Selepas dari kantin, Atlan tidak langsung kembali ke kelas. Setelah tiba di anak tangga terakhir lantai tiga, cowok itu berbelok ke kanan. Di mana jalanan itu mengarah ke gudang dan rooftop. Lorong itu jarang terjamah, bahkan merupakan area bebas siswa-siswi. Karena gudang adalah tempat penyimpanan benda-benda penting sekolah. Siswa-siswi dilarang berkeliaran di sana untuk menghindari adanya oknum yang iseng merusak peralatan sekolah.
Tetapi meski sudah ada aturan agar menjauhi area itu, tetap saja ada siswa yang suka melanggar peraturan. Contoh kecilnya adalah Atlan. Cowok itu memang tidak ingin masuk ke gudang, melainkan ke tempat yang hampir tidak pernah didatangi siapapun selain dirinya, yaitu rooftop.
Atlan menaiki satu per satu tangga menuju rooftop tanpa halangan berarti hingga dirinya tiba di depan sebuah pintu. Dulunya pintu itu terkunci agar tidak ada seorang pun yang bisa masuk. Tetapi sekali lagi, Atlan selalu punya cara agar apa yang ia inginkan bisa terjadi. Termasuk membuka gembok pintu itu menggunakan kunci cadangan. Dari mana dia mendapatkannya, hanya dia dan Tuhan yang tahu.
Rooftop selalu menjadi tempat favorit Atlan sejak ia naik ke kelas dua belas. Mungkin selain dirinya, memang tidak ada orang yang berani datang ke sana.
Meski tempat itu panas karena tidak adanya atap sebagai peneduh, Atlan sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu. Karena angin sepoi-sepoi yang berhembus selalu berhasil membuatnya tenang.
Kakinya melangkah keluar hingga tiba di ujung rooftop. Ada sebuah palang setinggi pinggang sebagai pembatas dan Atlan selalu suka berdiri di dekat sana.
Dari ketinggian lantai tiga, Atlan bisa melihat beberapa titik tempat di SMA Pelita Husada. Seperti jika ia berdiri lurus menghadap ke depan ia bisa langsung melihat halaman samping sekolah yang juga berfungsi sebagai taman tempat siswa-siswi sering berkumpul. Lalu ketika ia membelokkan pandangan sedikit ke arah kanan, maka ia langsung dihadapkan dengan parkiran.
Meski keberadaannya cukup tinggi, tapi dengan penglihatan yang tajam, ia bisa menangkap keberadaan mobilnya terparkir rapi berjejer dengan mobil-mobil lain. Di depan parkiran mobil terdapat parkiran motor. Ketika ia mencoba untuk memperhatikan kendaraan roda dua yang sempat membuatnya mendapat perawatan di rumah sakit ketika SMP, matanya tak sengaja melihat sebuah motor berwarna merah jambu hasil modifikasi.
Pikiran Atlan langsung teringat pada kejadian dua hari lalu, di mana ia hampir saja membuat kesalahan besar dengan menabrak orang, lalu pergi tanpa meminta maaf. Atlan bukan sengaja melakukan itu, tapi sangat kebetulan waktunya bertepatan dengan Pak Tirta selaku guru pelatih olahraga futsal ingin bertemu dengannya. Yang ia pikirkan hanya bagaimana bisa segera sampai di sekolah hingga tidak menyadari kondisi sekitar.
Jika saja bukan karena Pak Joko, selaku security yang menegurnya ketika pulang sekolah, mungkin sampai sekarang Atlan tidak akan tahu kejadian itu.
Sampai saat ini, hal yang membuatnya belum meminta maaf karena ia tidak tahu siapa pemilik motor metic berwarna merah jambu itu. Atlan bisa saja menunggu di parkiran ketika jam pulang sekolah, tapi ia selalu kecolongan. Karena motor itu juga selalu tidak ada ketika ia tiba di sana.
Getaran yang berasal dariq saku celananya membuyarkan segala pemikiran tentang pemilik motor itu. Ia mengeluarkan ponsel lalu mengangkat panggilan dari Aydin.
"Di mana Lo?"
"Udah bel, Lo gak denger?"
Atlan melirik ke halaman samping sekolah yang berangsur sepi. Ia sama sekali tidak mendengar bunyi bel.
"Balik cepet, mau Lo dikeluarin dari pelajaran Pak Wahyu?"
"Iya, cerewet." Tanpa basa-basi Atlan langsung memutuskan sambungan.
Tanpa menyimpan kembali ponsel itu ke dalam saku celana, Atlan berbalik dan segera meninggalkan rooftop. Pintunya dibiarkan tidak terkunci karena ia tahu tidak ada siapapun yang akan datang ke sana kecuali Pak Joko untuk melakukan kunjungan sekali sebulan.
Setelah melewati gudang, Atlan sampai di lorong menuju kelas yang mulai sepi. Hanya ada beberapa siswa-siswi yang berkeliaran untuk masuk ke kelas masing-masing. Dan tanpa sengaja ia berpapasan dengan Neira juga Wawa di depan tangga.
Kedua gadis itu berlalu tanpa mengapanya. Meski mereka satu angkatan, tetapi mereka tidak cukup akrab untuk saling bicara. Jika bukan karena Neira adalah peraih juara tiga umum sejurusan IPA, atau sebagai perwakilan olimpiade biologi dua tahun lalu, mungkin Atlan tidak akan mengenal gadis itu. Sedangkan Wawa, Atlan mengenal gadis itu dari sahabatnya yaitu Aydin. Karena kedua orang itu selalu terlibat cekcok sejak kelas sebelas.
Atlan yang masih berdiri di depan tangga dikejutkan dengan kehadiran Ibu Rika. Guru mata pelajaran biologi itu menegur karena Atlan masih berkeliaran di luar ketika bel masuk sudah berbunyi.
"Masuk ke kelasmu, kalau dilihat Bu Yahya maka kamu akan dihukum." Bu Yahya adalah guru BK Pelita Husada.
"Iya, Bu," jawab Atlan.
Ibu Rika berlalu masuk ke kelas dua belas IPA dua, di mana ia mengajar. Barulah setelah itu Atlan juga masuk ke kelasnya di dua belas IPA satu.
Kedatangan Atlan disambut heboh oleh Aydin. Seperti ketika di telepon, Aydin kembali melayangkan pertanyaan tentang ke mana Atlan pergi tadi. "Jangan bilang Lo habis ngapelin cewek. Kelas berapa, jurusan apa, siapa nama dia?"
"Lo habis makan bakso atau ngemil oli sih, licin banget mulutnya. Nanya panjang lebar lagi."
"Halah, Lo kayak gak kenal gue aja. Kalo gak mau gue nanya-nanya lagi tinggal jawab. Selesai."
Bel masuk sudah berbunyi lima menit yang lalu, tetapi Pak Wahyu yang mengajar pelajaran matematika di kelasnya belum juga datang. Padahal Atlan sudah sangat ingin Aydin berhenti merecokinya.
Belum selesai dengan Aydin tiba-tiba seorang siswi menghampiri meja mereka sambil menyodorkan sebuah botol minuman kepada Atlan. "Tadi gue beli dua, buat Lo satu. Nih, ambil."
Aydin menyambar. "Buat gue gak ada, Ta?"
Jelita yang bernama lengkap Jelita Fauqisya Putri adalah teman satu kelas mereka, dan sudah lama gencar mendekati Atlan.
"Gak, ada!" balas Jelita ketus.
Aydin dengan mulut cabenya langsung berceloteh. "Denger yah, Ta. Kalo Lo naksir sama Atlan, Lo jangan cuma bersikap baik sama dia. Tapi sama gue selaku sahabatnya juga. Karena meski Atlan juga suka sama Lo, tapi tanpa restu dari gue, kalian juga gak bakal bisa jadian."
"Berisik deh Lo, gue gak butuh restu dari Lo yah. Jadi diem aja." Jelita hampir jengah meladeni Aydin yang selalu ikut campur dengan usahanya mendekati Atlan.
"Lah, si nenek sihir. Emang sebelas dua belas sama nenek lampir, yah," gerutu cowok itu.
"Selamat siang anak-anak."
Suara di depan kelas langsung membubarkan semua aktivitas di kelas itu. Termasuk Atlan dan Aydin yang memperbaiki posisi duduk mereka.
Sebelum kembali ke tempatnya, Jelita menyerahkan botol minuman itu secara paksa agar diterima oleh Atlan. Karena cowok itu tidak ingin ditegur oleh Pak Wahyu, ia pun menerimanya dan langsung memasukkan minuman itu ke laci Aydin.
"Biar kata Jelita cantik, dan dia juga sering nyogok pake minuman sama makanan. Pokoknya Lo jangan mudah luluh sama dia," bisik Aydin ketika Pak Wahyu berbicara di depan kelas mengenai pelajaran Minggu lalu.
"Berisik Lo, mending fokus."
Aydin menurut, ia tidak bisa leluasa bicara dengan Atlan jika yang mengajar adalah Pak Wahyu. Guru matematika mereka itu ibarat mempunyai indra pendengaran ganda yang bisa mendengar suara sekecil apapun. Akan sangat bahaya jika mereka ketahuan sedang mengobrol. Bisa-bisa mereka dijemur seperti ikan kering di bawah tiang bendera.
🥀🥀🥀
Fhyfhyt Safitri
13 November 2021Kabar kelulusan Atlan dan Neira sudah sampai di telinga orang tua mereka. Di hari itu juga Haidar langsung merencanakan pesta kecil-kecilan. Namun, karena waktunya mendadak, mereka pun memutuskan untuk mengadakan pesta barbeque.Di halaman belakang kediaman Prayoga kini sudah diatur menjadi area untuk makan malam. Ada meja panjang dengan beberapa kursi juga yang tertata rapi di tengah halaman.Jika tahun lalu mereka selalu merayakan kenaikan kelas Atlan hanya bertiga, kini rumah itu menjadi begitu ramai. Bukan hanya karena kehadiran Neira, Elvina, dan Yasmin, tapi Wawa serta Aydin turut diundang.Jam delapan malam mereka sudah memulai. Atlan dan Aydin lah yang bertugas untuk memanggang daging sedangkan Neira dan Wawa menyiapkan nasi di meja. Lalu untuk para orang tua hanya tinggal menikmati."Ini apinya gak bisa dibesarin lagi apa? Udah ngiler banget gue," kata Aydin tak sabar melihat daging yang sudah matang menyeruakkan bau sedap."Kalo mau hangu
Neira yang awalnya ingin ke dapur terpaksa harus membelokkan langkahnya ketika mendengar suara bel berbunyi. Saat membuka pintu ia terkejut dengan kehadiran dua orang yang berdiri di hadapannya sambil memasang cengiran. Kening Neira mengkerut. "Kalian datang berdua?" "Enggak seperti yang Lo pikir." Wawa langsung mengelak atas apapun yang mungkin Neira pikirkan ketika melihatnya datang bersama Aydin. "Dia yang ngikutin gue." "Kepedean Lo. Gue ke sini buat ketemu Atlan. Nei, Atlan ada, kan?" tanya Aydin kepada Neira. Neira yang masih berusaha mengerti situasi hanya bisa mengangguk. "Ya kenapa Lo mau ketemu Atlan pas banget gue datang ke sini. Kan Lo bisa datang besok atau lusa gitu." "Suka-suka gue, lah. Yang punya rumah juga gak permasalahin gue mau datang kapan." Aydin langsung bergegas masuk ketika melihat Wawa membuka mulutnya. "Gak sopan main nyelonong masuk tanpa izin," teriak Wawa yang berhasil terpancing emosi oleh Aydin.
Mobil Atlan berhenti di depan teras rumah disusul mobil yang membawa Frida dan Elvina selanjutnya.Atlan buru-buru melepas safety belt-nya, lalu keluar dari mobil. Ia berputar menuju pintu bagian penumpang lalu menuntun Neira turun dari kursinya.Frida serta Elvina yang juga sudah turun dari mobil menunggu keduanya di teras dan akan bersama-sama masuk ke dalam rumah. Tapi, belum sempat mereka melewati pintu tiba-tiba terdengar suara teriakan seseorang dari belakang."Berhenti!"Semua orang sontak berbalik lalu terkejut mendapati keberadaan Jelita di sana."Jelita, sedang apa kamu di sini?" tanya Elvina heran.Pikiran Frida penuh akan pertanyaan tentang siapa gadis yang berdiri di depan mereka saat ini, dan pertanyaan itu langsung terjawab ketika Jelita angkat bicara."Kenapa Tante penjarain papa Jelita?" Suara Jelita tinggi sarat akan kemarahan. "Apa belum cukup, dengan kepergian Mama, sampai Tante juga mau pisahin Papa dari aku?"
Elvina mengakhiri pembicaraannya bersama Frida di telepon. Baru saja besannya itu memberikan informasi bahwa Bagaskara sudah ditangkap dan kini berada di kantor polisi.Seketika ia tidak tahu bagaimana perasaannya, antara ingin senang atau sedih.Bagaskara memang sudah dilaporkan atas dua tuduhan. Yaitu sengaja mencelakai Ferdinand serta melakukan penipuan atas pembelian saham perusahaan pria itu.Namun, yang melaporkannya adalah Haidar dan Frida. Sebab, Elvina merasa tidak tega melawan kakak iparnya sendiri di pengadilan nanti.Sekarang ia pun kebingungan mencari cara untuk mengatakan kepada Neira, sebab gadis itu sama sekali tidak tahu rencana pelaporan omnya tersebut.Saat ini Neira sedang menemani Yasmin bermain di ruang keluarga. Dan ia pun terpaksa harus mengganggu aktivitas kedua putrinya.Ketika membuka pintu, Elvina mendapati Yasmin duduk melantai bersama beberapa boneka barbie-nya. Sedangkan Neira berada di sofa sambi
Atlan sudah rapi dengan pakaiannya, kini ia sedang menunggu Neira di ruang tamu. Hari ini mereka akan mendatangi book shop untuk membeli beberapa buku persiapan ujian. Meski mereka di skors dan tidak menerima pelajaran dari sekolah, keduanya tetap bisa belajar dari rumah.Sebenarnya perasaan Neira masih belum membaik setelah kejadian kemarin, tapi Atlan berusaha menghibur gadis itu dengan cara mengajaknya jalan-jalan. Dan, ide brilian Atlan yang tidak mungkin ditolak oleh Neira adalah dengan membeli buku. Sebab, gadis itu selalu menyukai hal yang berhubungan dengan buku.Tak seberapa lama kemudian Neira datang dengan setelah dress selututnya. Hal yang sempat membuat Atlan terdiam beberapa saat karena terkesima. Atlan tidak bisa mengelak bahwa penampilan Neira saat ini sangat cantik."Duh, cantiknya menantu bunda. Mau ke mana, jalan-jalan, yah?" Frida yang datang dari arah taman samping menghampiri keduanya."Kami mau beli buku, Bunda," jawab Neira sedikit
Setelah kepergian Bagas, mereka kembali ke ruang kerja Ferdinand. Tapi, hanya Neira, Elvina, dan Frida karena Haidar sudah pulang lebih dulu untuk pergi menemui kliennya.Sejak tadi Neira sudah menahan rasa penasarannya. Baik Elvina maupun Frida menyadari hal itu tapi tetap berpura-pura tidak tahu. Sampai akhirnya Neira pun menuntut penjelasan, dan keduanya tidak bisa mengelak lagi."Aku ngerasa Mama sama Bunda lagi nutupin sesuatu." Neira memandang Elvina dan Frida secara bergantian. Di mana kedua wanita itu pergi ke tempat berbeda. Jika Frida kembali ke sofa untuk duduk, Elvina sendiri menghampiri meja kerja Ferdinand untuk melakukan panggilan kepada Nimas."Apa yang kalian sembunyiin? Dan kenapa aku gak dikasih tau?" tanyanya."Neira, duduk sini. Kamu gak capek berdiri terus?" panggil Frida. Ia mengambil salah satu cangkir kopi susu yang tadi dibawa OB. Meski sudah tidak sehangat tadi, ia tetap meminumnya.Neira menurut tanpa banya