Bugh!
"Sial!" maki seorang laki-laki berbadan kekar, merasakan nyeri di selangkangannya akibat sebuah tendangan."Lepaskan aku!" teriak gadis cantik itu, sambil terus berusaha melepaskan diri, lalu menggigit lengan laki-laki yang tengah memeganginya.Kedua laki-laki itu meringis menahan sakit di tempat berbeda. Mereka mengeratkan rahangnya melihat calon mangsanya kembali melarikan diri."Hei, jangan lari, Cantik!" teriaknya sambil mengejar dengan tertatih."Tuhan, tolong aku!"Gadis cantik itu terus berlari sekuat tenaga sambil menyingsingkan rok sebatas lutut. Sesekali dia menoleh khawatir, kemudian kembali berlari. Napasnya pun tersengal-sengal.Dia berhenti sejenak hanya untuk melepas high heels yang mempersulit larinya. Jalanan Kota Milan, sudah mulai lengang di waktu tengah malam menjelang musim gugur ini.Cassandra membelokkan langkah dan berhenti sejenak, sembari menyandarkan punggung di tembok usang. Kembali dia mengatur napasnya. Cassandra beringsut, mencari tempat berlindung yang lebih aman ketika sayup telinganya mendengar derap langkah sepatu."Ke mana gadis itu perginya?" tanya laki-laki bertato pada temannya.Mereka celingak-celinguk mencari keberadaan Cassandra. "Tadi aku lihat dia berbelok, apa mungkin dia mati jatuh dari jembatan itu?" tanyanya sambil melirik ke arah kanal di belakang sana.Sang teman mengangkat bahu tanda tak tahu. "Aku tidak tahu. Ayo, kita cari ke tempat lain!" usulnya.Derap langkah sepatu meninggalkan tempat itu disusul suara motor yang mulai terdengar menjauh. Cassandra menggembungkan mulutnya, lalu menghembuskan napas lega.Sembari mengendap waspada, Cassandra berjalan tertatih mencari jalan ke arah apartmentnya. Dia berjalan terseok-seok karena kelelahan. Rupanya, Cassandra melewati jalan yang salah."Ah, sial! Kenapa aku lewat sini?" Cassandra menjambak rambut cokelatnya gemas.Gadis cantik itu menggigit bibir, kemudian telapak tangannya terangkat ketika melihat sorot lampu mengarah padanya. Wajah Cassandra mendadak pucat saat mengetahui dua sosok laki-laki turun dari motor dan berjalan cepat ke arahnya.Cassandra berbalik, kemudian kembali berlari menghindari kedua preman itu. Sekuat tenaga dengan napas seperti berada di ujung tenggorokan, Cassandra terus berlari sembari berharap ada pertolongan."Tuhan, aku tidak mau ditangkap!" jerit hati Cassandra pilu."Teruslah berlari, Manis! Kamu tidak akan lolos lagi!" seru salah satu pria tadi.Cassandra tidak menghiraukan ejekan itu. Dia pun terus berlari sampai langkahnya menginjak trotoar jalan raya. Gadis itu menoleh sekeliling. Benar-benar tidak ada orang yang menolongnya. Dia mengumpat dalam hati ketika di ujung trotoar justru melihat seorang laki-laki berjalan sempoyongan karena pengaruh alkohol.Laki-laki itu tertawa cekikikan melihat Cassandra sembari mengacungkan botol minuman berwarna putih. "Facciamo festa, Bella!" (Ayo berpesta, Cantik!) serunya sambil tertawa.Cassandra semakin ketakutan. Dia merutuki nasibnya malam ini yang benar-benar sial. Sebagai gadis penghibur di bar, Cassandra memang sering menemukan beberapa orang yang ingin melecehkannya. Namun, di sana ada beberapa teman dan security yang sigap mengamankan situasi jika dirinya terancam.Akan tetapi sekarang, siapa yang menolongnya? Cassandra semakin nelangsa ketika mengetahui semua ini ulah teman baiknya sendiri. Dia menyesali sikapnya yang terlalu baik.Berawal dari keakrabannya dengan Dona sejak beberapa bulan terakhir. Cassandra memang membutuhkan uang lebih banyak untuk membayar hutang ayahnya yang gemar berjudi itu, tanpa pikir panjang mau menerima tawaran kerja tambahan. Namun, rupanya, Donà bermaksud menjualnya pada salah seorang mafia berpengaruh di negeri Menara Pisa itu.Cassandra tidak ingin bernasib lebih sial lagi dengan menjadi budak nafsu laki-laki mafia yang tidak diketahui wajahnya.Bruk! Karena melamun, Cassandra terjerembab. "Auuh, sial! Sakit sekali," desisnya.Gadis itu meringis menahan sakit di mata kakinya. Suara derap langkah sepatu semakin mendekat. Wajah Cassandra kembali ketakutan dan sejenak melupakan rasa perih di kakinya.Dia kembali berlari ke arah jalanan yang lebih ramai sambil berharap ada orang menolongnya. Sambil berlari, sesekali Cassandra menoleh ke belakang.Ciiit! Suara gesekan ban akibat rem mendadak, membuat Cassandra terkejut. Dia mematung di depan sebuah mobil mewah yang berhenti mendadak. Beruntung, Cassandra tidak tertabrak mobil itu. Tak berapa lama, pemilik mobil itu pun turun dan menghampiri Cassandra."Apa kamu terluka?" tanyanya.Cassandra mengerjapkan mata sembari menarik napas lega. "Ti-tidak! Saya, saya baik-baik saja, Signore!" jawabnya gugup.Laki-laki paruh baya itu meneliti penampilan Cassandra sejenak, kemudian mengangguk. "Baiklah, selalu berhati-hatilah, Nona. Ini sudah lewat tengah malam!" ucapnya kemudian membalikkan badan.Cassandra menoleh ke belakang sana. Dua orang preman tadi berhenti memperhatikan interaksi Cassandra dan laki-laki paruh baya itu. Sejurus kemudian, Cassandra berlutut di depan laki-laki pemilik mobil itu."Signore, Signore! Mi dispiace...." (Tuan, Tuan! Maafkan saya....) ucap Cassandra terbata. Laki-laki di depannya menunduk dengan kening berkerut dalam. "Tuan, izinkan saya ikut mobil Anda. Saya mohon!" ucap Cassandra pada akhirnya.Laki-laki itu menatap ragu pada Cassandra. Sementara itu Cassandra masih berlutut sambil menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada."Saya mohon, Tuan!""Tapi saya tidak bisa membawamu, Nona!" jawab laki-laki itu tegas.Cassandra menunduk dalam, lalu menangis terisak. Membayangkan dirinya dijual dan dijadikan budak nafsu, selesai sudah harapan hidup Cassandra. Bahu Cassandra berguncang karena tangis sambil terus memohon. Akan tetapi, laki-laki paruh baya itu tetap bergeming.Tiba-tiba pintu belakang mobil terbuka. Tatapan Cassandra tertuju ke arah sepasang sepatu hitam mengkilat di depannya.***"Aah!" Cassandra memekik kaget.Dia mendongak perlahan menatap sang pemilik sepatu mengkilat itu. Seorang laki-laki tampan berambut kepirangan berdiri menatapnya tanpa ekspresi.Cassandra semakin gemetar dan mempertanyakan dalam hati tentang laki-laki di depannya itu. Mungkinkah dia mafia yang hendak membelinya? Kembali rasa takut menggelayuti Cassandra."Masuklah!" titah laki-laki itu dengan suara dingin.Dengan ragu, Cassandra bangkit dan menoleh ke arah dua orang preman tadi yang sudah kabur entah ke mana. Cassandra masih berdiri kaku di tempatnya, menatap punggung tegap di balik jas mahal itu memasuki mobil.Laki-laki paruh baya yang menjadi sopir itu membukakan pintu tengah untuk Cassandra. "Masuklah, Nona. Sudah malam!" ujarnya.Cassandra justru mematung di tempat. Hatinya berkecamuk antara butuh bantuan dan ketakutan. Sampai pada akhirnya, terdengar decakan kesal dari laki-laki muda tampan yang sudah kembali duduk di jok belakang."Kamu mau berdiri terus di situ, lalu dijual or
Menjelang pesta, beberapa ART sibuk menyiapkan hidangan. Malam ini memang akan diadakan pesta meriah di villa Piazza del Duomo. Tidak heran karena yang menjadi tamu undangan adalah para pebisnis sukses dan orang-orang dari kalangan atas. Di sudut lain, seorang gadis cantik mengenakan apron sibuk menata makanan bersama beberapa pelayan. Dari tempatnya berdiri, Andrian menatap Cassandra dengan tatapan tak terbaca. Laki-laki yang mengenakan jas mahal itu menoleh ketika Gennaro, sang kakek mendekat."Kenapa kekasihmu itu memakai apron?" tanya Gennaro heran.Kening Andrian mengernyit. "Kekasihku? Maksud Kakek gadis itu?" tanyanya meremehkan.Gennaro terkekeh, lalu mengangguk-angguk. Laki-laki tua itu sedikit mengangkat gelas wine di tangannya. "Ayolah, Andrian. Jangan bikin malu Kakek. Tidak seharusnya kamu membuat kejutan seperti ini. Suruh ganti bajunya sebelum tamu pada datang!" perintahnya tak ingin dibantah.Andrian menatap protes sang kakek yang justru mengangguk. "Kakek, dia bukan
"Menikah?" ulang Cassandra tidak percaya. Andrian langsung mengangguk tegas. "Iya, kita menikah minggu depan!" jawabnya lagi.Cassandra memalingkan pandangan dari lelaki itu. Menikah? Dia terus mengulang kata itu di hatinya. Bagaimana mungkin dia menikah dengan pria sombong itu? Lagi pula, mereka tidak mengenal satu sama lain.Belum lagi perbedaan status yang sangat jauh membuat Cassandra insecure. Meskipun pernikahan ini hanya pernikahan kontrak, akan tetapi, dia akan berada di sisi Andrian dan berperan sebagai istri laki-laki itu.Tanpa sadar, Cassandra menggeleng pelan. Hal itu tidak lepas dari perhatian Andrian yang sejak tadi menatapnya."Kamu menolaknya?" tebak Andrian. "Hh, kamu tidak bisa menolak begitu saja, Cassandra. Kamu sudah telanjur masuk ke dalam keluarga saya. Maka dari itu, kamu harus mau menuruti apa kata saya. Bukankah itu lebih baik daripada kamu menjadi budak nafsu mafia itu, hm?" lanjutnya terus mengejek.Cassandra tersenyum kecut. Memang benar, dia sekarang te
"Ja-jangan, Tuan, tolong lepaskan saya," lirih Cassandra sambil menangis.Di atasnya, Andrian kembali tersenyum miring. Bahkan laki-laki itu membuka beberapa kancing bagian atas kemejanya. Cassandra memalingkan pandangan ketika melihat dada bidang dengan bulu tipis itu menyembul dari celah kancing yang terbuka."Buka matamu, Sayang," ucap Andrian dengan tangan mulai menggerayangi tubuh bagian atas Cassandra.Dalam hati Cassandra menjerit, berharap Tuhan mengirimkan seseorang yang menolongnya. Akan tetapi siapa? Andrian adalah sang pemilik villa. Dia memiliki kuasa atas apa pun di villa besar ini.Melihat Cassandra menangis, Andrian terkekeh pelan. Dia melirik ke arah pintu yang mengayun menutup dari luar. Andrian mengedipkan sebelah mata pada seseorang yang sejak tadi berdiri di depan pintu memperhatikan perbuatannya."Buka matamu, Cassandra! Gara-gara kamu menangis saya masih punya rasa kemanusiaan. Ayo, kita turun. Tamu-tamu waktunya berpamitan!" ucap Andrian tegas kemudian bangkit d
Acara pernikahan mewah ala negeri dongeng itu dilaksanakan di castil di pinggir Kota Milan. Bahkan acara diliput langsung oleh stasiun televisi milik Andrian. "Tidak Papa sangka, beberapa menit lagi Papa akan menjadi besan konglomerat nomor satu di Italia," ucap seorang laki-laki ceking sambil menuntun Cassandra menuju ke altar.Cassandra menghembuskan napas panjang, kemudian memejamkan mata sejenak. Lalu tatapannya nanar ke depan sana. Andrian dengan stelan tuxedo warna dark grey terlihat sangat tampan. Laki-laki yang berdiri di samping Gennaro itu menatap Cassandra penuh arti.Andrian menyunggingkan senyum menawan pada Cassandra ketika lensa kamera wartawan mengarah padanya. Semua yang hadir di situ, pasti mengira mereka adalah pasangan paling serasi.Cassandra tersenyum miris. Beberapa menit lagi, dirinya akan terjebak dalam sebuah perjanjian pernikahan yang penuh kepalsuan. Cassandra membalas senyum Andrian dengan sudut bibir bergetar menahan tangis."Seandainya Mama masih ada, m
Andrian melirik sekilas pada Cassandra, lalu segera mengangkat telepon itu. ["Ada apa, Fiona?"] tanya Andrian datar.Terdengar tawa lirih di seberang sana. ["Selamat atas pernikahanmu, Amore. Kenapa tidak mengundangku?"] tanyanya.Andrian terkekeh pelan. Dia kembali melirik Cassandra yang masih mematung. Cassandra buru-buru memalingkan pandangan dari Andrian.["Bagaimana kalau sekarang aku mengundangmu spesial, Fiona. Kamu tentukan tempatnya. Aku ke sana sekarang."]Tak tahan lagi, Cassandra segera beranjak bermaksud meninggalkan kamar Andrian. Namun, lelaki itu segera menyambar lengannya."Aku akan bertemu Fiona. Kamu tidurlah di sini. Malam ini aku tidak pulang!"Cassandra memejamkan mata sejenak mendengar ucapan tanpa beban dari Andrian. Akan tetapi, apa yang diharapkan? Cassandra sudah menyetujui semua persyaratan pernikahan kontrak itu. Lagi pula, dia sendiri telah menegaskan dalam hati jika suatu saat akan mengakhiri semuanya.Merasa tidak ada jawaban apa pun, Andrian menatap C
Fiona mencengkeram handphone dengan geram, seolah benda mahal itu adalah Cassandra. Gadis miskin yang berhasil membuat Andrian untuk pertama kali meninggalkannya. Beberapa saat menunggu, akhirnya muncul juga wajah laki-laki di layar handphone.Senyum Fiona mengembang melihat wajah tampan seseorang di seberang sana. Untuk sejenak, dia bisa menghilangkan rasa kecewa akibat kepergian Andrian yang tiba-tiba."Aku butuh kamu, Amore! Kita bertemu malam ini!" pintanya dengan suara serak."Tentu saja, datanglah kemari, Sayang!" jawab laki-laki di seberang sana. Tak ingin membuang waktu lagi, Fiona segera berkemas. Dia ingin mengakhiri kekecewaannya malam ini dengan bersenang-senang di tempat lain.Di saat yang sama, Andrian memarkir mobilnya kasar di depan rumah. Laki-laki itu melirik sekilas pada security istana megahnya yang langsung bergegas memarkir mobil ke garasi.Langkah Andrian terhenti di anak tangga karena mendengar suara kehidupan dari kamar tamu. Andrian berbalik langkah dan men
Pagi-pagi sekali, Cassandra mengendap menuju ke kamar Andrian. Hal itu dilakukan supaya tidak ada seorang pun yang curiga akan pernikahan kontrak mereka. Mulai pagi ini, Cassandra dan Andrian bersiap memerankan acting mereka sebagai pasangan suami istri yang saling jatuh cinta. Pintu kamar Andrian memang tidak dikunci sehingga memudahkan Cassandra memasukinya.Kamar masih dalam keadaan gelap. Dengan hati-hati Cassandra mendekati ranjang di mana Andrian masih nyaman dengan mimpinya. Cassandra menghentikan langkah ketika melihat kemeja Andrian tergeletak mengenaskan di lantai. Begitu juga dengan Andrian yang tak kalah kacau. Laki-laki itu tidur tanpa mengganti baju, tanpa melepas kaos kaki dan berada di ujung bawah tempat tidur. Sebelah kaki Andrian menggantung ke ubin yang dilapisi karpet beludru mahal. Cassandra membungkuk, mengambil kemeja Andrian dan meletakkan di keranjang cucian.Setelah itu, dia kembali mendekati tempat tidur dan dengan ragu mengangkat pelan kaki Andrian sambil