Part 20 (Obrolan Ditengah Heningnya Malam) *** "Kamu sudah coba hubungi suamimu, Mel?" tanya Sani. "Sudah, Bu, tapi belum di angkat," jawab Meli lesu. Ini sudah kesekian kaliannya Meli mencoba menghubungi suaminya. Pasalnya, sampai larut malam Andriansyah tak juga pulang ke rumah. Entah kemana perginya pria itu. Meli benar-benar khawatir. Ini untuk pertama kalinya Andriansyah tidak memberinya kabar. "Bu, aku takut. Bagaimana ini jika Andriansyah benar-benar menceraikanku," lanjutnya. Sani beranjak bangkit, ia merengkuh pundak putrinya. "Berpikir positif, mungkin Andriansyah butuh waktu." "Iya Kak, biarkan dulu beberapa hari. Aku yakin, Kak Andriansyah akan kembali pada Kakak," sahut Sheri sambil mengusap punggung kecil Dea. Ia datang ke sini lantaran Iparnya menangis meminta Iden untuk mencari suaminya. "Tapi Sher—" "Benar apa yang Sheri katakan, jangan terlalu kamu pikirkan. Harusnya Andriansyah mengerti alasanmu. Ini masalah kecil, suamimu saja yang lebay." Sani berujar sa
Part 21 (Jadi, Dea?) 1 jam berlalu, mobil yang dikemudikan Andriansyah akhirnya berhenti di depan gedung 'Pengadilan Agama'. Pria itu sudah memantapkan diri untuk menceraikan Meli, istrinya. Baginya, tidak ada yang perlu diperbaiki lagi. Meli sudah melenyapkan darah dagingnya, dimatanya, kesalahan yang wanita itu perbuat sudah sangat fatal. Meli bahkan tidak bisa menjadi Ibu yang baik. Mana ada Ibu yang tega membunuh anaknya sendiri. "Kita sudah sampai, Kak." Mauren berujar sambil mengedarkan pandangan. Ia mengamati sekitar. Keadaannya masih sama seperti pertama kalinya ia datang ke sini seminggu yang lalu. Tidak banyak orang yang lalu-lalang—mungkin saja mereka staf yang bekerja di sini. Pikir Mauren. "Kamu tunggu di dalam mobil, tidak pa-pa kan?" "Tidak, Kak," jawab Mauren. Sesekali ia melirik Andriansyah yang diam-diam sedang menatapnya. Beberapa detik tatapan mereka beradu, sebelum Mauren membuang muka. "Terima kasih," ucap Andriansyah, ia sedikit memiringkan kepalanya. "Unt
Part 22 (Satu Langkah!) ***"Iden, Istrimu sudah pulang?" tanya Sani pada putranya. Wanita itu menghampiri Iden yang sedang mengurut pelipis. Iden menoleh. "Belum, Bu," jawabnya. "Buruan kamu telepon, suruh dia pulang. Ini Dea rewel banget," lanjut Sani, ibunya itu kewalahan menenangkan Dea yang terus saja menangis. Kalau dilihat-lihat dengan teliti, Sani merasa Dea ini tidak ada miripnya sama sekali dengan Iden. Hidung, dan alisnya mirip Sheri. Tapi matanya, entah mata siapa ini? "Buruan, Den." "Iya, Bu, ini aku telepon." Iden berkutat dengan ponselnya, ia mencari nomor Sheri, dan segera menghubungi istri keduanya itu. "Suruh pulang, pamitnya sebentar. Gak tahunya lebih dari 3 jam," keluh ibunya. Iden menghela napas, ia mendekatkan benda pipih tersebut pada telingannya. Lalu menjauh dari ibunya. "Ooh, cucu Nenek yang paling cantik. Jangan menangis lagi, sebentar lagi Mamamu pulang," tutur Sani. Wanita paruh baya itu mengintip dari balik jendela, mereka masih berada di rumah b
Part 23 (Sepotong Hati Yang Patah) ****Entah apa yang ada di pikiran Mauren sekarang. Ia mencoret wajah Boy, dan membiarkan wajah Sheri nampak dalam foto tersebut. Ini hal gila yang akan Mauren lakukan, ia ingin membuat Iden dan Sheri bertengkar hebat. "Ini mau kamu jadikan apa?" tanya Andriansyah penasaran. Mauren mendongak, sedari tadi mereka berdua diam saja. Andriansyah yang terus memperhatikan Mauren, sementara perempuan itu sibuk dengan pikirannya. "Aku akan mengirim foto ini pada Mas Iden," "Lalu tujuannya apa?" "Aku ingin mereka berdua bertengkar, lagi pula aku akan berpisah dengannya. Dia tidak akan bisa membuat keputusanku goyah," jelas Mauren. Andriansyah menelan ludah, ia menambah suhu AC mobil tatkala melihat keringat yang bercucuran di kening Mauren. Tanpa kata pria itu menyeka peluh di dahi Mauren. "Kamu yakin?" "Tentu saja Kak, aku tidak akan menyerah sampai mereka hancur," tandas Mauren. "Kamu kegerahan?" "Tidak," "Kakak turunkan kaca mobil." Mauren mena
Part 24 (Rencana Dipesta Anniversary)"Hari ini sidang perceraian kamu sama Mauren. Kita udah gak bisa berbuat apa-apa lagi, Den," tutur Bu Sani."Benar Bu, Mauren itu ternyata egois. Kasihan Mas Iden. Pantas saja Mas Iden tidak bisa mencintai dia, orang dia serakah," sambung Sheri. Sambil menikmati sarapan, mereka berbincang-bincang. Rencananya, ketiga perempuan itu akan menemani Iden ke pengadilan agama. Sementara Dea akan dititipkan pada tetangga di sebelah rumah. Iden masih juga diam, perasaannya campur aduk. Andai ia bisa mengubah waktu, mungkin ia berharap hari ini tidak pernah terjadi. "Den." Sani menyentuh pundak putranya, membuat Iden seketika terkejut.Pria itu menoleh, keningnya mengernyit dalam. "Ada apa, Bu?""Sarapan yang benar, Den. Ibu lihatin kamu ngelamun terus. Apa yang kamu pikirkan? Jangan bilang kamu menyesal cerai dengan Mauren." Kalimat itu bagai sayatan pisau yang menusuk dada Iden, jantungnya seperti diremas-remas. Sejak tadi malam ia tidak bisa tidur kar
Part 25 (Sheri Menantu Terbaik!)*** "Foto yang kemarin kamu cetak itu kamu taruh di mana, Zan?" Mauren bertanya pada Zany, ia bersama rekan timnya ini sedang disibukan dengan rencana mereka. Dibantu Hengki, dan tentunya Andriansyah yang selalu ada untuknya. "Foto yang mana, Bu?" tanya Zany balik. "Foto Sheri sama Boy itu loh Zan," ujar Mauren. Zany bangkit, lalu menghampiri Mauren. Pria itu membuka laci, dan mengeluarkan foto-foto yang ia cetak kemarin. "Foto yang ini." Tunjuk Zany. Mauren mengangguk, lantas mengambil foto tersebut dari tangan Zany. "Iya, foto yang ini. Makasih ya, Zan," ujar Mauren. Zany tidak menjawab, memilih kembali duduk di samping Hengki. "Ayo kita kumpulkan bukti-buktinya, Jumat ini semuanya akan terbongkar." Mauren menyeringai tipis, ia berjalan, kemudian duduk di sebelah Andriansyah. "Videonya di edit gak, Bu?" tanya Hengki. "Itu kan videonya pisah-pisah, gimana kalau dijadiin satu. Jadi pas diputar gak setengah-setengah," usul Mauren. "Baik, Bu.
Part 26 (Pertunjukan Telah Dimulai!) Meli berderap meninggalkan kamar mandi. Lamunannya buyar saat ia mendengar ponselnya berdering. Segera Meli berjalan ke arah ranjang, mengambil ponsel tersebut di sana. Betapa terkejutnya ia saat tahu siapa orang yang menghubunginya. Andriansyah? Ya, nama itu yang tertera di sana. "Akhirnya setelah seminggu lebih kamu hubungi aku," ucap Meli. Sepasang netranya berkaca-kaca, perasaannya makin campur aduk. Ia sangat merindukan suaminya. Buru-buru Meli membaca pesan tersebut. Perempuan itu tidak bisa menahan senyum, lengkungan tipis terus tertarik dari sudut bibir. [Kita ketemu di rumah, datang sendiri. Jangan beri tahu siapa pun.] Begitu lah pesan yang Andriansyah kirim. Meli segera membalas pesan tersebut, dengan lincah jari lentiknya menari di layar keyboard. [Baik Mas, aku akan pulang sekarang. Aku mencintaimu, tolong jangan tinggalkan aku. I love you.] Meli menyertakan emoticon love di akhir kalimat. "Tenang lah, Mel. Andriansyah pasti
Part 27 (Badai Telah Tiba!) ***Semua mata seolah tersihir pada layar LCD, kala video yang menampilkan perjalanan cinta Iden dan Sheri mulai diputar, cinta yang sempurna, tidak sedikit membuat para tamu undangan menatap mereka kagum, dan memberi tepuk tangan yang meriah. Tidak disangka, mereka putus dulu lantaran Sheri pergi tanpa alasan. Dan wanita itu kembali untuk menghancurkan rumah tangga Iden dan Mauren. "Ternyata mereka sudah lama saling kenal." "Berarti Mauren itu orang ketiga dalam hubungan mereka." "Jodoh itu kan cerminan dari diri sendiri. Lagi pula sejauh apa pun dia pergi, pasti akan kembali." Begitu lah tanggapan dari para tamu undangan. Mereka menganggap Mauren sebagai orang ketiga. Tapi tunggu dulu, ini belum berakhir. Mauren sengaja memberi kejutan manis sebelum segalanya di mulai. Mauren tersenyum sinis, ia melipat kedua tangannya di dada. Lalu melirik Zany yang menatap ke depan. Mauren mengamati gerak-gerik Sheri, dan juga Iden. "Pertunjukan akan dimulai, Bu,