Share

KONTRAK PANAS DENGAN CEO DINGIN
KONTRAK PANAS DENGAN CEO DINGIN
Penulis: La Bianconera

Part 1 Melarikan Diri

Bugh!

"Sial!" maki seorang laki-laki berbadan kekar, merasakan nyeri di selangkangannya akibat sebuah tendangan.

"Lepaskan aku!" teriak gadis cantik itu, sambil terus berusaha melepaskan diri, lalu menggigit lengan laki-laki yang tengah memeganginya.

Kedua laki-laki itu meringis menahan sakit di tempat berbeda. Mereka mengeratkan rahangnya melihat calon mangsanya kembali melarikan diri.

"Hei, jangan lari, Cantik!" teriaknya sambil mengejar dengan tertatih.

"Tuhan, tolong aku!"

Gadis cantik itu terus berlari sekuat tenaga sambil menyingsingkan rok sebatas lutut. Sesekali dia menoleh khawatir, kemudian kembali berlari. Napasnya pun tersengal-sengal.

Dia berhenti sejenak hanya untuk melepas high heels yang mempersulit larinya. Jalanan Kota Milan, sudah mulai lengang di waktu tengah malam menjelang musim gugur ini.

Cassandra membelokkan langkah dan berhenti sejenak, sembari menyandarkan punggung di tembok usang. Kembali dia mengatur napasnya. Cassandra beringsut, mencari tempat berlindung yang lebih aman ketika sayup telinganya mendengar derap langkah sepatu.

"Ke mana gadis itu perginya?" tanya laki-laki bertato pada temannya.

Mereka celingak-celinguk mencari keberadaan Cassandra. "Tadi aku lihat dia berbelok, apa mungkin dia mati jatuh dari jembatan itu?" tanyanya sambil melirik ke arah kanal di belakang sana.

Sang teman mengangkat bahu tanda tak tahu. "Aku tidak tahu. Ayo, kita cari ke tempat lain!" usulnya.

Derap langkah sepatu meninggalkan tempat itu disusul suara motor yang mulai terdengar menjauh. Cassandra menggembungkan mulutnya, lalu menghembuskan napas lega.

Sembari mengendap waspada, Cassandra berjalan tertatih mencari jalan ke arah apartmentnya. Dia berjalan terseok-seok karena kelelahan. Rupanya, Cassandra melewati jalan yang salah.

"Ah, sial! Kenapa aku lewat sini?" Cassandra menjambak rambut cokelatnya gemas.

Gadis cantik itu menggigit bibir, kemudian telapak tangannya terangkat ketika melihat sorot lampu mengarah padanya. Wajah Cassandra mendadak pucat saat mengetahui dua sosok laki-laki turun dari motor dan berjalan cepat ke arahnya.

Cassandra berbalik, kemudian kembali berlari menghindari kedua preman itu. Sekuat tenaga dengan napas seperti berada di ujung tenggorokan, Cassandra terus berlari sembari berharap ada pertolongan.

"Tuhan, aku tidak mau ditangkap!" jerit hati Cassandra pilu.

"Teruslah berlari, Manis! Kamu tidak akan lolos lagi!" seru salah satu pria tadi.

Cassandra tidak menghiraukan ejekan itu. Dia pun terus berlari sampai langkahnya menginjak trotoar jalan raya. Gadis itu menoleh sekeliling. Benar-benar tidak ada orang yang menolongnya. Dia mengumpat dalam hati ketika di ujung trotoar justru melihat seorang laki-laki berjalan sempoyongan karena pengaruh alkohol.

Laki-laki itu tertawa cekikikan melihat Cassandra sembari mengacungkan botol minuman berwarna putih. "Facciamo festa, Bella!" (Ayo berpesta, Cantik!) serunya sambil tertawa.

Cassandra semakin ketakutan. Dia merutuki nasibnya malam ini yang benar-benar sial. Sebagai gadis penghibur di bar, Cassandra memang sering menemukan beberapa orang yang ingin melecehkannya. Namun, di sana ada beberapa teman dan security yang sigap mengamankan situasi jika dirinya terancam.

Akan tetapi sekarang, siapa yang menolongnya? Cassandra semakin nelangsa ketika mengetahui semua ini ulah teman baiknya sendiri. Dia menyesali sikapnya yang terlalu baik.

Berawal dari keakrabannya dengan Dona sejak beberapa bulan terakhir. Cassandra memang membutuhkan uang lebih banyak untuk membayar hutang ayahnya yang gemar berjudi itu, tanpa pikir panjang mau menerima tawaran kerja tambahan. Namun, rupanya, Donà bermaksud menjualnya pada salah seorang mafia berpengaruh di negeri Menara Pisa itu.

Cassandra tidak ingin bernasib lebih sial lagi dengan menjadi budak nafsu laki-laki mafia yang tidak diketahui wajahnya.

Bruk! Karena melamun, Cassandra terjerembab. "Auuh, sial! Sakit sekali," desisnya.

Gadis itu meringis menahan sakit di mata kakinya. Suara derap langkah sepatu semakin mendekat. Wajah Cassandra kembali ketakutan dan sejenak melupakan rasa perih di kakinya.

Dia kembali berlari ke arah jalanan yang lebih ramai sambil berharap ada orang menolongnya. Sambil berlari, sesekali Cassandra menoleh ke belakang.

Ciiit! Suara gesekan ban akibat rem mendadak, membuat Cassandra terkejut. Dia mematung di depan sebuah mobil mewah yang berhenti mendadak. Beruntung, Cassandra tidak tertabrak mobil itu. Tak berapa lama, pemilik mobil itu pun turun dan menghampiri Cassandra.

"Apa kamu terluka?" tanyanya.

Cassandra mengerjapkan mata sembari menarik napas lega. "Ti-tidak! Saya, saya baik-baik saja, Signore!" jawabnya gugup.

Laki-laki paruh baya itu meneliti penampilan Cassandra sejenak, kemudian mengangguk. "Baiklah, selalu berhati-hatilah, Nona. Ini sudah lewat tengah malam!" ucapnya kemudian membalikkan badan.

Cassandra menoleh ke belakang sana. Dua orang preman tadi berhenti memperhatikan interaksi Cassandra dan laki-laki paruh baya itu. Sejurus kemudian, Cassandra berlutut di depan laki-laki pemilik mobil itu.

"Signore, Signore! Mi dispiace...." (Tuan, Tuan! Maafkan saya....) ucap Cassandra terbata. Laki-laki di depannya menunduk dengan kening berkerut dalam. "Tuan, izinkan saya ikut mobil Anda. Saya mohon!" ucap Cassandra pada akhirnya.

Laki-laki itu menatap ragu pada Cassandra. Sementara itu Cassandra masih berlutut sambil menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.

"Saya mohon, Tuan!"

"Tapi saya tidak bisa membawamu, Nona!" jawab laki-laki itu tegas.

Cassandra menunduk dalam, lalu menangis terisak. Membayangkan dirinya dijual dan dijadikan budak nafsu, selesai sudah harapan hidup Cassandra. Bahu Cassandra berguncang karena tangis sambil terus memohon. Akan tetapi, laki-laki paruh baya itu tetap bergeming.

Tiba-tiba pintu belakang mobil terbuka. Tatapan Cassandra tertuju ke arah sepasang sepatu hitam mengkilat di depannya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status