Suasana yang tadinya penuh pergumulan panas kini berubah menjadi kepiluan. Dirga memeluk Nadine dengan erat, tak rela rasanya melepas gadis yang ia cintai menjadi milik orang lain.
"Aku bersumpah akan selalu setia kepadamu, Din. Kau tidak akan pernah menyesal sudah menyerahkan segalanya kepadaku. Maafkan aku yang tak berdaya ini. Kelak, jika aku mapan dan sudah menyelesaikan pendidikan S2-ku, aku akan selalu menunggumu kembali."
"Tidak, Mas. Jika kau menemukan gadis lain yang pantas untuk kau jadikan istri menikahlah. Jangan pedulikan aku," bisik Nadine lirih dalam dekapan Dirga.
"Jangan pernah melarang aku untuk selalu mencintai dan setia kepadamu," jawab Dirga sambil mengecup kening Nadine dengan penuh kasih sayang.
Hingga malam tiba, mereka mengulangi lagi permainan panas mereka. Nadine bersikeras meminta supaya Dirga membuahi rahimnya. Biarlah ia menikah dengan lelaki lain tapi, ia ingin mengandung dan membesarkan anak dari lelaki yang ia cintai. David kelak hanya akan mendapatkan sisa saja, itulah yang Nadine pikirkan.
***
Nadine menghela napas, apakah ini karma karena ia sudah berlaku curang kepada David? Selama 6 tahun ini, David tidak pernah bersikap kasar kepadanya. Tidak pernah juga marah, bahkan saat mendapati dirinya sudah tidak perawan disaat malam pertama lelaki itu tidak berkomentar apa-apa. Di depan kedua orangtua mereka pun sikap David selalu manis. Salahkah jika ia menghukum lelaki itu?
Tidak! Dia tidak salah, seandainya saja David sebagai lelaki tegas menolak perjodohan yang diinginkan kedua orangtua mereka. Maka ia tidak akan pernah menjadi istri dan masih bisa menunggu hingga Dirga menjadi dokter dan menikah dengannya.
BRAK!
Merasa kesal Nadine pun menggebrak meja dengan keras. Ia tiba-tiba teringat sesuatu, ah, kemana Liliana? Apa gadis itu benar-benar kelelahan dan mengambil cuti? Entah mengapa Nadine merasa perlu untuk menjenguk Liliana dan memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja. Ia pun segera meraih tasnya dan beranjak keluar dari ruangan kerja David.
Dengan mengemudikan sendiri mobil sport kesayangannya, Nadine menuju ke apartemen Liliana. Tepatnya apartemen milik David yang diberikan sebagai fasilitas kerja kepada Liliana. Dua tahun yang lalu saat Liliana melamar pekerjaan sebagai sekretaris, David dan Nadine sepakat untuk menerima gadis itu. Di antara para pelamar yang lain hanya Liliana yang fresh graduate. David dan Nadine sepakat untuk memberikan kesempatan kepada Liliana. Dan ternyata mereka tidak salah pilih.
Liliana gadis yang sangat gesit dan juga cekatan dalam bekerja. Ia sangat sopan dan juga berkekas, setidaknya itu penilaian Nadine. Awalnya Liliana kos tidak jauh dari kantor, tetapi Nadine membujuk David untuk memberikan fasilitas apartemen kepada Liliana.
"Dia itu sekretaris pribadimu, apa kata orang jika tau sekretaris pribadi seorang pengusaha besar sepertimu tinggal di tempat kos murahan." Hal itu dikatakan Nadine setelah mampir ke tempat kos Liliana pada satu kesempatan.
Tiba di gedung apartemen, Nadine segera naik melalui lift. Tidak hanya David yang memiliki akses ke apartemen itu, tetapi Nadine juga, karena apartemen itu adalah hadiah dari orangtua David untuk mereka.
Tidak seperti sang suami yang tanpa sopan santun langsung masuk ke dalam, Nadine memilih tetap membunyikan bel. Namun, setelah hampir 15 menit Liliana tidak keluar Nadine merasa khawatir dan ia pun langsung masuk. Tepat saat Nadine masuk ke kamar Liliana, ia melihat gadis itu sedang memegang pisau berniat untuk memotong nadinya sendiri.
Nadine langsung merampas pisau dari tangan Liliana dan melemparnya jauh-jauh.
PLAK! PLAK!
"Kau sudah gila, Liliana? Mau apa?!" hardik Nadine. Sementara Liliana hanya menangis sambil menggelengkan kepalanya.
"Kenapa Ibu halangi niat saya untuk mati, Bu?" tanya Liliana putus asa. Nadine mengembuskan napas dan memegang pipi Liliana memaksa gadis itu untuk menatapnya.
"Tatap mataku dan katakan apa kau benar-benar siap untuk mati? Lagi pula ini apartemen suami saya, tidak mungkin saya biarkan kau mati di sini!" bentak Nadine.
Liliana hanya mampu menangis, seandainya kau tau bahwa suamimulah yang membuat aku seperti ini, batin Liliana pilu. Melihat Liliana memangis, Nadine pun duduk di samping gadis itu dan memeluknya. Ia membiarkan tangis Liliana pecah di dadanya. Selama beberapa saat hanya terdengar isak tangis dan raungan Liliana. Sampai akhirnya raung dan tangisan itu mereda barulah Nadine melepaskan pelukannya.
"Aku sudah curiga sejak kemarin saat kita pulang dari Kupang, kau terlihat sangat murung. Sebenarnya ada apa?" tanya Nadine. Liliana menggelengkan kepalanya, tidak mungkin ia mengatakan bahwa David sudah memperkosanya. Ia tidak mau menghancurkan pernikahan orang lain dan dianggap merusak rumah tangga orang lain.
"Sa-saya hanya sedih saja, Bu."
"Sedih sampai mencoba untuk bunuh diri? Katakan padaku, jangan ragu. Jika aku bisa, aku akan membantumu."
"Ibu tidak akan bisa membantu saya, ini masalah harga diri dan kehormatan saya sebagai wanita, Bu."
Nadine mengerutkan dahi dan menautkan kedua alis matanya sambil memicingkan mata menatap Liliana. Ia berusaha mencerna apa yang gadis itu katakan.
"Kau dihamili pacarmu?" tanya Nadine tanpa basa basi. Liliana menggelengkan kepalanya, "Sa-saya tidak tau apa nantinya saya akan hamil atau tidak, Bu. Sa- saya ...."
"Saya kenapa, Li? Bicaralah!"
"Say- saya ... saya diperko-ko-kosa, Bu," jawab Liliana dengan suara tersendat. Nadine sontak terbelalak kaget , ia mengguncangkan tubuh Liliana perlahan.
"Katakan padaku siapa pelakunya? Apa di Kupang kemarin? Salah satu klien kita?" cecar Nadine.
Liliana hanya menggelengkan kepalanya membuat Nadine gemas.
"Kita akan menuntut keadilan untukmu, katakan siapa orangnya!"
"Saya tidak tau, Bu. Saya mabuk malam itu," jawab Liliana lirih. Lemaslah sudah seluruh tubuh Nadine. Sebagai sesama wanita, ia merasa sangat prihatin dengan apa yang sudah menimpa Liliana.
"Kau sama sekali tidak ingat,Li?" tanya Nadine dengan suara yang lebih lembut. Liliana menggeleng, dalam hati sebenarnya ia menjerit. Ingin sekali rasanya mengatakan bahwa Davidlah yang sudah memperkosanya dengan brutal. Tetapi, gadis itu tidak sampai hati. Biarlah ia menanggung sendiri rahasia ini.
"Bagaimana bisa kau sampai tidak tau?" tanya Nadine lagi. Liliana diam, ia bingung apa yang harus ia katakan untuk menutupi dusta yang sebelumnya?
"Waktu itu, saya mabuk dan mungkin saya tidak menutup pintu kamar saya dengan benar. Saat saya sadar, seluruh tubuh saya terutama ...."
"Apa ada darah?"
"I-iya ... dan pintu kamar saya memang sedikit terbuka, pakaian saya juga sudah ... sudah-"
"Sudah, jangan kau teruskan. Kita ke Kupang, kita bisa memeriksa rekaman CCTV di sana. Setiap lorong hotel itu ada CCTV, kita bisa tau siapa pelakunya yang sudah masuk ke kamarmu. Tetapi sebelumnya kita harus ke dokter untuk meminta hasil visum yang menyatakan kau mengalami pemerkosaan," kata Nadine.
_28 TAHUN KEMUDIAN_ "Nggak punya mata?! Nggak liat ada manusia sebesar ini? Matanya di mana?" hardik Alexandra kesal. Hancur sudah penampilannya hari ini, padahal ia sudah berdandan sejak jam lima pagi. Hari ini wawancara kerjanya. Tapi, penampilannya rusak karena tersiram segelas kopi hitam. "Kau yang tidak punya mata, kalau mau melamun ya jangan sambil jalan. Melamun dulu, baru jalan, atau seharusnya tadi ketika kau bangun tidur ya habiskan lamunanmu dulu!" bentak pemuda yang baru saja Alexandra hardik. Pemuda itu sebenarnya sangat tampan, dengan tinggi sekitar 180 CM ia tampak begitu gagah. Matanya yang coklat, dengan alis tegas dan tebal, hidung mancung dan bibir yang begitu sensual untuk seorang pria. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau terpesona denganku, kan?" ujar pemuda itu sambil tersenyum nakal. Demi Tuhaaan, senyumnya membuat Alexandra terpukau, terlebih senyum p
Pagi itu jenazah Kadita dibawa pulang dari rumah sakiit dan langsung dimandikan untuk segera dimakamkan. Kinasih, Nadila dan Nadine turun tangan untuk memandikan jenazah Kadita."Mami masih tidak percaya nenekmu meninggal secepat ini. Padahal kondisinya sudah membaik bahkan sudah sembuh dari stroke yang dideritanya," kata Nadila pada Nadine."Tidak ada yang tau takdir Tuhan, Mami," ujar Nadine. Setelah dimandikan dan diberi kain kafan, jenazah pun langsung disalatkan dan langsung dibawa ke pemakaman. Arnold dan Sanjaya bahkan ikut membawa keranda dan juga masuk ke dalam lubang kubur untuk memakamkan jenazah Kadita. Sanjaya dan Arnold menatap tanah merah di hadapan mereka. Ayu, perawat Kadita pun tampak sangat terpukul dengan kepergian Kadita yang begitu mendadak. Sementara pelayat yang lain sudah pulang, keduanya masih berada di makam Kadita."Ibumu sudah tenang di sana," kata Arnold sambil
Liliana menatap Nadine, "Mbak, tapi ...."Dirga yang mengerti maksud Liliana tersenyum."Nadine memang mengalami anovulasi, Li. Tapi, bukan berarti tidak dapat disembuhkan. Saat ini kami sedang berobat supaya Nadine bisa hamil dan kami memiliki anak," jelas Dirga.Liliana hanya mengangguk-angguk, ia memang pernah membaca dari sebuah artikel tentang anovulasi. Dan memang bisa sembuh dengan cara terapi. Tak lama acara pun dimulai dengan doa- doa setelah itu barulah diteruskan dengan acara yang lainnya. Tampak Liliana dan David begitu bahagia. Tapi, tiba-tiba saja saat acara hampir selesai Kadita yang sedang duduk dan bicara dengan Kinasih memegangi dadanya dan jatuh pingsan. Sanjaya dan Arnold yang duduk tak jauh dari Kadita langsung menggendongnya dan membawa ke rumah sakit."Cinta sejati tidak akan pernah mati,meskipun orang yang kita cintai sudah tid
Arini benar-benar menepati perkataannya. Rumah Liliana mendadak ramai, dua kamar tamu terisi dan setiap hari ada saja yang membuat Liliana tertawa geli. Arini dan Kinasih dengan semangat membagi tugas. Arini merawat Liliana dengan jamu-jamu tradisional buatannya dan juga tak lupa mengoleskan obat buatannya ke perut Liliana. Setiap pagi, Arini akan membuatkan kunyit asam sirih untuk Liliana minum setiap hari. Selain itu untuk mengembalikan bentuk tubuh Liliana seperti semula, Arini membuat jamu dengan bahan-bahan yang terdiri dari 7 gram daun papaya, daun jinten, 10 gram kayu rapet, 10 gram daun sendok, 7 gram daun iler, 7 gram daun sambilonto dan 7 gram asam Jawa. Semua bahan-bahan ini ia tumbuk halus lalu direbus dalam dua gelas air hingga mendidih. Dan, Liliana mau tidak mau meminumnya sambil memejamkan mata. Ia sama sekali tidak bisa menolak, karena Arini akan menunggunya hingga m
Pagi itu Liliana terbangun dan ia merasa perutnya terasa sedikit sakit. Baru saja ia akan melaksanakan ibadah salat subuh, tapi rasa sakit di perutnya makin terasa. Perlahan, ia membangunkan David."Mas, perutku sakit ..." keluh Liliana. David langsung membuka matanya dan menatap istrinya yang meringis kesakitan. Ia bertambah panik saat melihat ada darah yang mengalir di kaki Liliana."Ya Allah, kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu, aku panaskan mobil sebentar." David langsung mengganti pakaiannya, dan ia berlari keluar kamar. Tuti yang melihat David panik langsung menghampiri."Ada apa, Pak?" tanyanya."Ibu mau lahiran. Cepat bawakan tas yang sudah di siapkan." Kinasih yang kebetulan baru bangun pun ikut panik dan segera membangunkan seisi rumah. Untung saja seminggu sebelumnya Kinasih berinsiatif untu
"Kau suka kamar baru kita?" tanya David."Aku suka, Mas. Aku suka halaman rumah yang asri dan teduh itu, saat melihat dari balkon, aku langsung melihat taman. Oya, Mas rumah lama kita kau jual?" tanya Liliana."Iya, saat ini masih dalam proses perbaikan. Jendela yang pecah dan kunci semua diganti. Kemarin, kata Mushi ada yang berminat tapi, dia mau supaya semua direnovasi terlebih dahulu.""Terimakasih, Mas. Kau sangat memikirkan aku. Kau tau bahwa aku mungkin akan sedikit merasa trauma di rumah itu. Dan, kau berinisiatif untuk membawaku pindah rumah. Terimakasih ya, Mas.""Sama-sama, sayang."“Tapi, perusahaanmu baru bangkit kembali. Itu pun uang dari Opa, kan? Apa tidak boros ... kau membeli rumah baru ini?” tanya Liliana. David menggelengkan kepalanya perlahan.“Rumah ini aku beli dari uang yang selama ini aku simpan ditambah uang dari papa. Papa dan Opa yang menyuruh untuk pindah. Tidak mengapa, sayang ... toh rumah lam
Sudah tiga hari Liliana dan David tinggal di hotel. Dan, pagi itu David dengan wajah ceria membawa kabar gembira untuk Liliana"Apa kita bisa segera cek out dari sini, Mas?" tanya Liliana."Hmm, besok ya sayang. Kejutanku besok baru siap. Jadi, ya kau bersabar saja sampai besok." Liliana hanya mengerutkan dahinya. Ia mulai curiga melihat gelagat David. Ia yakin, suaminya pasti sedang mempersiapkan sesuatu yang sama sekali tidak ia duga sebelumnya."Mas, beritahu aku kau sedang mempersiapkan apa? Kenapa aku tidak boleh pulang dulu sekarang?" tanya Liliana sambil duduk di atas pangkuan suaminya itu."Kau penasaran?""Ya jelas, Mas. Ayolah, kau ini jahat sekali. Selama beberapa hari ini, kau bahkan menyita ponsel milikku. Tidak boleh bicara dengan siapapun. Bahkan, aku tidak kau izinkan untuk sekedar berenang. Ayolah, Mas," rayu Liliana. David hanya terta
Selama dua hari Liliana tidak sadarkan diri, selama itu pula David menemani sang istri. Saat tersadar, Liliana menatap suaminya itu dengan perasaan haru sekaligus geli melihat lelaki gagah dan tampan yang ia cintai itu menangis."Kau ini lucu, Mas. Aku baik-baik saja. Sini, lebih baik kau menciumiku seperti tadi," jawab Liliana dengan suara lirih sambil menahan nyeri di punggungnya."Sakit, Sayang?""Pundakku nyeri, Mas.""Tentu saja, kau ini terkena peluru. Lain kali, jangan pernah melakukan hal seperti itu lagi," ucap David lirih."Lalu, apa aku harus diam saja melihat suamiku hampir celaka? Kalau kau mengatakan bahwa kau mencintaiku dan tidak mau aku celaka, aku juga mencintaimu, Mas. Dan, aku tidak mau suami ... ayah dari anakku celaka. Jadi, tolong jangan pernah lalai untuk menjaga dirimu sendiri." David terharu mendengar jawaban sang istri. David tidak pernah mengira bahwa Liliana
Dor! Leo melepaskan tembakan, peluru nya menyerempet kaki Liliana sehingga wanita itu merosot turun dan membuat Aryo kesulitan hingga akhirnya ia melepaskan Liliana dan mengeluarkan senjata api miliknya juga dan mengarahkan pada David yang lengah. Melihat suaminya dalam bahaya, Liliana tak mengindahkan rasa nyeri pada kakinya, dengan sekuat tenaga ia bangkit dan menghambur ke dalam pelukan David. Namun, sebuah peluru yang sudah terlanjur di lepaskan menembus ke punggung Liliana. Melihat itu, KOMPOL Leo melepaskan kembali tembakan untuk melumpuhkan Aryo dan Yudi. Sementara David yang melihat darah dari punggung Liliana meraung dan memeluk sang istri. Sanjaya segera berlari dan menghampiri David dan Liliana."Kita bawa istrimu ke rumah sakit, biar Bang Leo yang mengurus sisanya. Ayo, kau bawa ke mobilky, cepaaat Dave!!!" seru Sanjaya. David pun menurut dan segera menggendong Liliana ke dalam mob