Share

Bab 5

Author: Pena_Kinan
last update Last Updated: 2022-07-12 23:39:01

"Mas … Tapi ibumu bicara seperti itu, tidak pada kenyataannya! Aku capek, Mas. Mengalah terus! Selalu di hina sama ibumu! Kamu ngerti gak sih perasaanku?!" Air mataku menganak sungai, sesekali aku mengusapnya dengan gendongan Hawa.

"Sabar, di tahan dulu. Sebentar lagi kita bangun rumah. Kamu gak perlu lagi mendengarkan omongannya!" Mas Wawan menasehati ku sembari meraih Hawa.

"Memang ada apa tho? Ibu kok marah-marah?" tanya Mas Wawan yang ingin tahu.

"Tadi itu ada orang datang nanyain ibu. Aku ngasih tahu dong, dimana tempat kerjanya. Eh, dia malah marah-marah gak jelas! Emang salah ya, Mas. Kalau aku ngasih tau? Dia malah bawa-bawa orang tua segala. Gak ada hubungannya!"

"Sabar, ibu itu kalau lagi gak ada duit emang bawaannya emosi. Coba kalau kamu ada duit, bagi-bagi sama dia. Pasti dia seneng!"

"Mana ada duit, Mas. Aku? Aku kan dikasih duit cuma dari kamu! Gimana sih?"

"Ya sudah, diem aja. Besok kalau ada yang nanya lagi dimana Ibu. Bilang aja kamu gak tau, dia pergi dari pagi. Dah gitu aja!" Lelaki yang bergelar suami itu menggendong Hawa dan sesekali mencium pipi Hawa yang gempal.

Aku diam, sedikit ada rasa tenang di hati. Mas Wawan terkadang juga tersulut emosi. Namun mungkin kali ini dia menyadari betul posisi ku. Sehingga dia cukup sabar menghadapiku kali ini.

Aku segera menyerahkan Hawa pada Mas Wawan. Agar aku bisa mengambilkan minum untuk Mas Wawan dan juga menyiapkan air hangat, untuk mandi si Hawa.

Entah pergi kemana wanita itu? Batang hidungnya langsung tak terlihat kembali. Padahal belum lama ia datang sudah menghilang lagi.

Entah siapa yang tadi datang kerumah? Membuat ibu mertua seakan gelisah hingga tak betah dirumah.

Tiba-tiba bapak sudah kembali dari bekerja. Dia duduk di kursi sembari menghisap rokok yang tinggal setengah.

"Pak, ini minumnya!" Kusodorkan teh panas di hadapannya.

"Terima kasih. Ibumu mana?"

"Gak ada, Pak. Dia keluar! Pak, tadi siang ada yang mencari Ibu seorang wanita. Tapi Nanda gak kenal. Setelah Nanda bilang sama Ibu. Sepertinya dia gak suka. Siapa dia, Pak?"

"Bapak juga gak tau!" Bapak mertua terdengar membuang nafas dengan berat.

Tatapannya jauh ke depan. Entah apa lelaki itu pikirkan. Dia tak ingin berbagi rasa dengan ku. Mungkin sungkan atau memang aku masih orang luar yang tak berhak tau.

Mas Wawan juga tak memberitahuku apa-apa tentang wanita itu. Mungkin dia juga tidak tahu seperti diriku.

🌸🌸🌸

Hari ini Mas Wawan berangkat jam tiga sore, dia akan pulang jam sepuluh malam. Mas Wawan kerja menjadi satpam di salah satu kantor pemerintahan.

Gajinya gak terlalu besar. Namun cukup untuk membeli susu formula untuk Hawa. Hawa bayi mungil, yang sangat suka dengan susu. Mungkin karena asupan yang baru di berikan padanya, hanyalah susu. Jadi jika setiap aku telat memberi susu, dia akan rewel dan terus menangis. Seperti kebanyakan bayi perempuan, Hawa sedikit manja.

Namun kebutuhan bayi tidak hanya susu, melainkan sabun mandi dan juga bedak maupun minyak telon. Meskipun tidak sesering membeli susu.

Kadang juga dia aku pakaikan Pampers, jadi semakin banyak pengeluaran yang harus disiapkan setiap bulannya.

Belum lagi kebutuhanku yang lainnya.

Jadi wajar jika gaji Mas Wawan yang tidak seberapa belum cukup jika harus memberikan sebagian pada ibu. Karena harus membayar kredit motor juga yang belum lunas.

Pernikahan diusia kami yang masih muda tidak cukup mempersiapkan matang-matang masa depan. Hingga akhirnya masih banyak kekurangan.

Akibat pergaulan bebas dan juga keinginan nafsu setan membuat semuanya terjadi begitu saja. Kurang pemahaman dan juga kurangnya iman.

Menjadi pelajaran agar kelak aku dan Mas Wawan bisa mendidik Hawa lebih baik lagi.

****

Ibu mertua terlihat berbincang dengan tetangga di halaman rumah. Sesekali ibu melanjutkan menyapunya, tapi lebih sering dia berbicara. Entah apa yang mereka bicarakan, sehingga terlihat serius dan juga menguras emosi.

Dari kejauhan aku pun kepo dengan apa yang mereka bicarakan. Hingga akhirnya

Aku sengaja bertanya pada Ibu Yuni. Dia salah satu tetangga yang rumahnya tidak terlalu jauh. Mungkin hanya selang lima rumah saja. Dia tinggal di rumah seorang diri, suaminya sudah lama meninggal dunia. Anak-anaknya semua merantau.

"Ada apa, Bu Yuni. Kok tumben main ke sini?" Aku mengagetkan mereka. Bu Yuni lantas menengok ke arahku.

"Iya, Nan. Mampir, tadi abis beli gula di warung. Lagi ngapain?" Bu Yuni bertanya balik padaku.

"Ini lagi mau nyetrika, suami mau berangkat kerja. Malah mati listriknya, gak kuat! Tadi …." Sembari aku menyalakan meteran tiba-tiba ibu mertua sudah memotong pembicaraanku.

"Lagian dari tadi ngapain? Jam segini baru nyetrika? Main ke tetangga? Gak inget kerjaan rumah?!" sahut Ibu yang terlihat tidak suka.

"Iya, Nan. Kalau nyetrika pagi aja. Jangan jam segini. Takutnya gak kuat!" Bu Yuni mulai terpengaruh.

"Bu, kalau Hawa ada yang jaga. Aku dah nyetrika dari tadi! Tangan Nanda cuma dua, gak mungkin mau ngerjain dua pekerjaan sekaligus. Lagian ibu dari tadi pagi kemana? Katanya ke tempat e Bu Yuni, kerokan, kok gak ada di rumah seharian? Emang bahu milik Bu Yuni, lebarnya kayak lapangan bola? Maka nya lama!"

"Tu denger, Bu. Dia itu menjawab kalau dikasih tahu! Jadi mertua apa gak naik darah? Kalau setiap ngasih nasehat dia ngelawan begitu?" ucap mertuaku sambil melanjutkan kegiatannya menyapu.

Aku hanya tersenyum, mendengar perkataan mertuaku. Dan mempersiapkan kalimat yang akan aku ucapkan agar mereka bungkam setelah mendengarnya.

"Kenapa Ibu gak mau jaga Hawa tadi pagi? Kalau Ibu jaga Hawa, aku kan bisa nyetrika sejak tadi pagi!" Skakmat, ini baru permulaan ya. Tunggu aja, besok kamu akan mati kutu dibuatnya.

"Ibu itu sibuk. Kerja, masak dan segala macem. Jadi gak sempet ngurusin hal yang gak penting!" jawab Ibu gelagapan.

"Maksud Ibu Hawa gak penting. Hawa kan cucu ibu sendiri, ya kan Bu Yuni? Ibu Yuni juga punya cucu kan? Sayang kan sama cucu?" Pandanganku beralih kepada Bu Yuni yang masih membawa gula di dalam plastik.

"Ya iyalah. Sayang dong sama cucu. Cucuku itu kalau gak saya gendong dia nangis. Bu Darti ini sayang kan sama cucu? Baru satu lho cucunya, masak gak pernah gendong?"

"Digendong, Bu. Tapi pas lagi banyak orang! Kalau gak ada orang ya bodo amat mau nangis kek mau apa kek!" beberku yang mulai jengah dengan sikap mertua.

"Kok gitu sih, Bu Darti! Seriusan yang dibilang menentu mu itu! Ih, keterlaluan kamu, Bu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KUBALAS HINAANMU DENGAN UANGKU   Bab 98

    ##Bab 98Akhir bahagia"Mas, Siska meninggal dunia. Kemarin di rumah sakit karena sebuah kecelakaan. Karena tidak ada keluarga yang mengurusnya jadi keluarga Adi yang akan mengurusnya. Mas Wanto ke sini kan?" tanya Nanda dengan suara serak. Meski Siska tidak terlalu menyukainya tapi tetap saja dia pernah menjadi bagian dari keluarga itu. Ada rasa kehilangan meski hanya secuil.Lelaki yang ada di seberang telepon itu terdengar gundah. Ada keraguan Ingin mengucapkan sesuatu."Mas Wanto lagi dirumah sakit, Jasmin sakit, Nan. Sudah seminggu ini di rumah sakit. Semua tindakan dan juga tes dijalani. Hari ini akan keluar hasilnya. Seandainya hasilnya bagus. Jasmin akan rawat jalan. Tapi kalau tidak bagus. Kemungkinan dia akan dikirim ke rumah sakit jiwa di kota.""Separah itu, Mas?" Nanda terdengar mengkhawatirkan Jasmin."Kemarin dia berulah. Hampir saja Mas celaka. Tapi Alhamdulillah, ada tetangga yang datang menolong!""Astagfirullahaladzim, tapi kamu gak papa kan, Mas?" "Gak papa! Mas

  • KUBALAS HINAANMU DENGAN UANGKU   Bab 97

    ##Bab 97Rumah sakit JiwaSemua orang yang ada di halaman rumah Nanda secara bersamaan menoleh ke arah mobil tersebut."Kasih?" ucap Partini terkejut melihat Kasih.Kasih berjalan menghampiri mereka. Satu persatu disalami dan saling berpelukan."Ada perlu apa kamu kesini, Nak Kasih?"" Gak ada apa-apa, Bu. Cuma mampir saja.""Ayo masuk!" pinta Partini langsung menggandeng Kasih.Partini meninggalkan Nanda dan juga Siska dihalaman rumah.Mereka saling melempar pandangan. Tatapan Siska kepada Nanda sulit diartikan. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu?"Pulanglah, daripada sakit hatimu!" pinta Nanda dengan nada biasa saja."Itukah calon istri Adi?" tanya Siska dengan ekspresi terkejut."Secepat itu Adi akan menikah lagi? Apakah aku tidak ada harga nya sama sekali?""Entahlah, kau pikirkan saja sendiri. Aku tidak ada waktu memikirkan hal itu!" Nanda pergi meninggalkan Siska.Kali ini Siska tak lagi berharga Dimata keluarga Adi. Apalagi Siska pergi dengan meninggalkan luka yang mendala

  • KUBALAS HINAANMU DENGAN UANGKU   Bab 96

    ##Bab 96Permintaan maaf siska"Mas Wawan, sarapan dulu yuk! Udah aku siapkan di meja. Pagi ini aku masak spesial," pinta Nanda dengan nada manja. Wanita beranak satu itu pagi ini terlihat sangat ceria. Rumah yang berantakan abis kebakaran sudah direnovasi olehnya dengan kurun waktu yang lumayan singkat.Begitu banyak keberuntungan berpihak kepadanya. Meski tidak sedikit cobaan juga kerap singgah di hidupnya. Kini tinggal menata hati dan pikiran berfokus pada usahanya."Masak apa, Dek?" tanya Wawan yang menarik kursi plastik perlahan."Ayam goreng sama sup bakso kesukaan Hawa. Sini, Nak. Mangkoknya biar ibu kasih bakso yang banyak! Kamu suka?" Nanda melempar pandangannya ke arah anak semata wayangnya."Iya, Hawa suka. Bu," Hawa memanggil sang ibu yang masih sibuk dengan kegiatannya. Tatapannya kembali ia arahkan kepada Hawa."Apa, Sayang?" tanya Nanda dengan penuh kelembutan."Hawa pengen punya adik. Kayak Tasya, dia sekarang udah punya adik!" pinta Hawa yang membuat Ayahnya tersedak.

  • KUBALAS HINAANMU DENGAN UANGKU   Bab 95

    ##BAB 95Jasmin sakit"Soal Jasmin. Mas bingung mau ngadepi Jasmin bagaimana? Sikapnya sangat berbeda, setiap kali Mas Vidio call. Dia itu baik. Tapi Mas dapet info dari para tetangga. Kalau Jasmin itu sering teriak-teriak sendiri. Kadang juga tertawa sendiri. Suatu hari pernah dia tertawa sambil menyebut nama kamu! Mas gak mau cerita sama kamu, takutnya ganggu kerja kamu!""Jangan-jangan Jasmin depresi, Mas?""Hust, ngawur kamu!""Lha kalau bukan depresi lalu apa? Gila?""Kita gak tau lho, Nan. Kalau nanti salah kan jadi fitnah! Nanti Mas cari tahu dulu. Bagaimana kehidupan Jasmin di kota. Takutnya dia tertekan saat jadi seorang istri, waktu itu!""Iya, Mas.""Ya sudah, kamu hati-hati ya! Jaga anak baik-baik. Salam buat suamimu." "Iya, Mas."Wanto akhirnya menutup sambungan teleponnya. Ada perasaan lega ketika Nanda bisa mengutarakan semua yang ada dihatinya. Dengan kedatangan Mas Wanto ke Klaten. Mungkin akan menemukan jalan keluar untuk masalah Jasmin.Nanda dan Wawan kemudian per

  • KUBALAS HINAANMU DENGAN UANGKU   Bab 94

    ##BAB 94Hutang"Maafkan ibu ya, Sayang! Hawa ayo kita sekolah, Nak." Nanda menguatkan hatinya. Tak sepantasnya dia terkejut hingga tak terkendali. Bukankah selama ini dia mampu melewati? Banyak hal yang sudah dia lalui, dari kehilangan hingga fitnah bertebaran. Jika yang terdekat mencoba menyakiti itu hal yang lumrah. Setelah diingat dulu mereka pernah menggores luka yang sama."Kamu gak papa, Dek?" Wawan mencoba menanyakan kondisi Nanda saat ini."Gak papa, Mas. Sudah biasa. Aku percaya kita bisa melewati masa-masa ini, kita bicarakan nanti setelah mengantar Hawa." Nanda berjalan sembari menggendong tas milik anak semata wayangnya.Wawan menyusulnya ke jalan sembari menyalakan motor.Menghentikan lajunya lalu membiarkan Nanda dan juga Hawa naik perlahan.Dalam perjalanan yang cukup jauh. Tak pernah sepatah katapun Nanda ucapkan. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya sampai di sekolah Hawa. Diciumnya tangan mereka dengan takzim oleh Hawa. Di peluk lalu pergi s

  • KUBALAS HINAANMU DENGAN UANGKU   Bab 93

    ##Bab 93Pak lurah"Saya dari toko Mawar, Mbak Nanda!" jawab wanita yang ada di sebrang telepon."Toko mawar? Ada apa lagi? Saya gak ada utang lho," jawab Nanda penuh hati-hati. Sebab dia sudah kehilangan toko langganan itu dan jangan sampai dia meninggalkan nama yang jelek disana."Bukan itu, Bu. Tujuan saya menghubungi anda bahwa bapak ingin bertemu dengan anda, di toko.""Bapak? Pemilik Toko kain itu?" tanya Nanda sambil berpikir sejenak."Iya, Pak Broto namanya." Nanda mengangguk-anggukan kepalanya sembari melihat suaminya yang masih terjaga di sampingnya. Ternyata selingkuhan Siska selama ini Pak Broto namanya. Dalam hati Nanda berbicara. Yang dia tahu hanya seorang kakek tua yang menjadi selingkuhan Siska selama ini. Tidak pernah terlintas dipikirannya untuk sekedar mencari tahu siapa namanya. Karena dia menganggap itu hal yang sangat tidak penting bagi hidupnya.Nanda menutup telepon setelah selesai berbicara. Apa yang membuat Pak Broto ingin bertemu dengan Nanda? Apakah ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status