Share

Restoran

Author: Gyuu_Rrn
last update Huling Na-update: 2022-10-21 11:39:29

Sore harinya, Nita mengajak serta Andika untuk bertemu dengan Om Herman--orang kepercayaan almarhum Ayahnya yang masih setia bekerja.

Di sebuah kafe yang ada di pusat kota, Nita dan Andika duduk di pojok ruangan, tetapi tetap saja dia tidak luput menjadi perhatian orang-orang hanya karena penampilannya yang bisa di bilang biasa saja.

Malahan ada orang yang secara terang-terangan mengejek ke arahnya. Nita sendiri tidak peduli, karena penampilan bukanlah segalanya. Nita yakin, orang-orang itu pasti akan terkejut, ketika mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya.

"Nita, sudah menunggu lama?"

Sontak, Nita menoleh, menatap Om Herman yang baru saja datang, penampilannya cukup rapih, wajar saja dia adalah manager restoran ini.

"Tidak juga, Om."

Seperti orang-orang yang lainnya, Om Herman memperhatikan penampilan Nita dari atas hingga bawah, mulut dan matanya ikut membulat sempurna.

"Ya Tuhan, Nita ada denganmu? Ke-kenapa kamu menjadi seperti ini, apa yang terjadi denganmu?"

Nita terkekeh pelan, kemudian bangkit, menuntun Om Herman untuk duduk di hadapannya. Hal itu, membuat semua orang semakin melongo.

"Nita, kenapa seperti ini?" tanya Om Herman dengan nada rendah.

Nita tersenyum tipis, kemudian menggeleng pelan.

"Entahlah, Om, kenapa aku bisa seperti ini. A-aku benar-benar b*d*h telah bertahan dalam situasi seperti ini."

Om Herman menghela napas panjang, tatapannya begitu getir, sesekali dia menoleh ke arah Andika.

"Anakmu sudah besar, ya!" ucap Om Herman sambil mengelus rambut Andika. "Sudah lama, kita tidak berjumpa. Ibumu, benar-benar keras kepala, Dika. Dia bersikeras menjalani semuanya, tanpa ingin melibatkan Om di dalamnya, sekarang dia menyerah juga." 

"Memangnya Om siapa?" Andika melontarkan sebuah pertanyaan pada Om Herman yang tengah tersenyum ke arahnya.

"Dulu Om adalah salah satu pekerjaan di keluargamu, ketika Kakekmu masih ada."

Andika mengangguk pelan, tetapi raut kebingungan masih tergambar jelas di wajahnya.

"Sudah kamu makan dulu, ya!" sambung Om Herman yang di jawab anggukan oleh Andika.

"Bagaimana Nita, apa kamu mau kembali lagi ke rumahmu dan meninggalkan orang yang katanya kamu cintai itu?"

Dibalik pertanyaan Om Herman, terselip sebuah sindiran yang memang dia tunjukkan pada Nita.

Herman sangat kesal sekaligus marah pada Nita, karena gara-gara pria yang dia cintai, Nita sampai rela melakukan segala hal, hingga dirinya harus tersiksa seperti ini.

Dari dulu, Herman selalu menawarkan bantuan untuknya, tetapi dengan keras kepalanya Nita selalu menolak, dia selalu berkata bisa melakukan segalanya sendiri.

"Om, tidak marah padaku?"

"Tentu saja aku marah, Nita!" seru Herman. "Kamu tidak mengabari Om selama beberapa tahun dan menjalani semuanya tanpa menginginkan bantu apapun, kamu pikir selama ini Om tidak pernah mengawasimu? Tapi, memang Om tidak bisa berbuat apa-apa."

Nita menunduk dalam, dia menghela napas panjang. Bagaimanapun itu, dia memang begitu menyesal.

Karena terlalu keras kepala, Nita jadi menjalani hidup yang tidak semestinya, penuh tekanan dan serba kekurangan. Andai saja, dulu Nita tidak keras kepala, mungkin semuanya tidak akan seperti ini. 

Nita meremas daster yang dia gunakan, dia bahkan sudah lupa, kapan terakhir kali memakai baju yang sedikit mewah, karena memang selama suaminya bekerja di luar kota, dia jarang bisa membeli apa yang dia inginkan.

"Sudahlah, Nita, jangan menyesali semuanya. Sekarang kamu sudah sadar, 'kan?"

"Iya, Om."

Tanpa basa-basi, Om Herman langsung meraih dompet dari saku celananya, kemudian menyimpan tiga kartu ATM di atas meja.

"Gunakan uang ini, jangan terus berpura-pura tidak mampu. Ingat, kamu adalah pewaris perusahaan Ayahmu, termasuk restoran ini."

Entah di sengaja atau bagaimana, tetapi Om Herman berkata dengan nada tinggi, membuat beberapa orang yang mendengar hal tersebut, langsung terbelalak.

Bahkan, orang yang sedari tadi secara terang-terangan mengejak Nita, langsung menelan ludah susah payah sambil menunduk dalam.

Tidak mereka sangka, orang yang tadi mereka rendahkan bukanlah sembarang orang.

"Baiklah, Om. Aku ambil ini semua dan mulai hari ini, aku akan ambil alih restoran ini."

"Lakukan semaumu, Nita. Om, akan dukung semua keputusanmu."

Di saat Nita dan Om Herman tengah mengobrol, tiba-tiba saja dari pintu masuk datang dua orang yang cukup Nita kenal.

"Akhir kita bisa makan enak," ucap seorang pria yang tidak lain adalah Martin.

Nita menoleh, kemudian melangkah ke arah Martin dan Titi.

"Sebelum kalian makan enak, tolong berikan dulu uang bulanan yang suamiku titipkan pada kalian."

Sontak, Martin dan Titi langsung mendongak, kemudian menatap Nita dengan tatapan merendahkan.

"Ngapain kamu di sini? Penampilan udah kaya g*mb*l aja so-soan makan di restoran."

"Biarin kaya g*mb*l yang terpenting, aku adalah pemilik restoran tempat kalian makan ini."

Mendengar penuturan Nita, Martin dan Titi langsung tertawa terbahak-bahak. Mereka pikir, semua yang Nita ucapankan adalah lelucon.

"Halu kamu, Nita!"

"Tidak, semuanya itu benar!" Tiba-tiba Om Herman datang, mengatakan kata-kata yang mampu membuat Martin dan Titi saling pandang.

Tanpa di duga-duga, Titi langsung melongo, kemudian tubuhnya ambruk ke lantai. Wanita itu pingsan di hadapan para pelanggan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • KETIKA ISTRI SUDAH TIDAK BUTUH UANG GAJIAN SUAMI   Lawan Saja

    "Tidak!" sahut Bu Nurul dengan cepat."Oh, iya, kapan Ibu pulang dari rumah saya?"Bu Salma yang ada di samping Nita langsung membulatkan mata, kala mendengar pertanyaan yang baru saja Nita lontarkan.Tidak Bu Salma duga, kalau sebelum ke sini, Bu Nurul lebih dulu ke rumah Nita dan Bu Salma yakin, pasti ada yang tidak beres di sini."Lah, Nurul dari rumahmu, Nita?""Iya, Bu. Bu Nurul dari rumah saya, kebetulan Ibu dan Mas Martin pun ada di sana."Sudah Salma duga, kalau ada yang tidak beres di sini. Semua juga tahu, kalau Nurul adalah salah satu orang yang paling dekat dengan Bu Titi--mertua Nita.Di sini Salma yakin, kalau Titi dan Nurul sengaja merencanakan ini semua untuk menjelek-jelekkan Nita di depan orang-orang."Ah, pantas saja! Sekarang aku mengerti semuanya, Nita," seru Bu Salma sambil melayangkan tatapan tajam ke arah Bu Nurul yang tampak kikuk."Mengerti tentang apa, Bu?""Kalau Nurul dan Bu Titi membuat rencana untuk menjelekkanmu di hadapan orang-orang.""Apa?!" pekik Ni

  • KETIKA ISTRI SUDAH TIDAK BUTUH UANG GAJIAN SUAMI   Pertengkaran

    "Eh, Bu Salma, say bukan biang gosip, ya! Tetapi, saya ceritakan semua yang ada. Ini sesuai fakta," sergah Bu Nurul, tidak terima dengan tuduhan yang Bu Salma lontarkan padanya.Bu Salma hanya mendelik, dia tahu betul kalau Bu Nurul pasti tidak akan terima dengan tuduhannya.Wanita itu memang tidak bisa berkaca sedikitpun, padahal jelas-jelas dia menyebarkan gosip yang tidak-tidak tentang Nita."Capek saya ngomong sama orang kek kamu, tuh. Hobinya jelek-jelekin orang saja, gak pandang bulu, keluarga dekat sana suka kena imbasnya."Sontak, semua orang yang ada di warung Bu Ainun pun saling berbisik satu sama lain, membuat Bu Nurul menoleh beberapa kali.Akan tetapi, tidak seorangpun hiraukan dan semua orang yang ada di sana pun tahu, kalau Bu Salma dan Bu Nurul bisa di bilang adalah saudara.Hubungan keluarga keduanya bisa di bilang cukup dekat, hanya saja memang mereka tidak akur, dikarenakan Bu Nurul sering sekali menyebar gosip ataupun membuka aib tentang keluarga orang lain, termas

  • KETIKA ISTRI SUDAH TIDAK BUTUH UANG GAJIAN SUAMI   Biang Gosip

    "I-Ibu, sudah sadar?" bisik Martin sambil memindai seisi ruangan, takut tiba-tiba ada orang yang datang."Dari tadi aku sudah sadar, hanya saja aku tetap berpura-pura masih tidak sadarkan diri," balas Titi dengan nada bicara yang tidak kalah pelan."Ah, Ibu membuatku khawatir."Titi memegang sedikit kepala bagian belakangnya, dia meringis, ketika secara tidak sengaja memegang lukanya."Ibu, harusnya lebih hati-hati lagi," sambung Martin."Ke mana Fahmi dan Nita?""Mereka ada di dapur, kamu tahu tidak, Titi, kalau Fahmi dan Nita tengah bertengkar hebat, benar, 'kan, Martin?" ucap Bu Nurul sambil menoleh ke arah Martin, membuat pria langsung menghela napas panjang. Martin bukannya tidak ingin memberitahukan Ibunya tentang rencana yang telah dia susun, hanya saja melihat kondisi Ibunya yang masih kurang baik, jadinya Martin segera mengurungkan niatnya.Akan tetapi, ternyata Bu Nurul lebih dulu memberitahukannya pada Ibunya, tanpa meminta ijin padanya terlebih dahulu.Tentu saja, hal itu

  • KETIKA ISTRI SUDAH TIDAK BUTUH UANG GAJIAN SUAMI   Sebuah Rencana Baru

    "Kenapa berpikir seperti itu? A-aku benar-benar tidak memiliki hubungan dengan siapapun, apalagi sampai melakukan hal yang kamu pikirkan saat ini, Nita."Fahmi berusaha menjelaskan semuanya pada Nita. Dia tidak ingin, kalau perempuan itu sampai salah paham terus padanya.Padahal, memang benar semua yang dia katakan, kalau dirinya tidak memiliki hubungan apapun dengan siapapun di luar sana."Sudahlah, Mas, kamu diam saja. Aku tidak percaya lagi padamu.""Nita ...," lirih Fahmi dengan penuh penekanan. Jujur saja, Fahmi sedikit kesal dengan Nita, dia bahkan begitu kecewa dengan istrinya, kenapa di saat seperti ini dia malah tidak mempercayai dirinya.Padahal, selama ini Fahmi sudah berusaha selalu percaya padanya, di saat mereka berdua saling berjauhan. Bahkan, dia cukup menjaga komunikasi dengan Nita, sesibuk apapun dirinya."Aku malas berbicara denganmu, Mas. Jangan ganggu aku," balas Nita tanpa menoleh sedikitpun. Dia masih berfokus memotong beberapa sayuran.Padahal sebenarnya, piki

  • KETIKA ISTRI SUDAH TIDAK BUTUH UANG GAJIAN SUAMI   Nita Mulai Abai

    "Tidak ada," jawab Nita dengan singkat, kemudian melangkah keluar warung.Tidak ingin kehilangan jejak Nita, sekaligus diselimuti rasa penasaran yang tinggi, Fahmi segera mengikuti langkah Nita, dia ingin menanyakan berbagai hal pada istrinya tersebut."Saya permisi dulu, Bu," ucap Fahmi kala melewati tubuh Bu Zainal."Iya, Fahmi."Sekilas, Fahmi dapat menangkap adanya raut kekhawatiran yang terpancar di wajah Bu Zainal.Tentu saja, hal itu semakin menguatkan rasa penasaran yang sudah tertanam di dalam dirinya."Nita!" panggil Fahmi, ketika melihat istrinya berjalan ke kebun belakang rumahnya.Nita menoleh selama beberapa detik, kemudian kembali melanjutkan langkahnya."Ada apa, sih, Mas!""Nita, tolong jelaskan dulu pada Mas. Kamu, Mbak Tari dan Bu Zainal sedang membicarakan apa? Sebenarnya apa yang kalian bahas tadi?""Itu bukan urusan kamu, Mas! Lagipula, jangan pernah ikut campur dalam masalahku. Aku memang mau ikut denganmu, tetapi jangan harap kalau aku percaya dan sudah memaafk

  • KETIKA ISTRI SUDAH TIDAK BUTUH UANG GAJIAN SUAMI   Ketahuan

    Tidak ingin Fahmi membawa keluarga kecil ke kota tempatnya bekerja, Titi dan Martin sama-sama berpikir keras, mencari cara agar bisa menggagalkan rencana Fahmi.Titi dan Martin tidak ingin, jika uang yang selama ini mereka nikmati, hilang seketika hanya gara-gara Nita tidak tinggal dengan mereka lagi.Bugh!"Ibu!" pekik Martin, menarik perhatian semua orang termasuk Nita dan Tari. "Ya, ampun, Ibu, kenapa?" Martin berusaha mengangkat tubuh Ibunya yang tergeletak di tanah. Entah sengaja atau tidak, tetapi kepala Titi mengenai sebuah batu, hingga perempuan itu benar-benar kehilangan kesadaran.Semua orang begitu panik, termasuk Fahmi yang langsung berlari, menghampiri Ibunya. Fahmi dan Martin segera mengangkat tubuh Titi. Di saat itu pula, mereka melihat ada bercak darah yang tersisa di atas batu."Ya Tuhan, kenapa bisa seperti ini," raung Martin. Padahal sebenarnya dia yakin, kalau awalnya Ibunya tersebut hanya bersandiwara.Akan tetapi, sepertinya Ibunya tersebut tidak menyadari adan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status