Nadine menatap David tak percaya, apakah selama ini diam-diam suaminya mendambakan kehadiran anak di antara mereka? Apa yang harus ia lakukan sekarang? Gila! Ide David itu memang sangat gila. Bisa saja ia tidur dengan lelaki lain, tapi hasilnya pasti akan tetap sama. Dia tidak akan mungkin bisa hamil, karena pada kenyataan yang sebenarnya bukan David yang mandul. Tetapi dirinya yang tidak akan pernah bisa memberikan keturunan pada lelaki manapun.
Dengan wajah memerah menahan perasaan yang campur aduk, antara kesal, kecewa sekaligus juga bingung. Ia kesal karena David dengan mudahnya menyuruh tidur dengan lelaki lain. Kecewa karena ternyata cinta David tidak sebesar yang ia pikirkan. Jika David benar cinta, ia tidak akan pernah merelakan tubuh istrinya dinikmati oleh lelaki lain, apa lagi sampai mengandung. Bingung, karena ia tidak tau harus bagaimana menutupi rahasia yang sudah dua tahun ini ia tutupi.
"Kau tidak mencintai aku, Dave!" seru Nadine. David terdiam, ia tak mampu menatap wajah sang istri. Cinta? Apakah ia mencintai Nadine? Rasanya tidak pernah ada rasa spesial yang terasa. Dulu ia menikah karena orangtua mereka menjodohkan, bukan melalui proses pacaran pada umumnya.
Nadine dan David pertama kali bertemu saat perusahaan David mengontrak Nadine sebagai brand ambassador produk mereka. Saat itulah kedua orangtua mereka bertemu dan ternyata adalah sahabat lama. Lalu drama pun terjadi, kedua orangtua mereka sepakat menjodohkan David dengan Nadine. Bahkan pada saat malam pertama David mendapati bahwa Nadine sudah tidak suci lagi.
Tetapi, David tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Lebih tepatnya tidak peduli. Tidak ada rasa kecewa sama sekali karena ia merasa tidak pernah terkhianati sama sekali. Ia tidak pernah mengharapkan keperawanan Nadine, karena bagi David dia menikah hanya untuk membahagiakan kedua orangtuanya.
"Aku ... Bukan itu maksudku, Nad. Hanya dengan cara itu kau bisa memiliki anak dan kita bisa membahagiakan kedua orangtua kita."
"Tapi tidak dengan meminta aku untuk tidur dengan pria lain. Aku ini bukan wanita murahan, aku ini istrimu yang sah, Dave!"
"Lalu aku harus apa?! Mengatakan bahwa aku mandul, begitu? Aku yakin kedua orangtuamu akan langsung menyuruhmu menggugat cerai. Kau sendiri tidak pernah mau untuk adopsi anak, kan?"
"Aku tidak mau anak yang bukan darah dagingku! Tapi aku juga tidak mau mengandung benih dari lelaki lain!"
Ck ...
David mendecih, "Jangan munafik, Nad. Apa kau lupa jika kau sudah tidak perawan saat kita menikah? Aku tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Tetapi, aku menyimpulkan satu hal, kau tidak pernah mencintaiku. Kau mencintai orang lain lebih dari aku hingga kau menyerahkan kesucianmu kepada dia."
Perkataan David benar-benar menembus ke jantung Nadine membuat wanita itu tidak dapat mengatakan apapun lagi. David tidak berteriak, bahkan mengatakannya dengan sangat tenang. Tetapi, perkataan David itu membuat hati Nadine terasa sakit dan dipenuhi luka tak berdarah.
Jika saja keluarganya tidak dalam kesulitan keuangan tidak akan pernah terjadi pernikahan yang saat ini ia jalani. Pernikahan ini membuat Nadine terpaksa meninggalkan kekasih yang sangat ia cintai. Itu sebabnya Nadine ingin David juga merasakan sakit yang sama dengan sakit yang ia rasakan.
"Kenapa diam? Bukankah apa yang aku katakan tadi benar, Nad? Kau tanya apa aku cinta padamu, sekarang aku balik pertanyaan itu kepadamu. Apa kau cinta kepadaku? Jawabannya pasti tidak."
"Kau ...."
Nadine mengurungkan kalimat yang akan ia ucapkan. Wanita itu menghela napas panjang, "Bagaimana jika aku mengaku pada kedua orangtua kita bahwa aku yang mandul? Kau cukup menikahi seorang wanita yang tengah hamil tanpa suami. Lalu akui saja jika itu anakmu, aku akan bersandiwara berpura-pura berbesar hati untuk menerima jika kau menikah lagi demi anak."
David terdiam, pernikahan macam apa yang saat ini sedang mereka jalani? Penuh kepura-puraan dan juga sandiwara.
"Aku tidak peduli apa yang akan kau lakukan, Nad. Lakukan saja semaumu, aku sudah muak dengan semua kepura-puraan ini," kata David.
"Tapi, papi dan mamiku juga mau cucu, Dave!"
"LAKUKAN SEMAUMU SAJA! Kau mau mengakui jika kau yang mandul juga aku tidak peduli lagi!" seru David kesal kemudian beranjak pergi. Ia tidak peduli dengan meeting yang seharusnya ia hadiri.
Sementara Nadine hanya bisa menatap punggung suaminya dengan hati hancur. 'Jika aku hancur, kau harus lebih hancur dari aku, Dave,' batin Nadine.
****
_6 tahun yang lalu_
"Kau mau menerima perjodohan itu begitu saja?"
"Aku bisa apa, Mas? Kau masih kuliah, belum bisa membiayai apa lagi membantu keuangan papi dan mami. Saat ini, perusahaan papi dalam kondisi terjepit, Mas. Hanya dengan menikahi David perusahaan papi dapat terselamatkan," kata Nadine.
Air mata gadis itu sudah menetes sejak tadi. "Seharusnya aku tidak menerima kontrak dari perusahaan Daviid. Aku tidak tau jika ternyata kedua orangtuaku ternyata sahabat lama orangtua David."
"Aku punya tabungan yang mungkin bisa membantu papimu, sayang."
"Mas, aku tau tabungan itu untuk melanjutkan pendidikan S2-mu. Aku tidak akan tega jika kau memberikan uang itu. Lagi pula perusahaan papi butuh suntikan dana yang tidak sedikit."
"Tapi, aku mencintaimu, Nadine."
"Mas Dirga, aku juga mencintai dirimu. Jangan kau pikir aku tidak terluka," kata Nadine lirih disela isak tangisnya.
Dirga memeluk tubuh Nadine dengan erat, sungguh ia tidak mau kehilangan gadis yang sangat ia cintai itu.
"Apa kau sangat mencintai aku, Mas?" tanya Nadine di telinga Dirga. Pemuda berkulit putih itu mengangguk dan membelai rambut Nadine dengan lembut.
"Aku mencintaimu lebih dari apapun," kata Dirga.
"Kalau begitu, aku mohon ambillah kesucianku sekarang, Mas. Aku tidak rela memberikannya kepada orang yang tidak aku cintai."
Dirga mendorong tubuh Nadine, "Kau jangan gila, apa nanti kata suamimu? Bagaimana jika dia langsung menceraikan dirimu di malam pertama?"
Dirga menggelengkan kepalanya, ia tidak mengerti mengapa Nadine bisa senekad itu.
"Aku menjaga kesucian ini hanya untukmu, Mas. Hanya kau yang berhak untuk mengambilnya dariku."
Nadine sudah tidak peduli lagi, tanpa ragu gadis itu melepaskan semua yang melekat di tubuhnya. Dirga, ia hanya pemuda biasa. Ibarat kucing tidak akan menolak jika diberi ikan asin, apa lagi saat ini yang terhidang di hadapannya adalah ikan segar.
Meski pada awalnya ia mati-matian menolak, tapi ternyata nafsu lebih menguasai dirinya hingga akhirnya apa yang seharusnya tidak boleh terjadi di antara mereka pun terjadi. Keduanya pun saling memburu mencapai puncak kenikmatan. Hari itu Nadine menyerahkan kesuciannya kepada Dirga sang kekasih. Ia membiarkan madunya direguk tanpa ikatan yang sah, hanya dua minggu menjelang pernikahannya dengan David.
_28 TAHUN KEMUDIAN_ "Nggak punya mata?! Nggak liat ada manusia sebesar ini? Matanya di mana?" hardik Alexandra kesal. Hancur sudah penampilannya hari ini, padahal ia sudah berdandan sejak jam lima pagi. Hari ini wawancara kerjanya. Tapi, penampilannya rusak karena tersiram segelas kopi hitam. "Kau yang tidak punya mata, kalau mau melamun ya jangan sambil jalan. Melamun dulu, baru jalan, atau seharusnya tadi ketika kau bangun tidur ya habiskan lamunanmu dulu!" bentak pemuda yang baru saja Alexandra hardik. Pemuda itu sebenarnya sangat tampan, dengan tinggi sekitar 180 CM ia tampak begitu gagah. Matanya yang coklat, dengan alis tegas dan tebal, hidung mancung dan bibir yang begitu sensual untuk seorang pria. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau terpesona denganku, kan?" ujar pemuda itu sambil tersenyum nakal. Demi Tuhaaan, senyumnya membuat Alexandra terpukau, terlebih senyum p
Pagi itu jenazah Kadita dibawa pulang dari rumah sakiit dan langsung dimandikan untuk segera dimakamkan. Kinasih, Nadila dan Nadine turun tangan untuk memandikan jenazah Kadita."Mami masih tidak percaya nenekmu meninggal secepat ini. Padahal kondisinya sudah membaik bahkan sudah sembuh dari stroke yang dideritanya," kata Nadila pada Nadine."Tidak ada yang tau takdir Tuhan, Mami," ujar Nadine. Setelah dimandikan dan diberi kain kafan, jenazah pun langsung disalatkan dan langsung dibawa ke pemakaman. Arnold dan Sanjaya bahkan ikut membawa keranda dan juga masuk ke dalam lubang kubur untuk memakamkan jenazah Kadita. Sanjaya dan Arnold menatap tanah merah di hadapan mereka. Ayu, perawat Kadita pun tampak sangat terpukul dengan kepergian Kadita yang begitu mendadak. Sementara pelayat yang lain sudah pulang, keduanya masih berada di makam Kadita."Ibumu sudah tenang di sana," kata Arnold sambil
Liliana menatap Nadine, "Mbak, tapi ...."Dirga yang mengerti maksud Liliana tersenyum."Nadine memang mengalami anovulasi, Li. Tapi, bukan berarti tidak dapat disembuhkan. Saat ini kami sedang berobat supaya Nadine bisa hamil dan kami memiliki anak," jelas Dirga.Liliana hanya mengangguk-angguk, ia memang pernah membaca dari sebuah artikel tentang anovulasi. Dan memang bisa sembuh dengan cara terapi. Tak lama acara pun dimulai dengan doa- doa setelah itu barulah diteruskan dengan acara yang lainnya. Tampak Liliana dan David begitu bahagia. Tapi, tiba-tiba saja saat acara hampir selesai Kadita yang sedang duduk dan bicara dengan Kinasih memegangi dadanya dan jatuh pingsan. Sanjaya dan Arnold yang duduk tak jauh dari Kadita langsung menggendongnya dan membawa ke rumah sakit."Cinta sejati tidak akan pernah mati,meskipun orang yang kita cintai sudah tid
Arini benar-benar menepati perkataannya. Rumah Liliana mendadak ramai, dua kamar tamu terisi dan setiap hari ada saja yang membuat Liliana tertawa geli. Arini dan Kinasih dengan semangat membagi tugas. Arini merawat Liliana dengan jamu-jamu tradisional buatannya dan juga tak lupa mengoleskan obat buatannya ke perut Liliana. Setiap pagi, Arini akan membuatkan kunyit asam sirih untuk Liliana minum setiap hari. Selain itu untuk mengembalikan bentuk tubuh Liliana seperti semula, Arini membuat jamu dengan bahan-bahan yang terdiri dari 7 gram daun papaya, daun jinten, 10 gram kayu rapet, 10 gram daun sendok, 7 gram daun iler, 7 gram daun sambilonto dan 7 gram asam Jawa. Semua bahan-bahan ini ia tumbuk halus lalu direbus dalam dua gelas air hingga mendidih. Dan, Liliana mau tidak mau meminumnya sambil memejamkan mata. Ia sama sekali tidak bisa menolak, karena Arini akan menunggunya hingga m
Pagi itu Liliana terbangun dan ia merasa perutnya terasa sedikit sakit. Baru saja ia akan melaksanakan ibadah salat subuh, tapi rasa sakit di perutnya makin terasa. Perlahan, ia membangunkan David."Mas, perutku sakit ..." keluh Liliana. David langsung membuka matanya dan menatap istrinya yang meringis kesakitan. Ia bertambah panik saat melihat ada darah yang mengalir di kaki Liliana."Ya Allah, kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu, aku panaskan mobil sebentar." David langsung mengganti pakaiannya, dan ia berlari keluar kamar. Tuti yang melihat David panik langsung menghampiri."Ada apa, Pak?" tanyanya."Ibu mau lahiran. Cepat bawakan tas yang sudah di siapkan." Kinasih yang kebetulan baru bangun pun ikut panik dan segera membangunkan seisi rumah. Untung saja seminggu sebelumnya Kinasih berinsiatif untu
"Kau suka kamar baru kita?" tanya David."Aku suka, Mas. Aku suka halaman rumah yang asri dan teduh itu, saat melihat dari balkon, aku langsung melihat taman. Oya, Mas rumah lama kita kau jual?" tanya Liliana."Iya, saat ini masih dalam proses perbaikan. Jendela yang pecah dan kunci semua diganti. Kemarin, kata Mushi ada yang berminat tapi, dia mau supaya semua direnovasi terlebih dahulu.""Terimakasih, Mas. Kau sangat memikirkan aku. Kau tau bahwa aku mungkin akan sedikit merasa trauma di rumah itu. Dan, kau berinisiatif untuk membawaku pindah rumah. Terimakasih ya, Mas.""Sama-sama, sayang."“Tapi, perusahaanmu baru bangkit kembali. Itu pun uang dari Opa, kan? Apa tidak boros ... kau membeli rumah baru ini?” tanya Liliana. David menggelengkan kepalanya perlahan.“Rumah ini aku beli dari uang yang selama ini aku simpan ditambah uang dari papa. Papa dan Opa yang menyuruh untuk pindah. Tidak mengapa, sayang ... toh rumah lam
Sudah tiga hari Liliana dan David tinggal di hotel. Dan, pagi itu David dengan wajah ceria membawa kabar gembira untuk Liliana"Apa kita bisa segera cek out dari sini, Mas?" tanya Liliana."Hmm, besok ya sayang. Kejutanku besok baru siap. Jadi, ya kau bersabar saja sampai besok." Liliana hanya mengerutkan dahinya. Ia mulai curiga melihat gelagat David. Ia yakin, suaminya pasti sedang mempersiapkan sesuatu yang sama sekali tidak ia duga sebelumnya."Mas, beritahu aku kau sedang mempersiapkan apa? Kenapa aku tidak boleh pulang dulu sekarang?" tanya Liliana sambil duduk di atas pangkuan suaminya itu."Kau penasaran?""Ya jelas, Mas. Ayolah, kau ini jahat sekali. Selama beberapa hari ini, kau bahkan menyita ponsel milikku. Tidak boleh bicara dengan siapapun. Bahkan, aku tidak kau izinkan untuk sekedar berenang. Ayolah, Mas," rayu Liliana. David hanya terta
Selama dua hari Liliana tidak sadarkan diri, selama itu pula David menemani sang istri. Saat tersadar, Liliana menatap suaminya itu dengan perasaan haru sekaligus geli melihat lelaki gagah dan tampan yang ia cintai itu menangis."Kau ini lucu, Mas. Aku baik-baik saja. Sini, lebih baik kau menciumiku seperti tadi," jawab Liliana dengan suara lirih sambil menahan nyeri di punggungnya."Sakit, Sayang?""Pundakku nyeri, Mas.""Tentu saja, kau ini terkena peluru. Lain kali, jangan pernah melakukan hal seperti itu lagi," ucap David lirih."Lalu, apa aku harus diam saja melihat suamiku hampir celaka? Kalau kau mengatakan bahwa kau mencintaiku dan tidak mau aku celaka, aku juga mencintaimu, Mas. Dan, aku tidak mau suami ... ayah dari anakku celaka. Jadi, tolong jangan pernah lalai untuk menjaga dirimu sendiri." David terharu mendengar jawaban sang istri. David tidak pernah mengira bahwa Liliana
Dor! Leo melepaskan tembakan, peluru nya menyerempet kaki Liliana sehingga wanita itu merosot turun dan membuat Aryo kesulitan hingga akhirnya ia melepaskan Liliana dan mengeluarkan senjata api miliknya juga dan mengarahkan pada David yang lengah. Melihat suaminya dalam bahaya, Liliana tak mengindahkan rasa nyeri pada kakinya, dengan sekuat tenaga ia bangkit dan menghambur ke dalam pelukan David. Namun, sebuah peluru yang sudah terlanjur di lepaskan menembus ke punggung Liliana. Melihat itu, KOMPOL Leo melepaskan kembali tembakan untuk melumpuhkan Aryo dan Yudi. Sementara David yang melihat darah dari punggung Liliana meraung dan memeluk sang istri. Sanjaya segera berlari dan menghampiri David dan Liliana."Kita bawa istrimu ke rumah sakit, biar Bang Leo yang mengurus sisanya. Ayo, kau bawa ke mobilky, cepaaat Dave!!!" seru Sanjaya. David pun menurut dan segera menggendong Liliana ke dalam mob