Home / Romansa / KETIKA SANG BILIONER BANGUN DARI KOMA / 5. Kamu Harus Cepat Sembuh!

Share

5. Kamu Harus Cepat Sembuh!

Author: ReyNotes
last update Last Updated: 2025-07-15 15:45:59

Bianca mundur beberapa langkah saat Taylor mendekat. Jelas, lelaki itu ingin memeluknya.

Bianca menggeleng pelan. “Aku sekarang adalah kakak iparmu. Jangan sampai ada yang melihat kita terlalu akrab.”

Mendengar itu, Taylor mendengus pelan. “Pernikahanmu dirahasiakan, Sayang. Setelah melahirkan anak Geo, kalian akan bercerai dan kita bisa menikah.”

Perut Bianca rasanya bergejolak aneh mendengar pernyataan Taylor. yang telah ia dengar berulang kali. Namun, ia memaksakan senyum dan mengangguk pelan.

“Aku pulang dulu. Tadi hanya pamit sebentar pada Auntie Marissa.”

Setelah mengatakan itu, Bianca segera meninggalkan Taylor sebelum benar-benar muntah di depan lelaki itu.

Saat melewati meja karyawan, ia mendengar obrolan yang menarik. Bianca sengaja memelankan langkah dengan fokus pada ponselnya.

“Taylor baru saja mentransfer uang sebesar seratus juta padaku.”

“Wah, kamu beruntung! Tuan Taylor benar-benar sudah bertekuk lutut padamu.”

Bianca mendesah dalam hati, lalu bergegas keluar dari gedung.

Ia tahu wanita yang menerima uang dari Taylor adalah sekretarisnya. Dan Bianca menduga, uang itu pasti dari uang 1 milyar yang diberikan Auntie Marissa untuknya.

Taylor benar-benar tidak tahu malu.

Tak lama, Bianca sampai di rumah kembali dengan kepala pening. Ia harus memutar otak bagaimana membantu Geo sembuh dan memberi Taylor pelajaran.

Bianca mendekati ranjang Geo. Mata lelaki itu terpejam, namun mata elang Bianca melihat tangan Geo meremas-remas bola terapi yang ia berikan semalam.

“Bagus. Latih terus tanganmu. Kamu harus cepat sembuh!” Bianca berkata tegas di telinga Geo.

Lelaki itu membuka mata dan menatap tajam Bianca, lalu memandang jendela. Ia memicing saat sinar matahari yang masuk melalui celah tirai menyilaukan matanya.

“Apa benar kamu takut sinar matahari?”

Geo mengedip dua kali.

“Tidak? Lalu kenapa semua tirai ini selalu tertutup? Kamu butuh sinar matahari, tau! Kulitmu pucat, persis mayat hidup,” gerutu Bianca.

Geo tampak tidak suka dengan pernyataan itu. Tapi, Bianca tak peduli.

Ia akan membuat Geo merasa tidak nyaman dengan keadaannya sekarang, hingga lelaki itu lebih berusaha untuk sembuh.

**

Dua minggu berlalu, Geo menampakkan perkembangan yang pesat.

Otot tangannya semakin kuat. Kulitnya pun tidak pucat lagi, karena setiap pagi dan sore, Bianca selalu menjemur Geo di dekat jendela.

Namun begitu, Geo masih belum mau keluarganya tahu ia semakin membaik. Mereka hanya tahu Geo bisa membuka mata saja. Apalagi, Taylor tidak pernah mendatangkan dokter dengan alasan tidak ada situasi yang mendesak.

Hingga suatu pagi, Taylor memergoki Bianca bicara pada Geo.

“Apa yang kamu lakukan, Bianca?!”

Sontak, kepala Bianca menoleh. Ia yang sedang duduk di pinggir ranjang Geo segera berdiri. Bahkan Geo yang sedang membuka mata pun menampakkan ekspresi terkejut.

Cepat, Taylor menghampiri ranjang yang berada persis di depan jendela. Ia mengamati Geo yang balas menatapnya.

“Kenapa ranjang Geo di sini? Apa yang ada di tangan Geo itu? Kenapa kamu tekuk-tekuk kaki Geo? Kamu nggak lihat wajah kakakku itu seperti ketakutan begitu?” cecar Taylor pada Bianca, seolah Bianca baru saja membuat Geo celaka.

Untungnya, otak Bianca mampu berpikir cepat.

“Kamu membuatku terkejut,” kata Bianca menggeleng dengan wajah masih tegang. “Aku pikir Madam Ana yang datang untuk membersihkan kamar.”

Taylor tampak tak peduli dengan ucapan Bianca.

“Ceritakan padaku apa yang terjadi di sini!” sentak Taylor dengan nada tinggi.

Bianca menghela napas panjang dan mengangguk, berusaha tenang. “Aku menggeser ranjang karena bagian kolongnya mau kubersihkan. Kaki Geo aku tekuk karena akan mengganti sprei.”

Lalu, Bianca mengambil bola terapi dari telapak tangan Geo. “Ini bola terapi milik Billy.”

“Jadi, kakakku sudah bisa menggerakkan tangannya?” Taylor memandang Geo dengan tatapan ngeri.

Bianca tidak menyahut. Ia terpaku di tempat saat Taylor menghampiri Geo lalu menggenggam tangan sang kakak.

“Kak? Bisa dengar aku?” Taylor mengguncang pelan tangan Geo.

Namun, Geo tidak memberikan respon apapun. Ia hanya menatap lurus dengan pandangan kosong, seolah ia tidak benar-benar berada di sana.

Taylor terus berusaha berkomunikasi, mengajaknya bicara sambil mengguncang pelan tangannya. Tetap saja, Geo tidak merespon sama sekali.

Taylor menghela napas lega. Ketegangan yang sempat ia rasakan perlahan memudar.

Geo masih belum mengalami perkembangan berarti. Bagi Taylor, itu adalah berita baik.

Pria itu lalu menatap Bianca. “Laporkan padaku jika ada perkembangan sekecil apapun.”

Bianca hanya mengangguk. Ia melirik Geo yang tak ada bedanya dengan patung hidup. Ia menyadari, Geo berusaha menyembunyikan kemajuan yang dialaminya.

Taylor lantas berjalan ke arah pintu, tapi berhenti saat teringat sesuatu. Ia menatap Bianca.

“Tadi aku datang untuk memberitahumu bahwa Madam Ana pulang kampung. Mama juga sedang melakukan perjalanan keluar negeri bersama Papi.”

“Oh.” Bianca lalu mengerutkan kening. “Lalu siapa yang menggantikan Madam Ana?”

Taylor menggeleng. “Tidak ada. Madam Ana bilang, kamu sudah terbiasa mengurus Geo. Tidak ada yang bisa kupercaya selain kamu, Bi.”

Saat Bianca masih mencerna ucapan Taylor, lelaki itu sudah pergi.

Beberapa menit kemudian, Bianca memutuskan keluar untuk mencari Taylor.

Lelaki itu ternyata berada di ruang kerja Geo. Ia sedang berusaha membuka brankas dan berkali-kali gagal. Dengan wajah kesal, Taylor beranjak ke meja dan membuka-buka lacinya.

“Taylor.” Bianca menyapa dengan senyum yang dibuat-buat. “Kamu sedang bekerja? Mau aku bantu?”

Taylor terlihat gelagapan. Namun berusaha menutupi kegugupan, Taylor menghampiri Bianca.

“Tak apa. Kamu temani Kak Geo saja.”

“Geo tidur. Lebih baik aku bersamamu, kan?” Bianca melembutkan suaranya.

Bianca lalu berjalan ke meja yang penuh dengan kertas. Taylor mendahului lalu merapikan kertas-kertas tersebut.

“Kamu mencari berkas penting, ya?” tebak Bianca.

Taylor terlihat berpikir sejenak, lalu mengangguk. Bianca menatap sekeliling.

“Seperti apa kertasnya? Akan aku bantu carikan.”

“Mmm... sebenarnya Mama minta aku mencarikan sertifikat perusahaan dan aset-aset Kak Geo. Aku nggak tau untuk apa, tapi aku hanya ingin membantu Mama saja.” Taylor berkata pelan. Kegugupannya masih begitu kentara.

“Oh, itu.” Bianca mengangguk pasti. “Aku tahu di mana tempatnya.”

Bianca membawa Taylor ke kamar Geo, lalu menunjuk satu lukisan besar di dinding.

“Surat-suratnya di sana.”

Taylor tahu di balik lukisan itu ada brankas milik Geo. Tetapi, dari mana Bianca tahu berkas-berkas yang ia cari ada di dalam sana?

“Kamu tau bagaimana membukanya?” Taylor bertanya pelan dan ragu.

“Tidak. Tapi, akan aku cari tau untukmu.” Bianca membalas lembut.

Saking senangnya, Taylor sampai memeluk Bianca dan mencium pipinya.

Bianca memaksakan senyum manis.

Mereka tak sadar mata Geo … terbuka.

Bianca menghela napas lega begitu Taylor pulang. Ia segera menutup rapat pintu kamar dan berjalan mendekati ranjang.

“Astaga!” pekik Bianca. Ia terkejut melihat Geo yang memicingkan mata padanya. Ekspresinya masam dan penuh penghakiman.

Namun, keterkejutan Bianca tidak berhenti di sana.

Jantungnya seolah mencelos saat Geo membuka mulut. Suaranya terdengar parau dan berat saat berusaha berbicara.

“Apa … yang kau … lakukan?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yiming
wuiihhh bisa ngomong tuh si geo??
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KETIKA SANG BILIONER BANGUN DARI KOMA   272. Perayaan Kesuksesan

    “Kamu ngobrol apa sama Nina, Sayang? Kayanya tegang banget?” Geo bertanya kala mereka sudah berada di mobil.“Ngomongin Taylor.”“Terus? Apa ada kemungkinan mereka berbaikan?”Bianca menggeleng. “Mungkin selama ini, Nina itu hidupnya lurus banget kali, ya. Tidak pernah ada masalah berat hingga mendengar kisah Taylor, dia jadi shock berat.”Geo mendengus. “Gimana kalo dia dengar kisahmu? Bisa pingsan kali. Tapi, aku yakin setiap orang yang memiliki masa kecil berat, saat dewasa bisa lebih matang pemikirannya.”Mereka terdiam sejenak. Bianca memainkan cincin pemberian Geo di jari manisnya. Geo benar, kalau dipikir-pikir, masa lalunya sangat berat dan ia ternyata bisa melewatinya.“Oh ya, terus Nina kaya kaget gitu pas aku bilang keluarga Willson mau jodohin Taylor sama seseorang.”Geo tergelak. “Gimana sih Nina itu. Jelas masih suka tapi baperan banget.”“Iya. Ribet sih kalau diterusin.”Selama perjalanan pulang, Geo sering kali menoleh menatap Bianca dan tersenyum. Sesekali, tangannya

  • KETIKA SANG BILIONER BANGUN DARI KOMA   271. Keberhasilan Bianca

    Bianca menutup berkas di mejanya. Ia mengangguk puas pada tim yang bekerja. Matanya berkaca-kaca terharu melihat perkembangan perusahaannya sendiri.“Teman-teman,” ucapnya sambil menatap seluruh ruangan. “Tahun ini kita berhasil menutup kontrak dengan tiga perusahaan besar, termasuk salah satu jaringan ritel internasional.”Tepuk tangan langsung menggema. Beberapa karyawan saling melakukan tos, yang lain bersorak pelan dengan raut bangga.Bianca melanjutkan dengan suara bergetar lembut. “Usaha ini awalnya aku lakukan sendiri. Tidak kusangka bisa berkembang seperti sekarang. Semua karena kerja keras kalian juga. Terima kasih, ya.”Ia lalu mengambil beberapa amplop putih dari meja. “Mulai bulan ini, seluruh tim akan menerima bonus performa — dan ini bukan yang terakhir. Aku ingin Blue and Grey Consultant jadi tempat di mana kerja dan prestasi setiap orang dihargai.”Sorakan semakin riuh. Salah satu karyawan, bahkan meneteskan air mata.Bianca tersenyum, matanya ikut berkaca. “Selamat me

  • KETIKA SANG BILIONER BANGUN DARI KOMA   270. Hanya Belum Menemukan yang Tepat

    Di ruang kerja mansion yang menghadap ke taman belakang, Geo tampak tengah memeriksa beberapa berkas ketika suara notifikasi panggilan video masuk dari Taylor. Ia langsung tersenyum dan mengangkat panggilan itu.“Ya, Taylor,” sapa Geo sambil bersandar santai di kursinya.“Masih kerja, Kak?”“Tidak juga. Bianca yang belum selesai. Kalau istriku sudah keluar ruang kerjanya, baru aku juga selesai.”“Oh, begitu cara kalian bersama.”“Mau tak mau, aku yang menyesuaikan. Perusahaan Bianca masih baru, jadi ia masih terus membimbing pegawai-pegawainya.”“Betul juga.”“Ada apa menelepon?”“Aku cuma mau cerita,” katanya ringan. “Kemarin ada kunjungan anak-anak TK ke perkebunan. Seru banget, Kak. Mereka menanam, siram air seenaknya, ada yang malah nyiram temannya.”“Hem... kunjungan edukasi untuk anak-anak TK itu baru p

  • KETIKA SANG BILIONER BANGUN DARI KOMA   269. Kunjungan Edukasi

    Beberapa hari setelah pertemuan di hypermart itu, Taylor datang berkunjung ke mansion keluarga Willson untuk mengantar persediaan buah dan sayuran. Mommy Marissa hanya mau menerima hasil kebun jika Taylor yang mengantar. Alasannya agar Taylor mengunjungi mereka secara berkala.Seperti biasa, Blue dan Grey langsung menyambutnya di halaman dengan semangat berlebihan.“Uncleee!” seru Grey sambil berlari kecil. “Kami dengar kamu ketemu Miss Dini!”Taylor yang baru saja turun dari mobil hanya bisa menatap dua keponakan itu dengan ekspresi tidak percaya.“Dari mana kalian tahu?” tanyanya sambil mengangkat alis.Blue menepuk dada bangga. “Miss Dini cerita di sekolah! Katanya dia ketemu uncle di Hypermart.”Taylor menghela napas. “Hmmm... lalu? Apa katanya lagi?”Grey menyengir lebar. “Hanya bilang ketemu dan saling menyapa.”Bianca datang membawa nampan jus buah.

  • KETIKA SANG BILIONER BANGUN DARI KOMA   268. Pertemuan Tak Terduga

    Bianca langsung menoleh dengan alis terangkat. “Apa?” tanyanya setengah tertawa, menatap Grey yang tengah mengunyah roti.Blue menambahkan cepat, “Iya, nanti kalau berhasil, Mommy jangan kaget, ya. Soalnya Miss Dini orangnya cantik dan baik banget.”Geo berhenti di tengah langkah, menatap dua anaknya dengan ekspresi geli. “Miss Dini... siapa lagi ini?”Blue menjawab tanpa ragu, “Guru baru kami di sekolah. Uncle Taylor cocok banget sama dia.”Bianca memegang pinggangnya, mendesah kesal mendengar pernyataan si kembar sulung. “Kalian berdua… kalian menjodohkan Uncle Taylor?”Grey mengangguk polos. “Iya. Soalnya Uncle Taylor kelihatan kesepian. Waktu di kebun aja dia cuma ngobrol sama tanaman.”“Iya.” Blue menyetujui ucapan adik kembarnya. “Masa katanya tanaman itu memang harus diajak ngomong, dipuji-puji biar daunnya bagus dan buahnya banyak. Aneh,

  • KETIKA SANG BILIONER BANGUN DARI KOMA   267. Canggung

    Taylor mengabaikan ucapan Blue. Ia menggiring keponakan-keponakannya ke mobil. Segera, Taylor mengarahkan kendaraannya ke perkebunan.“Kalau kalian lelah, tidur saja.” Taylor mengusak kepala Grey yang duduk di sampingnya.“Aku mau lihat jalanan. Lebih seru daripada tidur.” Grey menyahut.Taylor mengangguk. Ia melirik spion atas dan melihat Blue yang terlihat mengantuk meski matanya masih menatap keluar jendela.Sengaja, Taylor memutar lagu klasik agar keponakan-keponakannya tenang. Ia ingat di kamar si kembar Sky dan Blue selalu terdengar musik klasik untuk membuat mereka relax.Dan benar saja, setengah jam kemudian Blue dan Grey tertidur. Taylor menepi sebentar untuk menyelimuti tubuh keponakan-keponakannya. Lalu, ia kembali menyetir.Sorenya, udara di perkebunan milik Taylor terasa segar dan menenangkan. Kabut tipis membuat suasana syahdu, sementara suara gemericik air dari saluran irigasi kecil di samping rumah kaca menambah kesejukan suasana.Rumah besar bergaya tropis yang kini m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status