Share

BAB >< 008

Hal apa yang paling menyenangkan dari menjadi anak tunggal di keluarga kaya raya? Harta warisan yang sangat banyak bahkan lebih dari cukup untuk tujuh turunan?

Tapi, apa gunanya semua itu jika hidup tetap kesepian. Anak yang selalu ditinggal sendiri oleh orangtuanya karena sibuk bekerja akan menjadi anak yang penyendiri dan hilang kasih sayang.

Kebanyakan mungkin begitu, tapi bagi Atlan semua itu tidaklah ada bedanya.

Selama ini Atlan tidak pernah mempermasalahkan jika kedua orangtuanya terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bekerja, sehingga jarang berada di rumah dan hampir tidak pernah menemani Atlan bermain.

Dari kecil Atlan diasuh penuh oleh mamanya hanya sampai usia tiga tahun. Ketika Atlan kecil mulai masuk sekolah PAUD, segala keperluannya diambil alih oleh asisten rumah. Mulai dari memandikan, memberi makan, mendongengkan sebelum tidur, mengantar ke sekolah, sampai bermain semua dilakukan oleh asisten bundanya.

Tapi, tentu Firda dan Haidar sebagai orang tua Atlan tidak lepas tangan lantas menelantarkan putranya begitu saja. Sebab mereka selalu memenuhi segala kebutuhan yang Atlan perlukan. Mereka tidak pernah lupa merayakan ulangtahunnya, tidak pernah lupa mengucapkan selamat ketika putranya mendapatkan nilai bagus dan peringkat satu, atau mengajaknya liburan di akhir tahun.

Dan yang terpenting, Frida dan Haidar tidak pernah menekan Atlan mengikuti kemauan mereka. Atlan diberikan kepercayaan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri selama itu ke jalan yang benar. Termasuk ketika Atlan mengatakan ingin menjadi pemain bola daripada menggantikan papanya mengurus bisnis keluarga.

Tentu saja pribadi yang terbentuk di diri Atlan saat ini tidak lepas dari didikan kedua orangtuanya. Sehingga tidak ada alasan untuk menyesali takdir hidupnya sebagai anak tunggal. Meski kadang kesepian, tetapi Atlan tidak berlarut-larut dalam hal itu. Ia masih punya asisten di rumah yang bisa diajak bercanda. Ia memiliki teman yang tidak pernah menolak ketika diajak jalan bersama. Dan ia punya semua fasilitas yang bisa digunakan untuk membunuh rasa bosan.

Sebagai anak yang baik dan penurut di depan orangtua, Atlan selalu langsung pulang ke rumah setelah dari sekolah. Ia tidak akan berani keluyuran tanpa menyetor muka terlebih dahulu di rumah atau beberapa menit saja terlambat ponselnya akan langsung berdering dan mendapat panggilan dari sang bunda. Karena meski sibuk bekerja di luar, Frida tetap memperhatikan Atlan melalui asisten-asistennya di rumah.

Seperti hari-hari biasa, hari ini Atlan kembali memarkirkan mobilnya langsung di depan teras lalu asisten bundanya yang akan menyimpan kendaraan itu ke garasi.

Untuk masuk ke rumah, Atlan juga tidak perlu mengetuk atau membuka pintu sendiri. Karena selalu ada orang yang berjaga dan siap membukakan untuknya.

"Siang, Bi," sapa Atlan kepada Bi Rumi selaku asisten senior di rumah itu. Bi Rumi inilah yang sejak kecil mengurus keperluan Atlan hingga cowok itu mulai bisa mengurus diri sendiri.

"Siang, Den. Sini tasnya," kata Bi Rumi sambil meminta tas sekolah di punggung Atlan.

Atlan menolak memberikan dan langsung berjalan menuju tangga ke lantai dua. "Enggak usah, Bi. Atlan bisa sendiri."

Meski di sekolah Atlan terkenal sebagai cowok yang diidam-idamkan banyak cewek, bahkan dibangga-banggakan oleh guru atas kecerdasan juga prestasinya semua bidang, di rumah Atlan tetaplah yang paling muda dari semua penghuninya. Maka dari itu ia harus tetap menghormati orang yang lebih tua. Termasuk Bi Rumi.

Posisi wanita yang sudah berusia enam puluh tahunan itu sebagai asisten rumah tidak menjadikan Atlan bersikap semena-mena kepadanya. Ia tidak akan membebankan semua pekerjaan sekecil apapun kepada wanita paruh baya itu. Selama masih bisa ia kerjakan sendiri, maka ia akan lakukan. Termasuk membawa tasnya yang tak seberapa berat ke kamar.

"Oh iya, Bi. Apa Bunda menelepon?" Atlan berhenti ketika sudah sampai di pertengahan tangga.

Bi Rumi yang berdiri di bawah harus mendongak untuk melihat Atlan. "Tadi pagi nyonya menelepon, Den. Katanya sore ini akan pulang."

Dua hari kemarin, Haidar dan Frida sedang memeriksa bisnis mereka di Jakarta Pusat. Karena beberapa hal, mereka terpaksa menginap.

"Iya sudah, Bi. Tolong buatkan susu coklat dingin dan bawa ke kamar, yah."

"Bagaimana dengan makan siangnya. Apa Bibi bawakan ke kamar juga?"

"Gak usah, nanti saja Atlan makannya." Atlan segera berbalik dan melanjutkan langkah menaiki satu per satu tangga untuk tiba di lantai dua.

Rumah itu sebenarnya berlantai tiga, namun lantai teratas jarang dikunjungi. Dengan ukuran rumah yang sangat besar bak istana, banyak ruangan yang bisa dimuat di sana. Termasuk bioskop pribadi, ruang karaoke, perpustakaan, dan juga ruang fitness.

Dari arah tangga, Atlan berbelok mengambil jalan ke kanan untuk sampai di kamarnya. Dulu ketika masih kecil ia menempati kamar lantai bawah karena ditakutkan Atlan akan jatuh jika keseringan naik turun tangga. Namun ketika sudah duduk di bangku sekolah menengah pertama, ia pindah ke kamar atas dan kamarnya terdahulu kini menjadi kamar tamu.

Atlan membuka pintu kamarnya yang bercat coklat dan langsung disambut oleh wanginya pengharum ruangan. Meski ia meninggalkan kamarnya dalam kondisi berantakan, namun ia selalu mendapati kamar itu sudah rapi ketika pulang.

Kamar itu bersekat. Di sekat pertama terdapat kasur ukuran king dan nakas di samping kanan kirinya. Lalu ada meja belajar dan beberapa rak buku. Tak lupa sebuah televisi yang di bawahnya tergelar karpet bulu tebal dan satu sebuah sofa single.

Di sekat kedua adalah tempat di mana beberapa lemari disimpan. Ada tiga lemari yang saling bersusun. Satu yang paling besar sebagai tempat pakaian, satu untuk koleksi sepatu-sepatu mahal Atlan, dan satu lagi untuk beberapa aksesoris lain. Di sekat kedua ini juga kamar mandi berada di mana sampingnya terdapat jendela yang langsung mengarah ke halaman belakang.

Atlan baru saja akan mengganti pakaiannya, ketika terdengar suara ketukan. Disusul kemunculan Bi Rumi yang membawa segelas susu coklat dingin sesuai permintaan cowok itu.

"Bibi taruh di meja yah, Den," ujar Bi Rumi ketika tidak melihat keberadaan Atlan di sana. Ia berpikir mungkin Atlan di kamar mandi.

"Terima kasih, Bi." Atlan muncul setelah berganti pakaian.

"Makanannya juga sudah siap di meja makan. Den Atlan mau makan sekarang?" tanya Bi Rumi sebelum keluar dari kamar itu.

"Iya, Bi. Atlan segera turun."

Setelah Bi Rumi meninggalkan kamarnya, barulah Atlan menghampiri meja di mana wanita paruh baya itu meletakkan susu coklat miliknya. Atlan menenggaknya seperti meminum air putih. Ia bahkan mengabaikan rasa ngilu di giginya karena dingin es batu.

Atlan baru saja akan keluar kamar ketika ponselnya yang sejak tadi tergeletak di atas kasur berbunyi. Niatnya pun terhenti untuk mengangkat panggilan dari bundanya.

"Halo, Bunda," sapa Atlan.

Suara lembut dari seberang telepon langsung terdengar memenuhi telinganya. "Halo Sayang. Sore ini bunda sama ayah pulang, mau oleh-oleh apa?"

"Tidak ada. Bunda sama Ayah pulang dengan selamat saja sudah lebih dari cukup," balas cowok itu. Ia sungguh tidak menginginkan apapun.

"Baiklah, bunda akan belikan kue kesukaanmu saja kalau begitu," putus Frida.

Setelah itu panggilan langsung terputus. Padahal jarak dari Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan tidak begitu jauh. Namun, bundanya malah ingin membelikan oleh-oleh seolah mereka bepergian keluar negeri.

Ponsel yang sudah menggelap itu ia letakkan kembali di atas kasur kemudian keluar kamar untuk turun makan siang.

🥀🥀🥀

Fhyfhyt Safitri

14 November 2021

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status