Bianca mundur beberapa langkah saat Taylor mendekat. Jelas, lelaki itu ingin memeluknya.
Bianca menggeleng pelan. “Aku sekarang adalah kakak iparmu. Jangan sampai ada yang melihat kita terlalu akrab.”
Mendengar itu, Taylor mendengus pelan. “Pernikahanmu dirahasiakan, Sayang. Setelah melahirkan anak Geo, kalian akan bercerai dan kita bisa menikah.”
Perut Bianca rasanya bergejolak aneh mendengar pernyataan Taylor. yang telah ia dengar berulang kali. Namun, ia memaksakan senyum dan mengangguk pelan.
“Aku pulang dulu. Tadi hanya pamit sebentar pada Auntie Marissa.”
Setelah mengatakan itu, Bianca segera meninggalkan Taylor sebelum benar-benar muntah di depan lelaki itu.
Saat melewati meja karyawan, ia mendengar obrolan yang menarik. Bianca sengaja memelankan langkah dengan fokus pada ponselnya.
“Taylor baru saja mentransfer uang sebesar seratus juta padaku.”
“Wah, kamu beruntung! Tuan Taylor benar-benar sudah bertekuk lutut padamu.”
Bianca mendesah dalam hati, lalu bergegas keluar dari gedung.
Ia tahu wanita yang menerima uang dari Taylor adalah sekretarisnya. Dan Bianca menduga, uang itu pasti dari uang 1 milyar yang diberikan Auntie Marissa untuknya.
Taylor benar-benar tidak tahu malu.
Tak lama, Bianca sampai di rumah kembali dengan kepala pening. Ia harus memutar otak bagaimana membantu Geo sembuh dan memberi Taylor pelajaran.
Bianca mendekati ranjang Geo. Mata lelaki itu terpejam, namun mata elang Bianca melihat tangan Geo meremas-remas bola terapi yang ia berikan semalam.
“Bagus. Latih terus tanganmu. Kamu harus cepat sembuh!” Bianca berkata tegas di telinga Geo.
Lelaki itu membuka mata dan menatap tajam Bianca, lalu memandang jendela. Ia memicing saat sinar matahari yang masuk melalui celah tirai menyilaukan matanya.
“Apa benar kamu takut sinar matahari?”
Geo mengedip dua kali.
“Tidak? Lalu kenapa semua tirai ini selalu tertutup? Kamu butuh sinar matahari, tau! Kulitmu pucat, persis mayat hidup,” gerutu Bianca.
Geo tampak tidak suka dengan pernyataan itu. Tapi, Bianca tak peduli.
Ia akan membuat Geo merasa tidak nyaman dengan keadaannya sekarang, hingga lelaki itu lebih berusaha untuk sembuh.
**
Dua minggu berlalu, Geo menampakkan perkembangan yang pesat.
Otot tangannya semakin kuat. Kulitnya pun tidak pucat lagi, karena setiap pagi dan sore, Bianca selalu menjemur Geo di dekat jendela.
Namun begitu, Geo masih belum mau keluarganya tahu ia semakin membaik. Mereka hanya tahu Geo bisa membuka mata saja. Apalagi, Taylor tidak pernah mendatangkan dokter dengan alasan tidak ada situasi yang mendesak.
Hingga suatu pagi, Taylor memergoki Bianca bicara pada Geo.
“Apa yang kamu lakukan, Bianca?!”
Sontak, kepala Bianca menoleh. Ia yang sedang duduk di pinggir ranjang Geo segera berdiri. Bahkan Geo yang sedang membuka mata pun menampakkan ekspresi terkejut.
Cepat, Taylor menghampiri ranjang yang berada persis di depan jendela. Ia mengamati Geo yang balas menatapnya.
“Kenapa ranjang Geo di sini? Apa yang ada di tangan Geo itu? Kenapa kamu tekuk-tekuk kaki Geo? Kamu nggak lihat wajah kakakku itu seperti ketakutan begitu?” cecar Taylor pada Bianca, seolah Bianca baru saja membuat Geo celaka.
Untungnya, otak Bianca mampu berpikir cepat.
“Kamu membuatku terkejut,” kata Bianca menggeleng dengan wajah masih tegang. “Aku pikir Madam Ana yang datang untuk membersihkan kamar.”
Taylor tampak tak peduli dengan ucapan Bianca.
“Ceritakan padaku apa yang terjadi di sini!” sentak Taylor dengan nada tinggi.
Bianca menghela napas panjang dan mengangguk, berusaha tenang. “Aku menggeser ranjang karena bagian kolongnya mau kubersihkan. Kaki Geo aku tekuk karena akan mengganti sprei.”
Lalu, Bianca mengambil bola terapi dari telapak tangan Geo. “Ini bola terapi milik Billy.”
“Jadi, kakakku sudah bisa menggerakkan tangannya?” Taylor memandang Geo dengan tatapan ngeri.
Bianca tidak menyahut. Ia terpaku di tempat saat Taylor menghampiri Geo lalu menggenggam tangan sang kakak.
“Kak? Bisa dengar aku?” Taylor mengguncang pelan tangan Geo.
Namun, Geo tidak memberikan respon apapun. Ia hanya menatap lurus dengan pandangan kosong, seolah ia tidak benar-benar berada di sana.
Taylor terus berusaha berkomunikasi, mengajaknya bicara sambil mengguncang pelan tangannya. Tetap saja, Geo tidak merespon sama sekali.
Taylor menghela napas lega. Ketegangan yang sempat ia rasakan perlahan memudar.
Geo masih belum mengalami perkembangan berarti. Bagi Taylor, itu adalah berita baik.
Pria itu lalu menatap Bianca. “Laporkan padaku jika ada perkembangan sekecil apapun.”
Bianca hanya mengangguk. Ia melirik Geo yang tak ada bedanya dengan patung hidup. Ia menyadari, Geo berusaha menyembunyikan kemajuan yang dialaminya.
Taylor lantas berjalan ke arah pintu, tapi berhenti saat teringat sesuatu. Ia menatap Bianca.
“Tadi aku datang untuk memberitahumu bahwa Madam Ana pulang kampung. Mama juga sedang melakukan perjalanan keluar negeri bersama Papi.”
“Oh.” Bianca lalu mengerutkan kening. “Lalu siapa yang menggantikan Madam Ana?”
Taylor menggeleng. “Tidak ada. Madam Ana bilang, kamu sudah terbiasa mengurus Geo. Tidak ada yang bisa kupercaya selain kamu, Bi.”
Saat Bianca masih mencerna ucapan Taylor, lelaki itu sudah pergi.
Beberapa menit kemudian, Bianca memutuskan keluar untuk mencari Taylor.
Lelaki itu ternyata berada di ruang kerja Geo. Ia sedang berusaha membuka brankas dan berkali-kali gagal. Dengan wajah kesal, Taylor beranjak ke meja dan membuka-buka lacinya.
“Taylor.” Bianca menyapa dengan senyum yang dibuat-buat. “Kamu sedang bekerja? Mau aku bantu?”
Taylor terlihat gelagapan. Namun berusaha menutupi kegugupan, Taylor menghampiri Bianca.
“Tak apa. Kamu temani Kak Geo saja.”
“Geo tidur. Lebih baik aku bersamamu, kan?” Bianca melembutkan suaranya.
Bianca lalu berjalan ke meja yang penuh dengan kertas. Taylor mendahului lalu merapikan kertas-kertas tersebut.
“Kamu mencari berkas penting, ya?” tebak Bianca.
Taylor terlihat berpikir sejenak, lalu mengangguk. Bianca menatap sekeliling.
“Seperti apa kertasnya? Akan aku bantu carikan.”
“Mmm... sebenarnya Mama minta aku mencarikan sertifikat perusahaan dan aset-aset Kak Geo. Aku nggak tau untuk apa, tapi aku hanya ingin membantu Mama saja.” Taylor berkata pelan. Kegugupannya masih begitu kentara.
“Oh, itu.” Bianca mengangguk pasti. “Aku tahu di mana tempatnya.”
Bianca membawa Taylor ke kamar Geo, lalu menunjuk satu lukisan besar di dinding.
“Surat-suratnya di sana.”
Taylor tahu di balik lukisan itu ada brankas milik Geo. Tetapi, dari mana Bianca tahu berkas-berkas yang ia cari ada di dalam sana?
“Kamu tau bagaimana membukanya?” Taylor bertanya pelan dan ragu.
“Tidak. Tapi, akan aku cari tau untukmu.” Bianca membalas lembut.
Saking senangnya, Taylor sampai memeluk Bianca dan mencium pipinya.
Bianca memaksakan senyum manis.
Mereka tak sadar mata Geo … terbuka.
Bianca menghela napas lega begitu Taylor pulang. Ia segera menutup rapat pintu kamar dan berjalan mendekati ranjang.
“Astaga!” pekik Bianca. Ia terkejut melihat Geo yang memicingkan mata padanya. Ekspresinya masam dan penuh penghakiman.
Namun, keterkejutan Bianca tidak berhenti di sana.
Jantungnya seolah mencelos saat Geo membuka mulut. Suaranya terdengar parau dan berat saat berusaha berbicara.
“Apa … yang kau … lakukan?”
Spontan, Bianca mendongak. Josh menatapnya dengan dahi berkerut."Kerja." Bianca membalas singkat.Tapi, kemudian matanya melirik seorang pelayan di belakang Josh. Pelayan itu membawa tongkat dan kursi roda."Maksudku, kenapa kerjanya di sini?""Geo lagi tidur. Di dalam gelap.""Hmm."Bianca melihat Josh menatap jam tangannya lalu meminta pelayan meletakkan tongkat dan kursi roda di samping pintu kamar Geo.Lelaki itu lalu ikut duduk di lantai di samping Bianca. "Aku tunggu Tuan Geo bangun saja."Bianca mengangguk. Kepalanya mengendik pada benda-benda yang dibawa Josh."Aku kaget tiba-tiba Geo bisa bicara. Lebih kaget lagi tadi pagi ia minta dipapah ke kamar mandi.""Tuan Geo sudah bisa melakukan itu sebelum pernikahan kalian."Bianca mendengus pelan. "Jadi selama ini kamu yang membantu pemulihannya? Kenapa dokter bisa tidak tau?"Josh tidak berkomentar membuat Bianca menggeleng samar. "Dia pintar sekali berpura-pura koma sampai semuamya nggak tau.""Kamu salah!" Josh meralat. "Dia m
Bianca kembali menatap layar tablet. Tanda tangan dan tulisan tangan di lembar peminjaman memang milik Billy.Tetap saja Bianca menggeleng tak percaya."Kenapa perusahaan membolehkan kakakku meminjam uang sebanyak ini? Aku tidak percaya. Data bisa direkayasa, bukan?""Kakakmu meminjam secara berkala." Geo menjawab santai. "Jumlah itu total peminjamannya.""Tapi, kenapa dikasih??" Bianca masih berusaha menyangkal."Aku hanya menerima laporan."Setiap kali Bianca bertanya, Geo hanya menjawab singkat. Tidak tau. Bianca jadi semakin kesal."Kakakku pinjam satu milyar dan kamu sebagai CEO perusahaan nggak tau? Gimana, sih?"Bianca menatap Geo yang memicing padanya. Sepertinya lelaki itu juga mulai kesal."Tanya sendiri pada Billy.""Oke. Aku pergi sekarang."Bianca membalik tubuh dan segera pergi. Namun belum ada lima menit, wanita itu masuk kembali dengan wajah memberengut."Sekuriti bilang aku tidak boleh keluar dari mansion ini.""Betul.""Kamu mau mengurungku di sini?""Kamu sendiri ya
Bianca mengerjapkan mata mendengar pertanyaan Geo. Netranya berputar ke sekitar ruangan. Apa ia tidak salah dengar? Apa benar Geo yang bicara dengannya barusan?“Kamu – Kamu bicara denganku?” terbata, Bianca menatap Geo dengan wajah tegang. “Sejak kapan kamu bisa bicara?”“A ... Aku tidak perlu menjelaskan apa pun padamu.” Masih dengan ekspresi masamnya, Geo lantas mendengus kasar. “Ke – Kenapa menikah denganku? Mau uang?”“Uang?” ulang Bianca.Belum hilang keterkejutan Bianca karena mendengar Geo bicara, sekarang ia lebih terkejut lagi mendengar tuduhan Geo.Boro-boro bertanya bagaimana Geo bisa bicara, Bianca kini malah panjang lebar menjelaskan bahwa ia hanya bermaksud membantu keluarga Willson.“Aku tidak per ... caya padamu.”Pernyataan Geo membuat Bianca melorotkan bahu. Ia sangat ingin bercerita tentang kebusukan Taylor yang berniat menipu keluarga Willson. Tetapi, ia masih perlu mengumpulkan banyak bukti.“Terserah. Tapi, semua sudah terlanjur. Orang tuamu sudah menikahkan kit
Bianca mundur beberapa langkah saat Taylor mendekat. Jelas, lelaki itu ingin memeluknya.Bianca menggeleng pelan. “Aku sekarang adalah kakak iparmu. Jangan sampai ada yang melihat kita terlalu akrab.”Mendengar itu, Taylor mendengus pelan. “Pernikahanmu dirahasiakan, Sayang. Setelah melahirkan anak Geo, kalian akan bercerai dan kita bisa menikah.”Perut Bianca rasanya bergejolak aneh mendengar pernyataan Taylor. yang telah ia dengar berulang kali. Namun, ia memaksakan senyum dan mengangguk pelan.“Aku pulang dulu. Tadi hanya pamit sebentar pada Auntie Marissa.”Setelah mengatakan itu, Bianca segera meninggalkan Taylor sebelum benar-benar muntah di depan lelaki itu.Saat melewati meja karyawan, ia mendengar obrolan yang menarik. Bianca sengaja memelankan langkah dengan fokus pada ponselnya.“Taylor baru saja mentransfer uang sebesar seratus juta padaku.”“Wah, kamu beruntung! Tuan Taylor benar-benar sudah bertekuk lutut padamu.”Bianca mendesah dalam hati, lalu bergegas keluar dari ged
“Astaga!”Bianca memegangi dadanya yang berdebar kencang melihat Geo menatapnya tajam.Setelah menetralkan debar jantungnya, Bianca berjalan menghampiri ranjang. Ia berdiri di sisi Geo dan saling berbalas tatapan dengannya.“Kamu butuh sesuatu?”Tentu saja Geo tidak bisa menjawab pertanyaan Bianca. Matanya hanya mengerjap-ngerjap dengan wajah datar.“Begini. Kedip satu kali kalau iya, kedip dua kali kalau tidak.” Bianca memberi perintah. “Sekarang jawab aku. Kamu butuh sesuatu?”Mata Geo berkedip-kedip dengan sering membuat Bianca mendengus kasar.“Kenapa nggak ngerti instruksiku barusan? Katanya kamu lulusan terbaik universitas terkenal. Bilioner termuda dan ....” Bianca berhenti mengoceh karena mendengar Geo menggeram pelan.“Wah... sudah bisa menggeram?” Bianca bertepuk tangan. “Kemajuan. Aku harus laporkan ini.”Lalu, Bianca melihat Geo mengedip dua kali. Kepala Bianca menggeleng. “Tidak? Kamu tidak mau orang lain tau kamu mengerti instruksi dan menggeram?”Geo mengedip satu kali.
Bianca mendengus kasar. Bertambah lagi cacat Taylor di matanya.Gadis itu lantas menjatuhkan bokong di sofa dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.Selama ini ia begitu bodoh karena percaya pada Taylor. Menyangka lelaki itu benar-benar jatuh cinta padanya adalah kesalahan besar. Bisa-bisanya ia percaya pada seorang penipu!‘Aku akan menggagalkan apa pun rencanamu, Taylor. Untuk itulah aku menikahi Geo agar bisa balas dendam padamu.’ Bianca bertekad dalam hati. Dia tidak akan diam saja dan membiarkan Taylor mempermainkannya seperti boneka yang bodoh.Sore harinya, pelayan bertubuh subur itu kembali masuk. Dengan ramah ia tersenyum dan menunduk santun pada Bianca.“Saya mau mengajari Nyonya cara memandikan Tuan Geo.” Pelayan itu berkata sambil mondar-mandir menyiapkan perlengkapan mandi.“Memandikan? Aku? Bukankah ada perawat?” tanya Bianca beruntun, tampak enggan.“Kami sudah tidak menggunakan perawat sejak tiga bulan lalu,” kata pelayan itu menjawab. “Saya Madam Ana, pengasuh Tuan G