mas Arif sebagai teman kerjanya.

Sam office. Sudah bisa kutebak, siapa nama dibalik Sam office itu.

[Merindukan saat berselimut denganmu, Mas!]

Kubuka perlahan pesan dari Sam office. Hanya ada satu kalimat yang dikirimkan setelah jus jeruk tadi kuberikan. Pasti mas Arif tadi sudah menghapus semua pesan sebelum tidur.

Segera kuhapus pesan terakhir dari Sam Office. Dan kukirim nomornya ke ponsel ku. Aku beralih membuka ponselku dan melihat nomor ponsel yang baru kukirim. Kucocokkan dengan nomor Mbak Sumi. Dan ternyata beda.

Apa Sumi mempunyai dua nomor hp dalam ponsel yang berbeda? Mungkin juga. Seingatku saat pertama datang kemari, hpnya hp jadul yang hanya bisa digunakan untuk menelepon dan mengirim pesan.

Kalau benar Sumi mempunyai hp baru dari mas Arif, berarti aku benar-benar teledor menjaga rumah tanggaku. Sampai-sampai suami sendiri selingkuh, tidak ketahuan.

Aku membuka w******p web di ponselku. Kuklik titik tiga pada bagian atas w******p web. Dan kupilih dekstop site. Lalu muncullah kode QR, selanjutnya aku membuka kode QR di ponsel mas Arif. Dan kuarahkan kamera ponsel mas Arif ke layar ponsel ku.

Selesai. Maaf Mas, aku harus menyadap whatsAppmu. Kuletakkan lagi ponsel mas Arif di tempat semula agar dia tidak curiga saat bangun tidur.

Selanjutnya aku mengetik pesan pada Arum, temanku yang besok dinas siang.

[Besok aku hutang dines ya. Jadi kamu dinesnya pagi sore. Bisa kan? Aku minta tolong banget. Urgent!]

'Baiklah, Mas, kita akan lihat bagaimana aku membongkar perselingkuhan kamu.'

Next?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rahmat
Seru ceritanya
goodnovel comment avatar
As'adi La
bagus lanjut dong
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 37. Akhir dari Angkara Murka (tamat)

    Nastiti hanya mengedikkan bahunya. "Entahlah, Mas. Aku juga tidak tahu. Aku tidak mengundang mereka kemari. Kita tunggu saja mereka. Aku juga ingin tahu ada perlu apa mereka kemari," sahut Nastiti lirih. "Bagus sekali ya klinik dan rumah baru kamu," ucap Sumi saat dia dan Arif sudah sampai di hadapan Narendra dan Nastiti. Nastiti tersenyum. "Terimakasih. Ayo silakan duduk di dalam dulu. Karena masih dalam acara syukuran," sahut Nastiti ramah. "Hm, ada acara syukuran? Kok kamu nggak ngundang aku, Nas? Mana Ana?" sela Arif. "Iya. Kami tidak mengundang kalian. Karena rumah kalian kan jauh di luar kabupaten sini. Selain itu acara ini juga untuk syukuran lamaran," sahut Narendra yang lalu berjalan dan menuju ke arah Nastiti lalu berada di depan calon istri nya. Tampak wajah Sumi dan Arif yang tercengang. "Wah, sudah lamaran? Syukur deh. Semoga lancar sampai hari H, ya?" ujar Sumi terdengar tulus. "Terima kasih, ayo masuk dulu. Kita ngobrol di dalam sambil menikmati suguhan. Aku yakin

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 36. Syukuran Rumah Baru

    "Iya. Nastiti bermimpi salat berdua dengan diimami oleh mas Narendra selama 3 kali," sahut Nastiti membuat semua orang yang ada di ruang tamunya mengucap hamdalah. "Kalau begitu ayo kita menikah," ajak Narendra membuat Nastiti mendelik. "Tidak secepat itu, Mas Rendra.""Kenapa enggak? Kita sama-sama sudah siap dan sudah berumur juga. Apa menunggu rumah dan tempat praktik kamu selesai? Sekalian untuk acara syukuran?""Itu lebih, Mas. Daripada terburu-buru.""Baiklah. Aku setuju.""Bunda juga setuju.""Kamu ingin acaranya dibuat sederhana atau meriah?""Yang sederhana saja. Yang pentin khidmat.""Lalu kapan acara pernikahan nya?"Nastiti mendelik mendengar kan ucapan Narendra. "Ya Allah, Mas. Belum aja lamaran, kamu udah nanyain tanggal pernikahan," ucap Nastiti tertawa. Narendra tersenyum dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Yah, gimana ya. Kan sudah duda 4 tahun. Jadi rasanya kalau sudah menemukan yang pas, lebih baik, langsung akad," seloroh nya disambut cubitan bunda. "W

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 35. Kemantapan Hati Nastiti

    Tatik menerima vonis dari hakim dengan kepala tertunduk. Dikumpulkannya semua rasa semua rasa dendam dalam hatinya. "Oke. Mungkin saat ini aku kalah. Tapi aku tidak akan pernah menyerah. Aku akan balas dendam setelah aku keluar dari penjara," gumam Tatik dalam hati. *"Bagaimana tadi sidangnya, Sum?" tanya Arif yang duduk di teras rumah Sumi. "Alhamdulillah, lancar."Sumi pun menceritakan tentang sidang yang terjadi di pengadilan tadi. Arif terlihat manggut-manggut. "Baguslah kalau begitu. Sekarang kamu bisa fokus mencari kebahagiaan kamu."Sumi mengangguk. "Oh ya, kalau kita menikah, kita akan tinggal dimana, Rif?" tanya Sumi. Arif menghela nafas panjang. "Aku juga kepikiran hal itu. Kalau aku menikah dan tinggal di rumah kamu, aku merasa kasihan pada mami.Tapi kalau kamu ikut aku ke rumah mami, kasihan anak-anak kamu. Masa setahun pindah sekolah dua kali. Lagipula warung kamu hampir jadi," sahut Arif lirih sambil menatap bangunan mungil di depan teras rumah Sumi. Rumah waris

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 34. Vonis untuk Tatik

    Mata Sumi membulat. "Benarkah, Rif?"Arif mengangguk meskipun dia juga ragu membuat Sumi menjadi ragu dan tidak percaya. "Rif, aku serius. Aku benar-benar ingin mempunyai imam yang menerima aku dan anak-anak ku. Yang bisa membimbing, menafkahi, dan mengayomi. Aku terima semua keadaan kamu. Kita juga pernah berbuat sesuatu yang haram kan? Aku ingin kita sama-sama memperbaiki nya, Rif." Sumi tertunduk. Arif menjadi tidak tega saat melihat mantan pacarnya itu. "Sum, aku bilang kan aku mau menerima perasaan kamu. Aku mau menerima kelemahan dan kelebihan kamu. Baiklah, ayo kita mulai dari awal ya."Sumi mengangguk. Matanya berkaca-kaca. "Tapi aku ingin kamu berjanji satu hal padaku, Rif.""Apa itu, Sum?""Jangan pernah menghadirikan pihak ketiga dalam rumah tangga kita. Termasuk mbak Nastiti. Kamu mau kan?"Arif mengangguk pelan. Dia juga heran, dulu saat masih menikah dengan Nastiti, dia justru ingin bersama Sumi. Sekarang saat Sumi sudah di depan matanya dan dalam kondisi yang lebih

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 33. Arif versus Narendra

    Flash back on. Arif menutup teleponnya dengan perasaan yang campur aduk. Ini kesekian kalinya, Ana menelepon nya dan menanyakan kapan Arif pulang. Dan Arif juga sudah kesekian kalinya berbohong bahwa Arif masih sangat sibuk dengan pekerjaannya dan belum bisa pulang. "Kenapa kamu?" tanya maminya sambil membawa piring besar berisi ayam dan tahu krispi. Arif menghela nafas panjang dan menatap mamanya dengan pandangan bingung. "Aku kangen Ana, Mi."Maminya menarik kursi di hadapan Arif dan menduduki nya."Ya sudah. Kalau begitu kamu jenguk saja anak kamu. Ayo, mami juga ikut."Arif menopang dagunya dengan tangan. "Apa mami pikir akan semudah itu untuk menjenguk Ana? Arif bisa berbohong kalau lewat telepon. Tapi kalau bertemu langsung dengan Ana, Arif tidak akan berani berbohong. Arif tidak tega untuk mengatakan bahwa ayah dan ibunya sudah bercerai."Maminya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Terus kamu maunya apa? Itu kan semua menjadi salah kamu. Seharusnya sebelum kamu selingk

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 32. Pendekatan Narendra

    Arrgh! Tatik menjerit dan tubuhnya lemas seketika di samping ransum makanan nya. "Heh, dia pingsan beneran?" tanya salah seorang pengeroyoknya. "Ah, dia pasti pura-pura pingsan karena takut akan dikeroyok lagi!""Kita ambil saja makanan nya!""Kalau nanti kita dimarahi petugas gimana?""Salah sendiri. Coba dia nggak pelit buat bagi makanannya. Pasti dia nggak akan jadi seperti ini."Beberapa pengeroyok Tatik mulai mendekat ke arah Tatik. Dan mulai mengerubuti makanan yang ada di depan nya. "Heh, kalian!! Jangan ribut-ribut saat makan!" Sebuah suara menghentikan para pengeroyok Tatik yang sedang makan. Mendadak, Tatik terbangun dan menghambur ke arah petugas yang datang."Tolong! Tolong saya, Bu! Ini ada orang-orang gila yang mau merebut makanan saya!" seru Tatik sambil berpegangan pada tiang besi penjara yang dingin. Petugas itu terkejut saat melihat kondisi tubuh Tatik yang penuh dengan luka lebam. "Hm, ini pasti ulah kalian. Kalian harus menerima sanksi disiplin!" sahut petug

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 31. Perkelahian dalam Penjara

    "Ceritanya panjang, tapi siapa bapak dan ibu ini? Kenapa ada di makam ibu saya?""Dewi Setyorini itu saudara kami. Kami empat bersaudara. Kami dulu punya sopir pribadi bernama Syarif Kasim. Ya, kuburannya berada di sana." Salah seorang peziarah itu menunjuk ke arah kuburan bapaknya Sumi. "Jadi bapak saya itu adalah sopir pribadi kalian?" tanya Sumi dengan suara tercekat. Ketiga peziarah itu mengangguk. "Ceritanya panjang, apa kamu sudah makan? Sepertinya kita harus bicara secara khusus. Apa kamu ada waktu untuk makan siang bersama kami?" Sumi berpikir sejenak. "Baiklah. Tapi jangan lama-lama, Bu. Karena saya mempunyai dua anak yang saya tinggal sendirian di rumah.""Wah, jadi kamu sudah punya anak?" Sumi mengangguk."Ya sudah kalau begitu, ayo kita ke kafe resto sekarang. Daripada kesiangan nanti. Kamu bawa kendaraan? Apa ikut mobil kami?""Saya bawa kendaraan, Bu.""Ya sudah, ikuti mobil kami ya. Di dekat sini ada kafe resto yang enak banget."*"Jadi Dewi adalah kakak sulung kam

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 30. Pertemuan yang Tidak Terduga

    Tatik tersenyum meledek melihat Sumi yang datang menjenguknya."Datang juga kamu. Aku pikir kamu tidak akan kesini dan menjadi anak durhaka," ucap Tatik menatap wajah Sumi. Sumi duduk di depan ibu tirinya dengan tenang. "Hm, Bu, saya kesini dengan dua kemungkinan. Bisa mengusahakan uang untuk sewa pengacara. Tapi bisa juga untuk membuat ibu dipenjara lebih lama lagi."Mata Tatik membulat. "Apa maksudmu?""Ehm, mungkin ibu akan langsung mengerti kalau aku mengatakan tentang Rina."Tatik tercengang, mulutnya menganga. "Kamu tidak akan bisa memenjarakan ku lebih lama. Kamu kan sudah kurawat dari bayi?"Sumi tertawa. "Ibu salah. Aku bisa melakukan ancamanku membuat ibu dipenjara lebih lama. Caranya sederhana saja. Aku telah memeriksa kamar ibu. Hal yang selama ini tidak pernah kulakukan. Dan aku telah menemukan akta kelahiran ku yang asli. Kalau ibu tidak mau menunjukkan dimana makam ibu kandung ku, akan kulaporkan ibu telah memalsukan dokumen.""Kamu mengancamku? Dasar anak tidak ta

  • KESAKSIAN PUTRI KECILKU    bab 29. Mencintai Nastiti

    "Astaghfirullah. Aku sedang ada perlu urusan rumah Mas. Kamu share loct rumah sakitnya ya. Aku ke sana sekarang!""Ada apa, Mbak?" tanya Narendra saat melihat Nastiti yang menyelempangkan tasnya dengan panik. "Kakak lelaki ku menelepon kalau bunda kecelakaan dan butuh darah," sahut Nastiti seraya berdiri. "Pak Rendra, karena urusan rumah kita sudah selesai, saya pamit dulu akan ke rumah sakit.""Tunggu! Saya ikut, Mbak!"Nastiti menoleh dan terkejut dengan ucapan Narendra. "Ini sudah tidak ada urusan nya dengan rumah yang saya jual, Pak. Ini urusan keluarga saya.""Ya saya tahu. Saya hanya ingin mengenal mbak dan keluarga lebih dekat."Nastiti melongo. "Tapi ..,""Ayo kita berangkat, Mbak. Kan tadi mbak bilang kalau bundanya butuh darah. Ayo kita berangkat sekarang."Narendra berdiri dan berjalan terlebih dahulu ke arah kasir. Dan setelah dia menyelesaikan pembayaran, Narendra mengikuti Nastiti menuju ke mobilnya. *Nastiti dan Narendra berjalan tergesa di lorong rumah sakit yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status