TIARABeda hal kalau sudah body sharming. Aku akan lawan sampai ke pengadilan. Jelaslah tak mau dihina-hina, toh aku pun tak usil sama yang kurus kayak papan penggilesan.Di depan ruang Zay, aku masih harus berhadapan dengan sekertarisnya. Dan, menunggu izin lagi untuk beberapa menit. Repot emang kalau bertemu dengan orang penting. "Mari, mari silakan duduk, Bu!" sambut Zay ketika aku sudah masuk ke ruang kerjanya.Seperti biasa, dandanannya pasti perlente. Kemeja formal dengan hiasan dasi sangat pas di badan atletisnya. Jas hitamnya tidak dipakai, sedang tersampir di kursi kerja.Sikap bersahabat dipadu humoris yang dimiliki Zay adalah kelebihannya. Klien akan merasa nyaman dan tentu saja senang memakai jasanya. Ditambah wajah enak dipandang yang bisa jadi daya tarik bagi tante-tante kesepian. "Bagaimana Bu sudah ke tempat bu Irna?""Sudah, makasih, loh mas atas rekomendasinya. Pokoknya tempat itu keren. Saya jadi gak berasa lagi diet, enjoy malah!""Syukurlah, semoga lancar bu pro
TIARA"Saya kenal Susi sebelum Ragil, tapi tak akrab. Jadi, saya bisa mempengaruhi dia untuk minta surat poligami pada Ragil. Jadi, nanti desakannya dari dua arah. Saya rasa ini akan membantu upaya kita menekan Ragil!"Aku agak bengong mendengar pengakuan Zay. Lantas, muncullah tebakan bahwa dia itu mantan Susi. Makanya mau bantu aku karena sakit hati juga. Eh, tapi kan tak akrab. Mana mungkin mantan tak pernah akrab."Istri saya lebih cantik dari Susi, Bu. Almarhumah sudah pulang ke Penciptanya setahun lalu.""Oh, eh saya turut berduka cita. Semoga almarhumah bahagia di sana!"Duh, kok dia kayak bisa baca pikiran. Jadi gak enak gini apalagi bawa-bawa almarhum istrinya.Pria itu mengaminkan, lalu seklias wajahnya berubah murung. Mungkin lagi ingat kenangan dengan istri tercinta. Aku juga ikut larut pada apa yang dirasakan olehnya.Sungguh indah cinta yang dibawa sampai ajal tiba. Lantas dikenang oleh sang pecinta meski telah tiada. Jauh sekali dengan kisahku, saat masih hidup saja sud
RAGIL"Puyeng, puyeng, puyeeng!" Aku menjambak rambut sambil menggoyangkan kepala. Pusing banget menghadapi tingkah dua istri ini. Lama-lama aku bisa gila juga.Belum beres masalah Tiara, Susi merajuk ingin surat nikah resmi dari KUA. Bukan tak mau mengabulkan, tapi perkaranya tak mudah sebab butuh surat izin poligami dari Tiara.Tiara tak mungkin memberi surat izin itu. Yang ada dia akan makin murka jika dipinta. Maka tujuanku meredam gejolak bakal sia-sia.Lihatlah, Susi sekarang pindah kamar. Dia tak mau melayaniku seperti hari-hari indah sebelumnya. Baru salah sedikit saja, amarahnya sudah separah ini. Apalagi kesalahan lebih dari iniBeda banget dengan Tiara. Sebelum suaminya ini menikahi Susi, wanita itu lebih sabar dan lembut. Tak pernah dia merajuk atau marah-marah tak jelas.Maka kusimpulkan perubahan Tiara sekarang drastis sekali. Mungkin sangat tak terima aku menikah lagi. Tapi, mau bagaimana lagi, aku tak bisa menahan hasrat pada Susi si seksi.Apalagi melihat bentukan Ti
RAGIL"Anggur merah yang selalu memabukkan diriku belum seberapa jika dibandingkan dengan senyumanmu. Takotek, kotek dangdut, takotek, kotek, dangdut. Yihaaa!"Aku joget bablas di depan jendela kamar Susi. Sengaja di sini biar dilihat dari dalam. Aku tahu dia pasti lagi tertawa. Soalnya tadi kedengaran meski samar. Haah, gengsi aja digedein. Aslinya dia juga kangen sama belaian Ragil yang lebih lembut dari sutra. Wanita emang doyan pura-pura. Padahal udah ngebet tingkat dewa."Oh, Susi Sayang mas Ragil cinta mati sama kamu. Bukalah pintu hatimu untukku kekasihku!"Aku tak peduli apa teriakan dan tabuhan sendok pada panci ini terdengar tetangga atau tidak. Yang penting Susi luluh.Aku meliukkan badan ke kiri dan kanan. Lalu mengibaskan rambut hingga bergerak ke belakang."Yihaa, takdut, takdut, takduuut!"Taraa! Jendela terbuka!"Mas Ragil jahat!"Susi memajukan bibir dan menampakkan wajah sedihnya. Aku tahu itu hanya sandiwara sebab aslinya ia pasti habis tertawa."Tayongku, Mas mint
TIARAEnak saja ngajak tidur setelah apa yang dilakukannya. Dikira aku batu yang gak punya perasaan. Untung sedang datang bulan, jadi alasan nolaknya gampang banget."Dinda, aku rindu padamu!"Aku pengen muntah mendengar rayuan murahannya. Jangan harap bisa luluh dengan gombalan memuakkan.Hmm, tapi aku gak boleh kasar menanggapi rayuan ini. Kudu pura-pura luluh, tapi pelan-pelan biar gak aneh dilihatnya.Kamu main drama, aku juga, Bambang!Mas Ragil menggandeng tanganku saat menuju kamar. Sepanjang jalan ke sana, dia terus melontarkan kata-kata rayuan.Sebenarnya aku sudah ingin muntah mendengarnya, tapi ditahan agar sandiwaranya gak gagal.Di kamar pria itu makin agresif, tapi aku membiarkan dulu sampai waktu yang tepat."Kamu pasti rindu belaian, Mas. Maaf, ya Sayang Mas lama tak menyentuh. Sekarang Mas akan memberikanmu surga terindah!"Setelah kami berbaring barulah kubilang baru datang bulan. Dan reaksinya mas Ragil seperti orang bego. Mulut mangap dan mata melotot. Tubuh yang s
TIARAMomen ini juga akan kujadikan ajang membangkitkan amarah Susi. Tak boleh lupa foto - foto dan video mesra. Nahan mual bentar deketan sama mas Ragil bisalah demi tercapai tujuan."Bobo, yuk!" ajak mas Ragil setelah kami makan malam. Katanya dia juga ingin ngobrol soal anak-anak di kamar.Aku tak membantah ajakannya. Tak ada salahnya membahas masalah anak-anak. Seingatku sudah lama sekali kami tak berbincang soal mereka. Bisa jadi karena kesibukan masing-masing atau teralihkan pikirannya ada Susi setahun ini.Benar kata Zay, kalau lelaki sudah jatuh cinta bisa melupakan apapun, termasuk anaknya. Otak mereka kalah oleh napsu yang menggila pada wanita.Ah, sudahlah, toh semua sudah terjadi. Mas Ragil menikah lagi dan mencampakkan istri gendutnya ini.*Pagi ini kami beneran berangkat piknik ke Taman Bunga Nusantara, Cianjur. Katanya tak harus bawa bekal nanti makan di restoran saja. Tapi disuruh bawa baju sebab mau nginap di hotel terdekat.Wah, mas Ragil beneran niat ngerayu ini. T
Akhirnya air mata yang kutahan-tahan jatuh juga. Karena tak ingin dilihat, kupalingkan wajah keluar jendela. Sesaknya begitu nyata. Napas ku tak bisa lega sebab nyeri mendera. Kadang aku ingin ini hanya mimpi, atau imajinasi belaka. Apalah daya semua adalah realita yang suka tak suka harus dihadapi. Kenangan-kenangan indah nan romantis kami dulu sesaat melintas di cerukan kepala. Tak kupungkiri hal tersebut pernah memberi bahagia. Namun, keindahan itu tiba-tiba diganti kesuraman sebab hadirnya wajah Susi. Juga kemesraan mereka. Maka, hilangkan keceriaan. Bahkan takkan terulang untuk selamanya"Maaf..."Samar kudengar suara mas Ragil. Kali ini terasaada sesal tanpa rekayasa. Mungkin otaknya tengah waras hingga mampu memahami seperti apa hati istrinya. Setelah itu keheninganlah yang meliputi kami. Akibat lamunan panjang, kantuk pun menyerang. Mata ini pun tak mampu lagi terbuka.*Kami sudah sampai di jalan Mariwati KM 7, desa Kawungluwuk, kecamatan Sukaresmi, Cianjur. Di sinilah taman
RAGILAkhirnya aku bisa juga meluluhkan Tiara. Memang belum 100 persen. Minimal dia enggak marah-marah. Trik seribu rayuan dan jutaan gombalan telah memerangkap hatinya hingga jatuhlah dalam pelukan.Tiara memang tidak merespon rayuan. Dia lebih banyak diam. Mungkin itu adalah cara untuk meresapi kedalaman makna kata-kata Indah nan memesona.Aku mengajak Tiara mengelilingi taman bunga Nusantara. Tangannya selalu kugengam agar muncul keyakinan aku menikmati kebersamaan ini.Awalnya, aku memang bersandiwara demi meluluhkan Tiara. Lama-lama aku menikmati kebersamaan kami. Serasa nostalgia masa lalu."Suaramu'kan bagus, ayo, dong nyanyi.""Gaklah, malu!""Gak usah pakai nari. Kita nyanyi pelan aja, ayo!"Kami duduk di taman prewedding. Tempat yang biasa dijadikan ajang foto-foto pasangan yang akan menikah. Keindahannya gak usah ditanya, banget-banget menyedapkan pandangan.(Kemesraan ini janganlah cepat berlaluKemesraan ini ingin kukenang selaluHatiku damai, jiwaku tenang di sampingmuH