Petang itu dia sudah kembali dengan rapi dan bersih. Peter melakukan pekerjaan yang sangat baik dengan tanpa meninggalkan jejak sedikit pun atas pemerkosaan barusan. Tetapi, Sheira tidak lupa dengan yang terjadi. Ia terduduk di kamar mandi dengan memeluk lututnya. Wajahnya terbenam dan menangis hebat. Sendirian.
Tubuhnya sakit, dan ia masih mengingat wajah orang-orang bejat itu. Dan semua yang mereka lakukan padanya. Ia marah, sangat marah. Merasa jijik pada dirinya sendiri. Kotor dan hina! Ia mengutuk. Terutama pada si brengsek Alfons. Mulutnya tak bisa berkata apapun soal ramuan oblivate atau bagaimana dia diperkosa beramai-ramai.
Sheira sangat muak. Rasanya ingin mati saja. Belum pernah dia merasa semalu dan sehina ini seumur hidupnya.
Bagaimana pun caranya, dia akan membalas dendam
"Brengsek ...," lirih Sheira. Perlahan wajahnya mendongak. Meski matanya basah, kedua bola mata peraknya menyorot tajam penuh kebencian pada Alfons yang duduk di puncak sana. "Bajingan!" pekiknya kemudian."Diam!"Prajurit yang ada di belakangnya seketika menendang tengkuk Sheira keras dengan kaki kanannya."Ukh!"Hingga wanita itu jatuh terjerembab tengkurap dengan tangan terikat di belakang. Pasti sangat sakit hingga ia pingsan.Terdengar suara lengkingan pedang yang ditarik dari sarung."Aaaakh!" seru prajurit itu. Ia terjatuh.Entah bagaimana, itu semua terjadi secepat ki
"Dewa Hereus Yang Maha Bijaksana, Dewa Soloden Yang Maha Agung, Dewi Artenes Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hari ini dua jiwa ingin bersatu. Kekalkanlah mereka ... berkatilah selama-lamanya," ucap Pontifex pada air terjun kecil dengan kolam jernih di bawahnya.Itu adalah air ajaib yang konon katanya diberikan oleh para dewa. Tidak pernah keruh atau berlumut.Pontifex berbalik menghadap ke dua insan itu. Yang di sebelah kirinya adalah Yang Mulia Raja Ditrian. Memakai baju mewah dan jubah termahal dari bulu musang biru yang langka. Gagah sekali.Tetapi mempelainya hari itu, meskipun sudah dipakaikan gaun pengantin satin sutera berkelas, dengan sulaman emas daun di sana-sini, tetap buruk. Bahkan meski sudah ditutupi tudung pengantin, tetap bisa kelihatan kalau dia ini jelek sekal
Mencintai Sheira?Itu terngiang-ngiang dalam kepalanya. Selama menunggang kuda dari pelataran kuil hingga sampai ke komplek istana. Ucapan Pontifex tadi benar-benar melekat di otak. Setidak diinginkannya pernikahan itu oleh orang-orang. Ya bangsawan, Pontifex, bahkan Sheira sendiri. Hanya titah kaisar saja. Yang katanya itu dari dewa. Dia menebak, kaisar juga pasti masa bodoh Ditrian mau menikah dengan siapa. Atau bisa jadi memang betul, Kaisar Julius menikahkannya dengan Sheira hanya untuk menghinanya.Sebenarnya, apa yang sedang direncanakan oleh para dewa?Sesampainya di istana utama, salah satu pegawai istana mengatakan bahwa beberapa bangsawan tengah menunggunya. Ditrian menolak menemui mereka, karena sudah pasti orang-orang itu ingin mencecarnya.
Tepat waktu! Ditrian meraih tubuh mungil Sheira dan memeluknya, menarik ke belakang hingga mereka berdua terjatuh bersama di lantai balkon.Mungkin agak lama Ditrian mendekapnya. Erat sekali. Matanya memejam kuat dengan perasaan takut memenuhi kalbu. Dia terengah, tubuhnya nyaris gemetar."Apa yang kau lakukan?!" serunya cemas dengan suara parau.Tidak ada jawaban dari Sheira.Saat Ditrian membuka matanya, ia memperhatikan lekat-lekat. Wajah cantik wanita itu menatap kosong. Melamun. Seperti mayat hidup.Sementara itu angin kencang masih menghantam balkon. Dingin. Kulit Sheira juga nyaris beku."Sheira?" tanyanya. Wanita itu hanya d
"Berhutang?" tanya Everon. "Kau yakin?"Ditrian tidak menggeleng, tidak mengangguk juga."Berapa banyak?""Sampai semua orang bisa makan."Everon menghela nafas berat. "Mungkin partai bangsawan akan paham. Tapi kalau rakyat bagaimana? Kau harus meminta pajak dua kali lipat nantinya. Mereka itu bangga sekali padamu, pada kerajaan. Dewan Rakyat bisa menentang ini.""Aku akan buat mereka mengerti. Ini juga adalah usulanku. Toh ... ini cuma sementara. Saat ini yang paling mendesak adalah mengisi perut rakyat. Aku tidak mau membiarkan mereka kelaparan."Everon terlihat berpikir."Jika k
"T-Tuan Putri ... apa Anda benar-benar tidak mau menemui Yang Mulia?""Suruh dia pergi," ketusnya. Mata perak Sheira masih menancap tajam pada buku di depannya."Baik ...," Lady Emma mengangguk pasrah.Sudah hampir dua minggu. Akhirnya Putri Sheira mau makan dengan teratur dan baik. Dia juga sudah mau bicara sedikit demi sedikit. Meskipun dia tidak mau lagi menemui atau melihat sehelai rambut Raja Ditrian.Pria itu juga beberapa kali ingin menemuinya di siang bolong. Namun selalu ditolak oleh Sheira.Sebenci itu?Tentu saja dia sudah sebenci itu pada Ditrian! Sampai ke tulang-tulang! Sebelum mereka bertemu, sebelum mereka menikah, S
"Aku sangat merindukanmu," ucap Evelina dengan wajah cantik yang memelas. Gadis itu dan Raja Ditrian sedang berada di gazebo gading paviliun rumah kaca. "Aku khawatir padamu, sayang."Entah sejak kapan Evelina mulai berani memanggilnya dengan sebutan itu. Mereka sudah berhari-hari tidak bertemu. Ditrian sangat sibuk akhir-akhir ini."Aku tidak apa-apa, Lady," jawab Ditrian tenang. Sebuah senyum simpul tercipta di bibir merah alaminya."Tapi ... aku benar-benar khawatir," suara Evelina agak bergetar, seperti mau menangis. Jari-jarinya yang lentik menyeka ujung matanya yang tidak basah sama sekali. "Aku tahu kau pasti sangat lelah."Evelina menggenggam tangan kanan Ditrian dengan kedua tangannya.
"Apa maksudmu? Aku tidak pernah menuruti keinginan bocah tengik itu!"Sheira menghela nafas sejenak. "Bukan begitu. Kau tahu kan, Kerajaan Galdea dan Kekaisaran Revendel telah menjadi musuh bebuyutan selama berabad-abad?""Ya .... Lalu?""Kau pikir, kenapa tiba-tiba sekarang kalian bisa memenangkan perang?"Ditrian menggaruk kepalanya, tepat di belakang salah satu telinga anjing hitamnya."Mereka bilang karena aku yang mengambil alih pasukan kekaisaran ...," ucapnya tidak enak. Dia tidak bisa narsis.Sheira mengangguk-angguk. "Yah, karena itu juga sih. Tetapi, alasan yang lebih kuat adalah ... karena terjadi perebutan kekuasaan di kerajaan kami.""Perebutan kekuasaan?""Saat ayahku, mendiang raja terdahulu wafat, kakakku Reghar naik tahta. Partai bangsawan mendukungnya. Tetapi, paman kami, adik ayah tidak setuju. Dia menginginkan tahta kerajaan. Para bangsawan tidak menyukai paman, karena dia dinilai tidak mampu menjalankan pem