Share

BUKTI TAMBAHAN

“Nggi, bantuin Mbak beresin meja dong,” pintaku pada Anggi, adik iparku setelah mereka selesai makan.

“Emangnya kamu enggak bisa lakukan sendiri, Dek?” 

Mas Arga langsung menyambar ucapanku.

“Bisa sih bisa Mas, tapi kalau ada yang bantuin kan jadi lebih cepat selesai,” jelasku. 

“Kalau bisa sendiri, kenapa mesti minta Anggi yang melakukannya?” tanya Mas Arga. 

“Aku Cuma minta bantuan doang, Mas! Lagian juga enggak tiap hari,” jawabku kesal. 

Kadang Aku heran sama suamiku. Kalau aku minta Anggi untuk membantu pekerjaan rumah, pasti dia langsung protes. Ujung-ujungnya aku sendiri yang mengerjakannya. 

“Aku mau ngerjain tugas dulu, Mbak! “ 

Adik iparku yang sedari tadi hanya diam kini mulai membuka suara. Sayangnya, ia berkata sambil pergi ke kamarnya. Aku hanya menghembuskan  nafas kasar melihat tingkahnya.

“Itu kan sudah kewajiban kamu sebagai istri!” timpal ibu, “Jadi jangan malas!” 

“Siapa juga yang malas, Bu? Bukankah aku setiap hari melakukan kewajibanku?” 

Aku membantah tuduhan ibu dengan sedikit meninggikan suara.

“Dinda!” Hardik Mas Arga.

“Begitulah kelakuan istrimu, Ga! Kalau dinasihati pasti selalu membantah.” Ibu mengompori suamiku agar semakin marah. Ia tersenyum licik sambil melirikku. 

“Bereskan meja ini sekarang juga!” titah suamiku. Matanya mendelik menatapku.

Dengan enggan akhirnya  aku  beranjak membereskan sisa makanan yang ada di meja, sementara Mas Arga dan Ibu berpindah ke ruang keluarga. Segera kucuci gelas dan piring kotor yang baru saja mereka gunakan. Kalau dipikir-pikir sih aku sudah kayak pembantu saja.

Dulu, sebelum aku mengetahui perselingkuhan Mas Arga, semua pekerjaan kulakukan dengan ikhlas. Kuanggap itu sebagai wujud bakti pada suami dan mertua. Namun, kali ini aku melakukannya dengan terpaksa. Hanya saja, aku harus tetap bertahan di sini agar bisa membalas perbuatan mereka.

Selesai melakukan pekerjaan itu, aku bergegas menuju kamar. Kubaringkan tubuh penatku pada Ranjang untuk melepas lelah. Tanpa sengaja mataku menangkap sebuah lipatan kertas menyembul dari saku celana mas Arga yang tergantung di balik pintu. Gegas aku bangun lalu meraih benda yang ternyata adalah slip penyetoran pada sebuah bank.

Sepasang bola mataku terbelalak sempurna saat membaca kertas tersebut. Mas Arga telah mengirim uang sebesar dua puluh lima juta rupiah pada Dini, selingkuhannya. Sebuah nominal yang sangat banyak jika di banding dengan yang ia berikan padaku.

“Kurang ajar sekali Mas Arga! Aku yang melayani kebutuhan lahir dan batinnya saja enggak pernah di kasih sebanyak itu.” Aku membatin dengan tangan terkepal.

Samar-samar terdengar derap langkah kaki menuju ke arahku. Segera kuletakkan kertas di tanganku pada tempat sebelumnya. Dengan sedikit berlari aku kembali merebahkan tubuhku di ranjang.

“Belum tidur, Dek?” tanya Mas Arga sesaat setelah ia  berbaring di sampingku. 

“Belum,” sahutku dingin sambil bergeser sedikit menjauh.

Sesaat suasana hening. Kami sama-sama diam sambil menatap langit-langit kamar. Benar adanya jika perselingkuhan membuat hubungan suami istri tak sehangat seharusnya. 

“Itu apa, Mas?” tanyaku memecah kesunyian. Tanganku menunjuk ke arah pintu. 

“Apaan sih?” sahut suamiku bingung. Ia masih belum mengerti apa yang aku tanyakan. 

“Itu yang ada di celana kamu,” jelasku kemudian. 

Seketika Mas Arga langsung bangkit. Dengan langkah terburu ia mengambil kertas itu lalu memasukkan ke saku celana yang ia pakai. 

“Itu apaan sih, Mas?” tanyaku lagi. 

Aku sengaja berpura-pura seolah tidak tahu apa-apa. Padahal aku sudah melihatnya. Biar saja dia berikan banyak uang untuk selingkuhannya. Toh, beberapa waktu lagi aku yakin selingkuhannya akan meninggalkan dia. 

“Ini cuma sampah kok!” sahut mas Arga gugup. Jelas sekali ia tengah gelisah. Aku berusaha cuek agar mas Arga tidak curiga.

“ Kalau sampah kenapa dimasukkan saku lagi?” 

Pertanyaan dariku semakin membuat suamiku tambah gugup. 

“ee... anu... ini juga mau dibuang kok.” Ia bergegas pergi ke luar ruangan ini, sedangkan aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah mas Arga. 

Memang benar, satu kebohongan akan menciptakan kebohongan yang lain.

Sebenarnya aku enggak heran kalau mas Arga mentransfer sejumlah uang pada selingkuhannya. Sesuatu yang wajar jika ia seperti itu. Namanya juga selingkuh, sudah lumrah jika salah satu dari mereka akan memberi materi pada selingkuhannya.

Yang aku heran, dari mana dia punya uang sebanyak itu? Apa jangan-jangan selama ini Mas Arga punya tabungan? Tapi kenapa dia memilih setor tunai, bukankah akan lebih mudah jika uang itu di transfer saja? Apa jangan-jangan mas Arga meminjam pada temannya ya?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
coba kmu selidikin jangan2 dia korupsi d kantor nya ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status