"Kenapa kakinya Bang?" Denis menata heran, kaki Kakaknya yang berbalut kain kasa.
"Iya, kamu kenapa Niko?" bu Raya juga tampak penasaran. "Ini nih, ulah pembantu kesayangan Mama!" cetus pemuda berambut cepak itu, melirik kesal ke arah Sekar, yang sedang membuang sisa pecahan gelas, ke tempat sampah."Maksud kamu siapa sih?" tanya bu Raya, pura-pura tak tahu."Tuh!" Niko memonyongkan bibirnya, menunjuk Sekar."Ohh, jadi gara-gara Sekar lagi ya? kok bisa sih?" tanya bu Raya, merasa penasaran. "Dia jalan gak hati-hati, main tabrak orang saja, jadi pecah deh gelas yang di bawanya, beling nya kena kaki Niko nih!" jawab Niko, menunjukkan lukanya."Ya ampun. tapi sudah di obati kan?" tanya bu Raya, sambil sibuk meletakkan bunga-bunga baru ke dalam vas, yang ia letakkan di meja."Sudah. Pokoknya jangan dekatkan dia ke Niko Mah, bisa sial hidup Niko, kalau kayak gini terus. Kemarin muka di bonyokin, sekarang kaki hhuh!" gerutunya, tak selesai selesai."Jangan gitu Bang, entar Abang jatuh cinta lagi, sama dia!" ledek Denis tertawa, berderai-derai."Dihhh, ogah..Lo aja sono!!" jawab Niko, menimpuk adiknya dengan jeruk, yang ada di depannya. "Udah-udah, sarapan dulu gih, ini sayurnya yang masak Sekar lo, cobain deh, enak banget ini." ucap bu Raya, mendekatkan sayur sop, ke depan Niko, dan Denis. Sisil yang sedang mengepel di dekat situ, semakin panas hatinya, karena Mama kekasihnya, selalu memuji Sekar, Sekar, dan Sekar."Apa bagusnya sih, gadis kampung kayak dia!" gerutunya kesal."Gimana? enak kan?" tanya bu Raya, saat melihat kedua putranya tampak lahap, memakan makanannya."Mantab Mah, cocok nih buat dijadiin menantu Mama!" ucap Denis, melirik Kakaknya."Ehhh, kamu gak boleh mikirin itu dulu! kamu harus fokus kuliah!" seru bu Raya, menggoyang-goyangkan jari telunjuknya."Maksud Denis buat Bang Niko Mah, bukan buat Denis!" jawab pemuda yang lebih kurus dari kakaknya itu, tertawa keras.Niko hanya mencebikkan bibirnya, mendengar ucapan adiknya itu.."Bisa remuk seluruh badanku, kalau nikah sama dia!" cetusnya, membuat Denis semakin keras tertawa."Dah ah, buruan kalo mau ikut ke resto!" ajak Niko, kepada adiknya itu."Duh, Abang duluan deh, ntar Denis nyusul ya, ada tugas yang belum kelar nih!" seperti biasa, Denis akan selalu beralasan jika di ajak membantu ke resto.Karena setelah ini rumahnya akan sepi, dan ini kesempatan dia untuk mengajak Sisil keluar."Mending Abang ajak Sekar tuh, sama Tania, mereka pasti seneng, bisa jalan-jalan." cetus pemuda yang masih berusia 22 tahun itu, membuat mata Niko melotot."Gila apa?! ogah, yang ada entar gue semakin apes." ucapnya bergidik ngeri."Tapi Mama pikir, bagus juga itu ide Denis. Sudah lama juga kan, Tania gak pernah keluar? siapa tahu kali ini dia mau, di ajak jalan-jalan." timpal bu Raya, tampak berbinar senang. "Aduh, Mama apaan sih, lihat ni wajah ganteng Niko sekarang!" ucapnya menunjukkan wajahnya yang masih lebam."Trus, ini lagi!" tunjuk Niko, pada kakinya yang masih dibungkus perban."Yang ada entar Niko pulang tinggal nama doang Ma, kalau jalan sama dia!" seru pemuda berusia 30 tahun itu, kesal."Huss! ngomong apa sih kamu!" Bu Raya segera mendelik ke arah putra sulungnya itu."Tau nih Bang Niko, lebay banget! " ejek Denis, mencibir."Sudah, biar Mama suruh Sekar siap-siap." ucap bu Raya, tak mau di bantah lagi."Awas jatuh cinta entar sama si Sekar lo Bang!" ledek Denis, tertawa melihat kakaknya yang manyun."Berisik lo!" kesal Niko, kemudian melanjutkan sarapannya."Sekar..Sekar.." panggil bu Raya, pada pelayannya itu.Sekar yang tengah menyuapi Tania, segera beranjak bergegas menemui majikannya."Nggih Nyonya, ada apa ?" tanyanya, dengan logatnya yang masih kental dengan pedesaan."Kamu siap-siap sama Tania juga, ikut Mas Niko ke resto ya." ucap bu Raya."Eng tapi.." "Tapi apa?" Sekar melirik ke arah Niko, yang kemudian melotot kepadanya."Saya takut sama Mas Niko, Nyonya." jawab Sekar, segera mengalihkan pandangannya dari pemuda berwajah jutek itu."Takut? takut kenapa?" tanya bu Raya heran."Takut Mas Niko nya, marah-marah lagi Nyonya." jawabnya sambil melirik ke arah Niko."Sudah gak apa-apa. Memang gitu orangnya, tapi aslinya baik kok. Ya sudah sana buruan." perintah perempuan paruh baya itu, tak mau di bantah lagi. Mau tak mau, akhirnya Sekar menuruti perintah majikannya. Setelah selesai mengurus Tania, gadis dengan perawakan langsing, dan bertinggi sedang itu, segera mandi."Permisi Mbak, numpang lewat dulu." ucapnya, saat tiba-tiba Sisil menghadang langkahnya di dekat pintu kamar mandi. Sambil bersedekap angkuh, gadis dengan rambut di kuncir kuda itu, menatap nyalang ke arah Sekar. "Hehh, waktu itu sudah aku peringatkan kamu, untuk tidak mendekati Mas Denis ku!" serunya dengan wajah yang memuakkan."Maksud Mbak Sisil apa? saya gak ada dekatin Mas Denis kok." jawabnya, bingung."Alahhh, gak usah pura-pura bego deh, tadi pagi kamu ngapain berduaan dengan Mas Denis di dalam lift!? ayo ngaku!" cecar Sisil, sinis."Masya Allah Mbak Sisil, tadi itu Mas Denis cuma bantu saya, buat temuin kamarnya Oma, karena saya tidak tahu cara naik lift." jawab Sekar mulai paham, dan tersenyum. "Gak usah alesan ya! awas saja pokoknya! sekali lagi aku lihat kamu dekati Mas Denis! kamu tanggung aja, akibatnya!" seru Sisil, kemudian berlalu, sambil menabrakkan bahunya ke tubuh Sekar dengan kasar.Sekar yang sempat terdorong hingga menabrak dinding, hanya dapat tersenyum kecut, dengan perlakuan rekan kerjanya itu."Oalah, cemburu buta to, ceritanya!" kesalnya, segera masuk ke kamar mandi.****"Ckk lama banget sih!" gerutu Niko, yang sudah menunggu Sekar dan putrinya di teras.Sekar yang tengah menuntun Tania, hanya nyengir saja, tanpa menjawab ucapan anak majikannya itu.Karena Sekar tahu, di jawab dengan alasan apapun, Niko pasti akan tetap mengomel nya."Ayo buruan!" ucap Niko, setelah mencium pipi putrinya dengan gemas.Sekar pun segera mengikuti langkah pemuda jutek itu, sambil menggendong Tania, karena gadis kecil itu tampak merajuk, tidak mau berjalan sendiri."Ehhh, duduk belakang!" Niko segera menahan Sekar, yang hendak membuka pintu depan... Sekar yang teringat saat perjumpaan pertama kalinya dengan Niko, laki-laki itu marah, saat ia hendak duduk di belakang. Dan sekarang ketika ia mau duduk di depan, masih kena marah lagi."Ckk benar-benar mbingungi Mas Niko ini!" gerutunya, segera membuka pintu belakang, dan duduk di sana."Ingat, kamu jangan dekat-dekat aku nanti, bisa apes aku, kalau deket-deket sama kamu!" ucap Niko, masih menyimpan kesal."Nggih Mas." jawab Sekar, patuh.Niko pun kemudian segera melakukan mobilnya, dengan kecepatan sedang, menuju resto yang tengah ia tangani saat ini.Kebetulan resto yang akan ia datangi kali ini, tengah bermasalah.Karena jumlah pembeli yang terus menurun setiap harinya.Oleh karena itulah, Niko ingin melihat, sebenarnya apa akar masalahnya, biar bisa segera di atasi. Sesekali, lelaki berwajah tampan, dengan jambang tipis, yang menghiasi wajahnya itu, melirik ke belakang melalui kaca depannya, memperhatikan Sekar dan putrinya.'Andai kamu masih hidup, dan tetap berada di sisiku saat ini, Yuna.." gumamnya lirih, teringat dengan almarhumah istrinya, yang telah tiada.Tapi tiba-tiba pandangan keduanya bertemu di kaca spion itu, membuat Niko langsung salah tingkah."Awas, jangan sampai muntah di mobilku!" serunya, untuk menutupi rasa gugupnya, karena ketahuan telah memperhatikan secara diam-diam. Sekar seketika manyun, mendengar ucapan Niko.Niko segera berlari, mencari ruangan tempat Sekar berada."Sialan si Denis, ngapain juga dia malah masuk dan ikut menunggu Sekar di dalam!" geram Niko, merasa sangat marah."Sekar!!" Niko segera masuk, dan langsung menghampiri istrinya itu, dan menyuruh Denis untuk keluar."Ingat Denis, kamu hutang penjelasan, pada Abang nanti!" geramnya, menyuruh adiknya itu segera keluar dari ruangan. Denis hanya diam, dan pasrah saja saat abangnya itu, memarahi nya."Sayang, maafkan Mas ya, karena datang terlambat." bisik Niko, kemudian menciumi pipi sang istri. "Sakit Mas.." Sekar masih merintih kesakitan, dengan peluh yang sudah bercucuran."Dokter, bagaimana istri saya?" Niko tampak begitu panik, melihat kondisi istrinya, yang tampak begitu lemah."Ini sudah pembukaan 7 Pak, tapi dari satu jam yang lalu, istri Bapak pembukaannya tidak bertambah." jelas dokter "Terus bagaimana dokter?" tanya Niko panik.Sekar yang saat ini telah di pasang jarum infus, untuk menjaga staminanya dalam melahirkan,
Sekar menyilangkan kedua tangannya, di depan dadanya karena merasa sangat malu.Niko benar-benar tak percaya, melihat kecantikan Sekar, yang begitu memabukkan nya, malam itu.Gadis berbulu mata lentik itu, benar-benar berbeda saat mengenakan gaun, yang di pilihkan oleh Niko. "Sekar..." Niko segera menggeser posisi tubuhnya di ranjang, memberikan ruang untuk istri belia nya itu. "Kenapa harus di tutupi..?" bisik pemuda itu, dengan suara yang sudah terdengar berat, meraih kedua tangan istrinya."Saya malu Mas.." "Tidak usah malu, sekarang aku sudah menjadi suamimu, setiap hari juga bakalan lihat semuanya.." bujuk Niko, menyingkirkan tangan istrinya dari dadanya."Kamu pasti capek kan, mau Mas pijit?" tanya Niko, menawarkan dirinya, agar sang istri merasa lebih rileks."Memangnya Mas Niko, bisa?" tanya Sekar, tampak malu-malu. "Kalau buat istriku, aku jadi serba bisa, termasuk jadi tukang pijit kamu.." rayu Niko, membuat Sekar merasa tersanjung.Sekar tak menolak, saat kemudian Niko
"Sah?!" "Sah!!" helaan nafas lega, segera terdengar dari pemuda berhidung bangir itu, kemudian tersenyum tipis. Jambang dan kumis tipis, yang biasanya menghiasi wajahnya, kini telah tercukur bersih dari wajah tampannya itu.Sekar segera di tuntun menuju sang suami, untuk mencium tangan suaminya itu, sebagai bentuk awal baktinya seorang istri, terhadap suami.Tangan halus Sekar, terasa begitu dingin seperti es, saat menyalami tangan Niko, yang terasa sedikit basah karena berkeringat.Niko kemudian mendaratkan sebuah kecupan, di dahi Sekar.Cukup lama Niko mencium kening istri barunya itu, hingga kemudian bu Raya menjawil pinggang putranya, untuk menyudahi sesi cium kening.Semua orang tertawa cekikikan, menyaksikan itu. "Udah gak sabar kayaknya itu, mempelai laki-lakinya." celetuk kerabat Sekar, yang kemudian di sambut dengan tawa, oleh yang lainnya."Udah, langsung bawa ke kamar saja Mas.." celetuk mereka lagi, membuat wajah cantik Sekar, tampak memerah karena malu. Sedangkan Nik
"Mas Niko jorok ihhh!" seru Sekar, dengan wajah yang memerah, karena malu. "Kok jorok sih? kita kan mau beli Sekar, emangnya kamu gak pernah pake itu ya?" tanya Niko, jail."Auk ah..saya gak mau ke sana ah!" seru Sekar, kemudian membelok ke sebuah tempat duduk, dan duduk di sana.Niko menahan tawanya, melihat Sekar yang ngambek, dan tampak begitu malu, hanya karena di ajak membeli perangkat dalamannya. "Ya sudah kalau kamu gak mau, biar aku saja yang pilihkan, tapi coba aku lihat dulu, berapa kira-kira ukuran milik kamu itu..?" ucap Niko, menaik turunkan alisnya, membuat Sekar merasa geli sendiri, dengan ucapannya barusan."Mau lihat gimana? gak mau ah! jorok banget sih Mas Niko!" kesal gadis berwajah imut itu, bergidik ngeri. "Ya makanya, ayo kita pilih dulu sesuai dengan ukuran kamu. Yang tahu ukurannya kan cuma kamu, karena Mas belum pernah pegang, ataupun melihatnya." ucap Niko sambil nyengir.Sekar benar-benar merasa kesal sekaligus malu, dengan ucapan pria dewasa di depannya
"Ini beneran ya Mas? Kita mau ke kampung nanti malam?" tanya Sekar, saat pagi itu, Niko memintanya untuk bersiap."Ya bener lah Sekar.." jawab Niko, tersenyum geli, melihat Sekar yang terlihat panik."Tttapi, Mas Niko kan kakinya lagi sakit begitu.." jawab Sekar, menatap kaki Niko, yang masih terlihat membiru."Rasa sakitnya langsung hilang, setelah kamu pijat kemarin, ini cuma tinggal bekasnya aja." jawab Niko, mengusap kakinya itu, yang sebenarnya masih lumayan sakit."Masa sih Mas?" tanya Sekar tak percaya. "Ya beneran lah. Sepertinya tangan kamu itu memang mengandung obat deh!" gombal Niko, kemudian meraih tangan Sekar, dan menciumnya."Apaan sih Mas, pagi-pagi kok sudah gombal!" seru gadis bermata indah itu tersipu, kemudian berusaha menarik tangannya. "Hem! Niko! pagi-pagi sudah ngegombalin anak orang!" seru bu Raya, saat memergoki keduanya, yang tengah berduaan di teras belakang. Sekar yang malu, segera permisi untuk kembali ke dapur.Niko hanya menyeringai, mendengar ucapan
"Ihh geli Mas!" seru Sekar, berusaha melepas pegangan tangan Niko, dari perutnya."Udah ayo jalan, aku sudah lama gak naik motor, jadi takut jatuh kalau gak pegangan." jawab Niko modus, sembari tersenyum tipis. Akhirnya Sekar hanya diam, dan membiarkan pemuda itu melingkarkan tangannya di perutnya yang kecil.Hati Sekar tak karuan, tubuhnya terasa panas dingin saat tiba-tiba tangan hangat Niko, menyelusup masuk ke balik blus nya, sehingga kulit mereka bertemu.Nafas Sekar tertahan, tapi kini dia tengah berkendara, dan harus menjaga keseimbangan laju motornya.Niko seakan lupa diri dengan posisi mereka yang tengah berkendara, pemuda itu mengelus kulit perut Sekar yang terasa begitu halus di tangannya, sehingga membuat Sekar menjadi oleng dan menabrak sebuah pembatas jalan. "Aw!" seru Niko yang sudah terjatuh di aspal, dengan posisi kaki yang tertimpa motor.Untung saja jalanan tak terlalu ramai, orang-orang yang sedang berlalu lalang di sekitar situ, segera menolong mereka."Aduh, ma