Beranda / Romansa / KOMENTAR IPAR DIPOSTINGAN SESEORANG / Dianggap Apa Aku Selama Ini?

Share

Dianggap Apa Aku Selama Ini?

Penulis: ikan kodok
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-03 09:34:30

Part 5 (Dianggap Apa Aku Selama Ini?)

Kudengar suara gedoran pintu, kemudian di susul dengan suara teriak dari luar.

"Mauren, keluar! Kita bicara baik-baik!"

Begitu lah kalimat yang keluar dari mulutnya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Mas Iden. Apa kurang jelas perkataanku saat singgah di rumah istri keduanya.

Tok ...

Tok ...

"Mauren, Mas mohon keluar. Masalah ini bisa diselesaikan baik-baik. Jangan kekanak-kanakan."

Aku memicingkan mata, apa katanya? Kekanak-kanakan. Coba dia yang diselingkuhi. Pasti kata-kata itu akan ditarik dari mulutnya.

Sedikit pun aku tidak menanggapi. Memilih menyantap semangkuk mie instan yang baru selesai kubumbui.

"Mauren, Mas tahu kamu ada di dalam. Ayolah keluar, apa susahnya sih bicara sebentar!"

Kesekian kalinya Mas Iden berteriak. Apa tenggorakannya itu tidak kering, aku yang mendengarnya saja sudah jengah.

"Mauren!"

Kutarik napas dalam-dalam, kepalan tanganku makin kuat.

Sialan!

Bukannya dia sudah menjatuhkan pilihan. Dan memilih kembali pada masa lalunya. Lantas kenapa ia harus kembali lagi ke sini, itu barang-barangnya sudah kuletakkan di depan gerbang. Kurang baik apa coba diriku ini. Memang dasarnya dia yang tak mau belajar menerima.

"Mauren!"

Aku beranjak dari kursi, interaksinya dengan wanita bernama Sheri itu masih membekas dikepala ini. Berbulan-bulan aku dibodohi, dipermainkan. Hidup dalam kepalsuan. Dan disaat semuanya terbongkar, dia mencoba menggores luka lagi.

"Mas tidak akan pergi sampai kamu keluar!"

Demi Tuhan.

Mas Iden benar-benar keterlaluan. Pria egois yang hanya memikirkan kebahagiannya sendiri! Bisa-bisanya Ibu dan Kak Meli tak pernah menceritakan hal sebesar ini padaku. Mereka ikut menutupi kebohongan Mas Iden. Tak akan kubiarkan mereka tenang, selama luka dihatiku masih menganga lebar. Mereka harus turut merasakan sakitnya!

Mataku menyala, aku kembali dengan membawa segelas air putih. Aku meletakkannya di meja makan, dan fokus pada mie yang beberapa detik lalu kuabaikan.

"Ya Tuhan Mauren, sebentar lagi hujan turun. Buka pintunya,"

"Mauren ayo lah."

Aku menikmati makan siangku di tengah huru-hara. Pikiran berkeliaran kemana-mana. Ada untungnya juga janji pra nikah itu. Aku yang ceroboh, dan teledor tertolong dengan janji yang kami buat dan sepakati.

"Keluar atau Mas dobrak pintunya!"

Batas kesabaran ini mulai menipis. Dengan kesal aku mendorong kursi mundur, lalu bangkit.

"Mauren!" Suara itu naik beberapa oktaf. Setelah ketuk palu nanti, rumah ini akan kujual.

Kupercepat langkah menuju pintu, tanpa basa-basi kuputar gagang pintu. Dan kemudian mendorongnya sampai wajah Mas Iden terpampang jelas di depanku.

Napas ini memburu. Beberapa menit kami hanya saling menatap. Mengungkap amarah lewat tatapan mata.

"Mauren!"

Kesepuluh kalinya Mas Iden memanggil namaku. Tangan yang hendak menyentuhku itu dengan cepat kutepis.

"Jauhkan tangan kotormu dariku! Apa kamu tidak punya sopan santun, berteriak-teriak di rumah orang!" Aku memarahinya, ingin sekali kucakar wajahnya yang tak seberapa itu.

"Ini rumah kita?"

"Kita katamu? Semuanya sudah berakhir, pergi dari sini. Silakan kembali pada masa lalumu itu. Dasar penipu,"

"Aku bukan penipu, Muaren!" Ia berteriak lantang di depanku, urat-urat lehernya terlihat jelas.

"Lalu apa? Bajing*n, pria pengecut yang tidak punya keberanian untuk mengakui kesalahannya! Menikah karena gagal move on, ya Tuhan Mas. Hatimu itu terbuat dari apa?" sergahku.

Aku melipat kedua tangan, dada yang dihimpit batu besar itu sudah membeku. Aku telah kembali pada Mauren yang dulu, Mauren yang tak ingin perduli pada apa pun. Untuk sekarang, biarkan aku egois. Biarkan aku hanya memikirkan diriku sendiri.

"Aku khilaf!"

"Omong kosong, secuil pun aku tidak percaya lagi padamu."

"Mauren jangan egois, aku akan belajar mencintaimu?"

Tawaku menggema, sayatan luka di hati ini makin melebar.

"Belajar Mas? Setelah dua tahun kita menikah, kamu baru belajar mencintaiku?"

Aku mengerutkan kening, Mas Iden mematung di tempat.

"Dua tahun Mas, dua tahun itu bukan waktu yang singkat. Ngapain aja kamu selama dua tahun? Memikirkan masa lalumu itu? Kembali padanya, aku sudah tidak membutuhkanmu lagi. Pergi dari sini!" Aku mendorong tubuh Mas Iden. Kenyataan apalagi ini. Dua tahun, dua tahun ia menjadikan pernikahan ini lelucon. Dimatanya aku ini dianggap apa? Pelarian?

"Mauren buk—"

"Cukup, jangan jelaskan apa pun lagi padaku. Jika kamu keberatan mengakhiri hubungan kita. Biar aku yang mengakhirinya! Tapi janji pra nikah itu tetap ada!"

Aku menyeka peluh di kening, sekali lagi kudorong tubuhnya menjauh.

"Aku sudah berusaha mencintaimu, tapi-"

"Kamu bukan berusaha mencintaiku Mas, tapi kamu tidak pernah ada niatan untuk mencintaiku. Aku tidak akan memaksamu bertahan. Silakan pergi dengan wanita impianmu! Dan anggap perhatianku kemarin itu sebagai sandiwara!" murkaku.

Muka Mas Iden memucat. Ia mengusap wajahnya.

"Kenapa kamu keras kepala, Mauren?!"

"Kamu tanya kenapa? Karena kamu tidak pernah mengerti aku, Mas. Bagaimana kamu bisa mengenalku? Jika hanya wanita itu yang ada di otakmu dan hatimu!"

Mas Iden membuang napas kasar, aku memintanya mundur kala kakinya melangkah mendekat.

"Pergi, dan jauhi aku!"

"Kamu keterlaluan Mauren, ini masalah kecil?"

"Aku bilang pergi! Jangan pernah injakan kakimu lagi di rumah ini!"

"Mauren kendalikan emosimu,"

"Sudah cukup, apa kamu tidak punya telinga. Sudah kukatakan pergi! Bawa juga barang-barangmu." Aku menarik tangan Mas Iden, mengeluarkan seluruh tenagaku menyeretnya.

"Jangan lakukan ini Mauren!"

Aku melempar koper Mas Iden begitu saja. Entah kekuatan dari mana yang tiba-tiba merasukiku.

"Kamu keberatan dengan perceraian kita karena takut janji pra nikah itu kan. Sayang, keputusanku sudah bulat!"

Aku menutup gerbang setelah berhasil mengusir Mas Iden.

"Kita—"

"Kita cukup sampai di sini!"

Aku berbalik badan, mengatur napas yang masih memburu.

Kuayun kakiku ini, tidak sekali pun menoleh kebelakang.

Sesampainya di depan pintu, aku melenggang masuk. Kututup pintu kencang.

Aku berjalan cepat menuju kamarku, berkas-berkas penting kumasukan ke dalam tas. Siang ini juga aku akan datang ke pengadilan agama. Kuurus dengan cepat perpisahan kita, Mas. Kamu tidak perlu khawatir, kita tidak akan ada ikatan lagi. Setelah itu giliran kalian yang hancur. Aku akan mencari tahu tentang Sheri dan anakmu itu. Akan kucari celah untuk menghancurkan kalian.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • KOMENTAR IPAR DIPOSTINGAN SESEORANG   Ending (Akhir Yang Bahagia)

    Ending (Akhir Yang Bahagia) Waktu terus berlalu, hari berganti Minggu, Minggu berganti bulan, dan seterusnya. Setelah menunggu hampir lebih dari tiga bulan. Perempuan itu akhirnya memantapkan diri menjatuhkan pilihan pada Andriansyah. Dan hari ini mereka akan melangsungkan pernikahan di salah satu hotel bintang lima. Mauren tidak bisa mendeskripsikan perasaannya. Ia senang sekaligus gugup. Hatinya berbunga-bunga, momen sakral yang dulu pernah ia rasakan kini terulang kembali, dan tentunya bersama dengan pria yang takut kehilangan dirinya. Selama menunggu masa Iddah selesai, Mauren dan Andriansyah semakin dekat. Mereka kian lengket. Siapa sangka, yang awalnya hanya menganggap layaknya adik-kakak. Kini mereka telah melangkah ke jenjang pernikahan. Status mereka berubah. Andriansyah berjanji pada dirinya sendiri akan menjaga dan menyayangi Mauren dengan segenap hati dan jiwanya. Bismillahirrahmanirrahim. "Saya nikahkan dan saya kawinnya engkau Andriansyah Nugroho dengan anak saya, M

  • KOMENTAR IPAR DIPOSTINGAN SESEORANG   Restu Dan Kabar Kematian

    Part 38 (Restu Dan Kabar Kematian) "Andriansyah, apa benar kamu melamar putriku?" tanya Bram, pria itu melipat kedua tangannya sambil bersandar pada kursi. Ia memanggil Andriansyah ke ruangannya karena desakan dari sang istri. Pasalnya, sepulang dari apartemen Andriansyah, Mauren terus tersenyum. Putrinya itu terlihat sedang berbunga-bunga dan dimabuk asmara. Membuat hati Bram menghangat melihat Mauren perlahan bangkit dari keterpurukan. Meski putrinya harus tertatih dalam membuka hati dan berdamai dengan luka lamanya. Its okey, semua orang punya jalan hidupnya masing-masing. "Benar, Pak." Bram memicingkan mata, ia menatap Andriansyah dengan tatapan tajam. Pria itu sudah siap mengajukan banyak pertanyaan pada calon menantunya. Mauren bilang ia nyaman, sementara Andriansyah sendiri sudah beberapa kali meminta putrinya untuk dijadikan pendamping hidup. Namun, Bram tetaplah Bram. Dia berkaca dari apa yang pernah terjadi beberapa bulan yang lalu. "Kamu yakin dengan keputusanmu? Mengi

  • KOMENTAR IPAR DIPOSTINGAN SESEORANG   Di atas Kebahagiaan Masih Ada Derita

    Part 37 (Di atas Kebahagiaan Masih Ada Derita) Mauren menelepon Venya, ia menceritakan masalahnya mulai dari A sampai Z. Termaksud kegelisahanya mendapati Andriansyah baru beberapa menit yang lalu melamarnya. "Jadi begitu Ma, aku bingung harus jawab apa?" Mauren menarik kursi, ia menunggu air mendidih. "Kamu nyaman tidak sama dia?" tanya Venya. Sesaat Mauren terdiam, perempuan itu menopang dagunya dengan tangan kanan. "Jujur sama Mama, kamu nyaman sama Andriansyah atau tidak?" Venya mengulang pertanyaan, Mauren mengangguk kecil. "Nyaman Ma." "Menurut kamu Andriansyah itu orangnya seperti apa?" Mauren merasa Venya seperti sedang mengintrogasinya sekarang. Memberi pertanyaan yang menurutnya tak masuk akal. Apa coba maksud Mama bertanya seperti itu padaku? gerutu Mauren dalam hati. "Mauren," "Menurut pandanganku yah Ma, Andriansyah itu orangnya baik. Dia bertanggung jawab, terus pekerja keras. Dan aku lihat, dia setia kok orangnya," ungkap Mauren. Venya menahan senyum, ia men

  • KOMENTAR IPAR DIPOSTINGAN SESEORANG   Isi Hati?

    Part 36 (Isi Hati?) Sore itu Mauren mengunjungi apartemen Andriansyah. Ia mengantar kue kering titipan Venya. Dan langsung syok mendapati Andriansyah sakit. Punggung tangan Mauren bergerak menyentuh kening Andriansyah. Seketika hawa panas bercampur dingin menyapa permukaan kulitnya. Dia demam? "Kakak demam, kita ke rumah sakit ya," usul Mauren. Andriansyah yang menggigil dibalik selimut menggelengkan kepala. Pria itu tak punya tenaga untuk sekadar bangun, tubuhnya benar-benar lemas. Belum lagi wajahnya yang pucat. Dan hawa panas menyerang tubuhnya secara tiba-tiba. "Kakak sudah minum obat?" tanya Mauren. Andriansyah menoleh, sekali lagi ia menggeleng lemah. Menggigit bibirnya sambil meringis. "Kenapa belum minum obat? Kakak sudah makan belum?" Berbagai pertanyaan Mauren lontarkan. Tidak ada jawaban membuat perempuan cantik itu kalut. Rasa khawatir datang membabi-buta, sebelumnya ia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini. Apa mungkin Andriansyah sakit karena kehujanan, dan

  • KOMENTAR IPAR DIPOSTINGAN SESEORANG   Karma Untuk Sheri?

    Part 35 (Karma Untuk Sheri?) Kini Andriansyah dan Meli telah dinyatakan resmi bercerai. Baru beberapa menit yang lalu hakim persidangan mengetuk palu, membuat ikatan diantara mereka terputus. Meli menangis, ia tidak sanggup lagi membendung kesedihannya. Ingin sekali Meli menahan Andriansyah. Tapi apa daya, lihatlah dirinya, ia bahkan harus duduk di kursi roda, tidak bisa bicara. Jangankan melontarkan sepatah dua patah, untuk bergerak saja Meli kesusahan. Kenapa Andriansyah pergi meninggalkannya? Kenapa ia tega mengakhiri hubungan mereka di saat kondisinya seperti ini? Kenapa. Kenapa dan kenapa? Andriansyah menoleh ke kiri, bertepatan dengan Meli yang masih memandangnya. Tatapan mereka bertaut, Meli ingin marah. Tapi kondisinya membuatnya kesulitan. Semesta seolah sedang menghukumnya, takdir macam apa yang sekarang ia jalani. Hakim persidangan bangkit setelah mengatakan sidang hari ini selesai. Menyisakan keheningan di antara mereka berdua. "Maaf Mel, semoga kamu bisa menerima

  • KOMENTAR IPAR DIPOSTINGAN SESEORANG   Jantungku Berdebar Saat Aku menatapmu?

    Part 34 (Jantungku Berdebar Saat Aku menatapmu?) Malam itu Bu Sani mencoba menghubungi Andriansyah. Ia mendapatkan nomor Andriansyah dari Iden. Ia tidak tega melihat putrinya, sepanjang hari Meli menangisi pernikahannya yang ada di ujung tanduk. Sayang, kalimat maaf yang keluar dari mulut Bu Sani tidak mampu membuat menantunya luluh. Sidang perceraian mereka tetap akan dilangsungkan besok di pengadilan agama. Mau tak mau, Meli harus menerima kenyataan ini bahwa pernikahan mereka cukup sampai di sini. "Andriansyah Ibu mohon, jangan tinggalkan Meli. Kasihan dia, dia butuh kamu, Nak." Sambil berlinang air mata Bu Sani mengatakannya. Andriansyah berdiam diri, ia tidak menanggapi penuturan Bu Sani. Mertuanya itu tidak pernah mencoba memahami dirinya. Apa pun kesalahan Meli, di mata Bu sani tetaplah benar. Lagi pula untuk apa ia mempertahankan hubungannya dengan Meli, jika bukan Meli yang bertakhta di hatinya. "Tolong Andriansyah, Meli membutuhkanmu. Dia mencintaimu, maafkan putriku. S

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status