#KETIKA_ISTRIKU_TAK_LAGI_CEREWET
"Malam ini aku pulang larut ya," pamitku pada Nia, istriku.
"Iya," jawabnya singkat.
Entah mengapa aku merasa ia akhir-akhir ini sedikit berubah. Biasanya ia akan selalu menanyakan alasan mengapa aku pulang larut atau apa yang aku kerjakan hingga aku harus lembur.
Namun, sudahlah karena aku pikir itu hal yang menguntungkan bagiku karena aku tak lagi harus pusing dengan ocehan dan omelannnya setiap hari.
"Oh iya, kamu masih punya uang belanja kan?" tanyaku lagi.
"Masih," jawabnya seraya tersenyum.
Meskipun aneh. Namun, aku merasa bahwa Mungkin dia mulai berubah dan mulai bisa membagi keuangan dengan baik.
Aku ingat bagaimana ia selalu menuntut banyak hal padaku, keuangan yang terus saja seolah tak pernah ada habisnya kebutuhan yang selalu saja ia ributkan setiap hari.
Kini aku merasa hidupku jauh lebih baik sejak ia tak banyak bicara dan tak banyak menuntut padaku.
Aku pamit padanya ketika ia tengah membereskan sisa makanan yang baru saja aku makan untuk sarapan pagi ini. Ia menyalamiku seperti biasa, mencium punggung tangan ku dan tersenyum melepas kepergianku pagi itu.
Aku dan Nia memang menikah belum terlalu lama baru tiga tahun dan belum di karuniai seorang anak.
Sesungguhnya ia adalah wanita yang manis di awal kami berdua saling menjalin hubungan hanya saja seiring berjalannya waktu ketika kami telah menikah dia mulai menunjukkan sifat buruknya.
Sering curiga, cemburu berlebihan dan terlalu posesif. Hal itu membuat aku bosan sehingga aku lebih sering berbohong padanya untuk bisa menghabiskan waktu di luar rumah hanya karena aku tidak ingin mendengar ocehannya di rumah.
Setelah sampai di kantor aku segera mengerjakan semua tugas tugas yang sudah atasan kuberikan karena aku hanyalah bekerja sebagai admin di salah satu perusahaan ternama di kota Jakarta.
Kini aku sudah tak lagi harus memberi kabar ketika aku sampai di kantor seperti sebelumnya saat istriku masih sering mengaturku untuk memberinya kabar kemanapun aku pergi dan ketika aku sampai di tempat tujuan.
Aku melirik benda pipih disampingku yang tergeletak di atas meja, tak ada notifikasi apapun seperti biasanya. Ini sudah hari ketiga setelah ia benar-benar berubah menjadi lebih pendiam.
Bahkan di jam makan siang ia tetap tak mengirimkan pesan seperti biasanya. Mengapa aku menjadi merindukan ocehan Nia?
[Mas, makan siang dulu ya ...]
[Mas, jangan lupa pulang baca bismillah dulu]
[Mas, makan di rumah ya. Aku udah masak makanan kesukaan kamu]
Aku baca lagi pesan dari Nia yang dulu sering aku abaikan entah mengapa tiba-tiba dadaku terasa sesak.
Sebenarnya Ia hanya ingin yang terbaik bagiku karena ia mencintaiku lalu mengapa aku justru mengabaikan dia selama ini?
Tanpa disadari niat tengah online saat ini dan hati ku mulai bertanya siapa yang telah Iya kirimin pesan? apakah ia tengah bertukar pesan dengan seseorang?
Awalnya aku memang begitu bahagia dan merasa bebas karena tak lagi mendengar rakitan dari Nia tapi entah mengapa kali ini aku sangat merindukan perhatiannya.
[Nanti pulang mau di beliin apa?]
Satu pesan aku kirim kepada Nia, aku berharap sikapku akan merubah sikap diamnya padaku. Aku rindu perhatian darinya. Seharusnya aku bisa lebih menyadari jika apa yang ia lakukan semata-mata untuk kebaikanku.
[Tidak perlu Mas, aku tak ingin merepotkan mu]
Ya Allah, apakah aku sudah melukai hatinya tanpa aku sadar? dulu saat ia ingin aku pulang membelikannya sesuatu, aku selalu berkata bahwa ia merepotkan aku dan kini semua kata-kata itu berbalik padaku.
Semoga aku belum terlambat untuk memperbaiki kesalahanku.
#KETIKA_ISTRIKU_TAK_LAGI_CEREWET#2Aku berjalan menuju kantin dengan perasaan kacau, entah bagaimana aku menggambarkan keadaan hatiku saat ini. Mengapa Nia bisa berusaha drastis seperti ini.Apa lebih baik aku mengajaknya jalan-jalan? atau membelikannya baju agar ia bisa lebih bahagia? Namun, itu pasti akan banyak menghabiskan pengeluaran. Tidak, tidak! bukan ide yang bagus."Mas, sore ini kita jalan kan?" tanya Widya, wanita yang selama ini menjadi penghibur di kala hatiku bosan pada Nia.Aku terkejut karena ia tiba-tiba datang di hadapanku. Biasanya, aku selalu mengajaknya ke kantin setiap hari. Namun, hari ini aku lalai menjemputnya karena pikiranku terhadap Nia.Wanita cantik di hadapanku itu duduk dan menghilangkan kaki jenjangnya, sungguh indah ciptaan Tuhan ini dan hebatnya ia mau menerimaku meski aku telah memiliki seorang istri.
Apakah ada pria yang sudah membuatnya nyaman? hingga ia bersikap seperti ini padaku? kurang ajar sekali dia berani menduakan aku!Tidak bisa di biarkan, aku harus menyelidiki nya. Aku bergegas mandi dan membersihkan diriku, sebelum akhirnya aku mencari ponsel milik istriku._____ponsel milik Nia, aku tak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Namun, aku tak berhenti mencaritahu karena aku yakin sekali ia telah dekat dengan seseorang hingga sikapnya berubah drastis.Tak dapat aku pungkiri, sikapku berubah pada Nia juga karena aku telah memiliki Widya dan saat itu aku benar-benar merasa sangat beruntung memiliki Widya.Mataku semakin membulat ketika melihat banyak bermacam foto pakaian dan tas yang menghiasi galeri milik Nia.Jadi, dia tengah memilih tas dan baju dan akan memintanya kepada selingkuhannya itu?Aah, munafik betul istriku ini.
Nia mengambil uang tersebut kemudian pergi tanpa mengucapkan banyak kata lagi. Aneh, benar-benar aneh istriku akhir-akhir ini.Aku kembali ke kamar dan melihat ranjang telah rapi, Nia memang selalu handal dalam membersihkan rumah dan memasak. Sebenarnya, ia istri yang sempurna jika saja ia tak cerewet. Namun, kini mengapa aku justru rindu pada sikapnya yang seperti dulu?_____"Sarapan sudah siap Mas," ucap Nia setelah ia selesai menyiapkan semua sarapan untukku.Aku beranjak dari tempat duduk di teras dan menghampirinya yang tengah duduk di meja makan. Ia memang selalu menemani aku sarapan, tak pernah sekalipun ia sibuk sendiri di saat aku sarapan."Kamu gak makan sekalian?" tanyaku ketika ia hanya menyediakan satu piring yaitu untukku."Mas aja dulu," jawabnya.Aku merasa ia hanya berbicara seperlunya padaku. Bahkan, ia pun jarang menat
Kali ini, aku tidak melihat sisi khawatir dari pertanyaan nya. Namun, aku melihat ia cemburu karena aku menyebut nama istriku."Ga apa-apa, aku mau kerja ya. Ngobrolnya nanti siang lagi," usirku.Widya nampak kesal dengan ucapanku, ia bahkan pergi seraya menghentakkan kakinya ke lantai. Entahlah, ternyata begini pusingnya memiliki dua wanita.______Setelah makan siang, aku berniat menelpon Nia untuk memastikan ia masih di rumah dan tidak bepergian kemanapun."Halo, kamu dimana?" tanyaku pada Nia."Dirumah!" jawabnya singkat.Seperti belakangan ini ia terus saja bersikap dingin padaku."Nyalain video nya!" perintahku.Hingga akhirnya kami saling bisa melihat satu sama lain ketika panggilan beralih ke video. Bodohnya, aku lupa jika ada Widya di sebelah ku sehingga aku sedikit menggeser tubuhku.
Ting!Satu foto masuk ke aplikasi pesan milikku. Foto tangan Widya yang di penuhi darah. Apa-apaan ini, Widya benar-benar bunuh diri!Aku putar kemudi ke arah apartemen Widya meski aku sudah hampir sampai di rumah. Saat ini, aku hanya takut Widya nekat dan benar-benar mengakhiri hidupnya.Sepertinya kami memang harus mengakhiri semuanya baik-baik. Atau mungkin, aku sudah terjebak dalam pemainan yang aku buat sendiri._____"Kamu gila ya!" teriakku saat sampai di apartemen Widya.Tangannya sudah berlumuran darah, ia bahkan tergeletak di lantai hampir saja kehabisan darah. Beruntung aku datang tepat waktu, jadi bisa segera membawanya ke klinik terdekat."Mas, kamu udah gak butuh aku kan. Jadi, buat apa aku hidup!" ucapnya seraya terisak.Aku benar-benar tak menyangka jika Widya mencintaiku sedalam itu. Bahkan, ia ingin
Kini, aku dalam posisi serba salah. Aku takut jika Widya akan mengancam bunuh diri lagi karena aku merasa bertanggung jawab atas dirinya meskipun aku bisa saja membiarkan dia mati tapi, aku rasa itu bukan pilihan yang baik.Aku harus segera mencari cara untuk lepas dari Widya bagaimanapun caranya aku harus secepatnya melepaskan dia sebelum dia tahu hubunganku dengan Widya.Atau bahkan sebelum rumah tanggaku dengan Nia benar-benar hancur karena aku sama sekali tidak ingin kehilangan istri sebaik dia._____Aku peluk tubuh Nia yang masih terlelap, ia bahkan tak menanggapi dan tetap tidur.Ketika aku berpura-pura tidur, Nia bangun dan melepaskan pelukanku. Ia menatap wajahku, kemudian bulir bening keluar dari kedua matanya.Aku semakin tak mengerti, apa ini ada hubungannya dengan sikap diamnya selama ini?"Kamu kenapa?" tanyaku y
Nia pergi setelah mengucapkan kalimat yang masih berusaha aku cerna. Ya Tuhan, apa Nia sudah tahu hubunganku dengan Widya? kenapa aku tidak terpikir sampai situ?"Nia!"Aku kejar langkahnya, hingga tiba di depan pintu. Seseorang berdiri disana, berhadapan dengan Nia tepat di depan pintu."Widya!"_____"Untuk apa kamu ke rumahku?" tanya Nia dengan nada sinis.Widya melirik koper yang ada di tangan Nia, kemudian berganti pandangan ke arahku."Bagus jika kamu mengaku kalah!" ucap Widya.Widya hendak masuk ke dalam rumah, tapi dengan Nia menahan dengan bahu kanannya. Mereka berdua saling pandang. Tatapan tajam yah begitu mengerikan.Ternyata dua orang wanita yang tengah kesal lebih menyeramkan dari pada pria yang tengah bertarung."Kalau kamu ingin pergi, pergilah!" usir Widya seraya melirik k
Widya menangis tersedu di depan lift sementara aku pergi meninggalkan Ia sendiri tanpa merasa bersalah atau pun merasa harus ada yang dipertanggungjawabkan dari hubungan kami berdua.Kini aku hanya tinggal meminta maaf pada Nia dan aku harap dia bisa memaafkan aku karena hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini.____Aku lajukan kendaraan lebih cepat dari biasanya karena aku ingin segera sampai di rumah dan cepat membicarakan semuanya.Sesampainya di rumah aku segera membuka pintu yang ternyata belum dikunci oleh Nia. Aku masuk perlahan, melangkahkan kaki dengan sangat hati-hati karena aku melihat Nia tengah duduk di ruang tamu seorang diri.Pandangannya kosong seolah ia tak memikirkan apapun atau mungkin ia terlalu lelah memikirkan semuanya."Sayang ..." panggilku seraya berjalan mendekat ke arahnya.Nia mendongak dan menatapku dengan ta