Share

BAB >< 007

Selepas dari kantin, Atlan tidak langsung kembali ke kelas. Setelah tiba di anak tangga terakhir lantai tiga, cowok itu berbelok ke kanan. Di mana jalanan itu mengarah ke gudang dan rooftop. Lorong itu jarang terjamah, bahkan merupakan area bebas siswa-siswi. Karena gudang adalah tempat penyimpanan benda-benda penting sekolah. Siswa-siswi dilarang berkeliaran di sana untuk menghindari adanya oknum yang iseng merusak peralatan sekolah.

Tetapi meski sudah ada aturan agar menjauhi area itu, tetap saja ada siswa yang suka melanggar peraturan. Contoh kecilnya adalah Atlan. Cowok itu memang tidak ingin masuk ke gudang, melainkan ke tempat yang hampir tidak pernah didatangi siapapun selain dirinya, yaitu rooftop.

Atlan menaiki satu per satu tangga menuju rooftop tanpa halangan berarti hingga dirinya tiba di depan sebuah pintu. Dulunya pintu itu terkunci agar tidak ada seorang pun yang bisa masuk. Tetapi sekali lagi, Atlan selalu punya cara agar apa yang ia inginkan bisa terjadi. Termasuk membuka gembok pintu itu menggunakan kunci cadangan. Dari mana dia mendapatkannya, hanya dia dan Tuhan yang tahu.

Rooftop selalu menjadi tempat favorit Atlan sejak ia naik ke kelas dua belas. Mungkin selain dirinya, memang tidak ada orang yang berani datang ke sana.

Meski tempat itu panas karena tidak adanya atap sebagai peneduh, Atlan sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu. Karena angin sepoi-sepoi yang berhembus selalu berhasil membuatnya tenang.

Kakinya melangkah keluar hingga tiba di ujung rooftop. Ada sebuah palang setinggi pinggang sebagai pembatas dan Atlan selalu suka berdiri di dekat sana.

Dari ketinggian lantai tiga, Atlan bisa melihat beberapa titik tempat di SMA Pelita Husada. Seperti jika ia berdiri lurus menghadap ke depan ia bisa langsung melihat halaman samping sekolah yang juga berfungsi sebagai taman tempat siswa-siswi sering berkumpul. Lalu ketika ia membelokkan pandangan sedikit ke arah kanan, maka ia langsung dihadapkan dengan parkiran.

Meski keberadaannya cukup tinggi, tapi dengan penglihatan yang tajam, ia bisa menangkap keberadaan mobilnya terparkir rapi berjejer dengan mobil-mobil lain. Di depan parkiran mobil terdapat parkiran motor. Ketika ia mencoba untuk memperhatikan kendaraan roda dua yang sempat membuatnya mendapat perawatan di rumah sakit ketika SMP, matanya tak sengaja melihat sebuah motor berwarna merah jambu hasil modifikasi.

Pikiran Atlan langsung teringat pada kejadian dua hari lalu, di mana ia hampir saja membuat kesalahan besar dengan menabrak orang, lalu pergi tanpa meminta maaf. Atlan bukan sengaja melakukan itu, tapi sangat kebetulan waktunya bertepatan dengan Pak Tirta selaku guru pelatih olahraga futsal ingin bertemu dengannya. Yang ia pikirkan hanya bagaimana bisa segera sampai di sekolah hingga tidak menyadari kondisi sekitar.

Jika saja bukan karena Pak Joko, selaku security yang menegurnya ketika pulang sekolah, mungkin sampai sekarang Atlan tidak akan tahu kejadian itu.

Sampai saat ini, hal yang membuatnya belum meminta maaf karena ia tidak tahu siapa pemilik motor metic berwarna merah jambu itu. Atlan bisa saja menunggu di parkiran ketika jam pulang sekolah, tapi ia selalu kecolongan. Karena motor itu juga selalu tidak ada ketika ia tiba di sana.

Getaran yang berasal dariq saku celananya membuyarkan segala pemikiran tentang pemilik motor itu. Ia mengeluarkan ponsel lalu mengangkat panggilan dari Aydin.

"Di mana Lo?"

"Udah bel, Lo gak denger?"

Atlan melirik ke halaman samping sekolah yang berangsur sepi. Ia sama sekali tidak mendengar bunyi bel.

"Balik cepet, mau Lo dikeluarin dari pelajaran Pak Wahyu?"

"Iya, cerewet." Tanpa basa-basi Atlan langsung memutuskan sambungan.

Tanpa menyimpan kembali ponsel itu ke dalam saku celana, Atlan berbalik dan segera meninggalkan rooftop. Pintunya dibiarkan tidak terkunci karena ia tahu tidak ada siapapun yang akan datang ke sana kecuali Pak Joko untuk melakukan kunjungan sekali sebulan.

Setelah melewati gudang, Atlan sampai di lorong menuju kelas yang mulai sepi. Hanya ada beberapa siswa-siswi yang berkeliaran untuk masuk ke kelas masing-masing. Dan tanpa sengaja ia berpapasan dengan Neira juga Wawa di depan tangga.

Kedua gadis itu berlalu tanpa mengapanya. Meski mereka satu angkatan, tetapi mereka tidak cukup akrab untuk saling bicara. Jika bukan karena Neira adalah peraih juara tiga umum sejurusan IPA, atau sebagai perwakilan olimpiade biologi dua tahun lalu, mungkin Atlan tidak akan mengenal gadis itu. Sedangkan Wawa, Atlan mengenal gadis itu dari sahabatnya yaitu Aydin. Karena kedua orang itu selalu terlibat cekcok sejak kelas sebelas.

Atlan yang masih berdiri di depan tangga dikejutkan dengan kehadiran Ibu Rika. Guru mata pelajaran biologi itu menegur karena Atlan masih berkeliaran di luar ketika bel masuk sudah berbunyi.

"Masuk ke kelasmu, kalau dilihat Bu Yahya maka kamu akan dihukum." Bu Yahya adalah guru BK Pelita Husada.

"Iya, Bu," jawab Atlan.

Ibu Rika berlalu masuk ke kelas dua belas IPA dua, di mana ia mengajar. Barulah setelah itu Atlan juga masuk ke kelasnya di dua belas IPA satu.

Kedatangan Atlan disambut heboh oleh Aydin. Seperti ketika di telepon, Aydin kembali melayangkan pertanyaan tentang ke mana Atlan pergi tadi. "Jangan bilang Lo habis ngapelin cewek. Kelas berapa, jurusan apa, siapa nama dia?"

"Lo habis makan bakso atau ngemil oli sih, licin banget mulutnya. Nanya panjang lebar lagi."

"Halah, Lo kayak gak kenal gue aja. Kalo gak mau gue nanya-nanya lagi tinggal jawab. Selesai."

Bel masuk sudah berbunyi lima menit yang lalu, tetapi Pak Wahyu yang mengajar pelajaran matematika di kelasnya belum juga datang. Padahal Atlan sudah sangat ingin Aydin berhenti merecokinya.

Belum selesai dengan Aydin tiba-tiba seorang siswi menghampiri meja mereka sambil menyodorkan sebuah botol minuman kepada Atlan. "Tadi gue beli dua, buat Lo satu. Nih, ambil."

Aydin menyambar. "Buat gue gak ada, Ta?"

Jelita yang bernama lengkap Jelita Fauqisya Putri adalah teman satu kelas mereka, dan sudah lama gencar mendekati Atlan.

"Gak, ada!" balas Jelita ketus.

Aydin dengan mulut cabenya langsung berceloteh. "Denger yah, Ta. Kalo Lo naksir sama Atlan, Lo jangan cuma bersikap baik sama dia. Tapi sama gue selaku sahabatnya juga. Karena meski Atlan juga suka sama Lo, tapi tanpa restu dari gue, kalian juga gak bakal bisa jadian."

"Berisik deh Lo, gue gak butuh restu dari Lo yah. Jadi diem aja." Jelita hampir jengah meladeni Aydin yang selalu ikut campur dengan usahanya mendekati Atlan.

"Lah, si nenek sihir. Emang sebelas dua belas sama nenek lampir, yah," gerutu cowok itu.

"Selamat siang anak-anak."

Suara di depan kelas langsung membubarkan semua aktivitas di kelas itu. Termasuk Atlan dan Aydin yang memperbaiki posisi duduk mereka.

Sebelum kembali ke tempatnya, Jelita menyerahkan botol minuman itu secara paksa agar diterima oleh Atlan. Karena cowok itu tidak ingin ditegur oleh Pak Wahyu, ia pun menerimanya dan langsung memasukkan minuman itu ke laci Aydin.

"Biar kata Jelita cantik, dan dia juga sering nyogok pake minuman sama makanan. Pokoknya Lo jangan mudah luluh sama dia," bisik Aydin ketika Pak Wahyu berbicara di depan kelas mengenai pelajaran Minggu lalu.

"Berisik Lo, mending fokus."

Aydin menurut, ia tidak bisa leluasa bicara dengan Atlan jika yang mengajar adalah Pak Wahyu. Guru matematika mereka itu ibarat mempunyai indra pendengaran ganda yang bisa mendengar suara sekecil apapun. Akan sangat bahaya jika mereka ketahuan sedang mengobrol. Bisa-bisa mereka dijemur seperti ikan kering di bawah tiang bendera.

🥀🥀🥀

Fhyfhyt Safitri

13 November 2021

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status