Bab 29
Aku duduk sendirian di kursi ruang tamu tanpa melakukan apapun. Aku masih shock mengingat keributan yang terjadi antara aku dan Mas Iqbal sebelumnya. Mas Iqbal sudah pergi dan tidak kembali hingga malam tiba. Baguslah!Karena pertengkaranku dengan Mas Iqbal, lagi-lagi hari ini aku absen dan tidak pergi ke kafe seperti biasanya. Aku juga belum mencari cara untuk menemukan ponselku yang hilang. Pikiranku saat ini penuh dengan masalah rumah tanggaku yang semakin pelik."Sebaiknya aku segera bercerai sama Mas Iqbal." Aku masih memikirkan ucapan Pak RT tadi. Pak RT menawarkan untuk membuat laporan atas kasus KDRT. Tetapi aku masih ragu. Sebenarnya aku tidak ingin memperpanjang masalah ini, apalagi sampai melibatkan hukum. Mas Iqbal sudah mendapatkan hukuman yang pantas. Dia sudah dipermalukan oleh kelakuannya sendiri, dia juga sudah kehilangan muka di tempat kerjanya. Aku rasa hal ini sudah lebih dari cukup untuk memukul mental Mas Iqbal. Apalagi saat akBab 30"Keterlaluan kamu, Melati!"Bu Dahlia langsung berteriak begitu masuk ke dalam rumah. Indri juga melempar tatapan tajam padaku dan ikut meninggikan suara di depanku."Dasar istri durhaka! Harusnya kamu nggak melakukan hal ini sama Mas Iqbal!" bentak Indri padaku."Tega banget kamu sama suami sendiri. Apa kamu merasa senang udah merusak nama baik Iqbal? Apa kamu merasa senang udah bikin hidup Iqbal hancur? Gara-gara kamu, Ibu sama Indri juga ikut kena getah! Orang-orang jadi ikut membicarakan Ibu sama Indri. Ibu sama Indri jadi ikutan nggak punya muka lagi di depan orang-orang!"Ternyata mereka datang ke sini hanya untuk menghakimiku. Padahal sudah jelas Mas Iqbal yang bersalah, tapi ibu mertua dan adik iparku justru memaki dan menyalahkan aku."Iqbal nggak bisa pergi kerja! Iqbal juga nggak bisa keluar rumah! Kalau Iqbal nggak kerja, Ibu sama Indri mau makan apa? Tega kamu memfitnah suami sendiri! Selama ini kamu bisa hidu
Bab 31Kepalaku terasa pusing. Semalaman aku tak bisa tidur. Semua masalah dan keributan yang terjadi akhir-akhir ini membuatku tak bisa beristirahat dengan tenang."Gimana aku bisa fokus kerja kalau pikiranku kacau begini?" gumamku.Ponselku berdering dengan kencang. Aku segera mengambil benda pipih itu dan mengangkat panggilan telepon dari Mba Mira.Pasti Mba Mira sudah tahu tentang berita viral yang sedang beredar. Bisa jadi semua pegawai di kafe sudah tahu tentang masalah yang sedang kuhadapi sekarang."Halo, Mel. Kamu di mana sekarang? Kamu ada di rumah, 'kan?""Iya, Mba. Aku ada di rumah. Ada apa, Mba?""Untuk sementara waktu kamu nggak usah datang dulu ke cafe. Istirahat aja di rumah, nggak usah mikirin kerjaan. Soal kerjaan di kafe biar Mba yang akan handle semua selama kamu belum bisa masuk kerja."Mba Mira langsung menawarkan bantuan tanpa banyak tanya tentang permasalahan rumah tangga yang sedang aku
Bab 32Aku pulang dari kafe lebih awal dari biasanya. Mba Mira memintaku untuk fokus pada permasalahan rumah tanggaku terlebih dahulu.Aku harus menyelesaikan masalahku satu persatu. Aku tidak akan bisa mengurus kafe dengan baik kalau pikiranku dikuasai oleh segudang masalah yang saat ini selalu menghantuiku."Sekarang aku harus mulai dari mana?" Aku membuka pintu kamar dan melihat masih banyak barang Mas Iqbal di ruanganku."Aku harus mengenyahkan barang-barang ini dari rumahku."Aku mengambil tas besar dan beberapa kardus tak terpakai. Segera kukemas barang-barang milik Mas Iqbal dan akan kuantarkan semua barang tersebut ke rumah ibu mertuaku.Aku tak mau lagi ada kenangan tentang Mas Iqbal di rumah ini. Akan kukirimkan semua barang-barang ini ke pemiliknya yang tidak akan kembali lagi ke rumah ini.Dua jam lamanya aku sibuk mengemas dan mengepak barang Mas Iqbal. "Baju-baju Mas Iqbal banyak juga," gumamku.Ku
Bab 33Aku masih bersembunyi di sekitar rumah Bu Dahlia dan menyaksikan pertengkaran keluarga itu. Aku masih ingin mengetahui kelanjutan pertikaian keluarga mereka."A-aku udah bilang sama Om Rizal, t-tapi dia bilang dia nggak mau tanggung jawab," ungkap Indri membuat kemarahan Mas Iqbal makin memuncak.Aku tak menyangka Mas Iqbal selicik itu, dia tega meminta adiknya untuk memeras laki-laki yang sudah menghamilinya. Namun sayangnya Indri memberi jawaban yang sangat mengejutkan."Kamu bilang apa? Jadi tua bangka itu nggak mau tanggung jawab?" geram Mas Iqbal. "Aku udah coba minta pertanggung jawaban Om Rizal, tapi dia malah nggak mau mengakui kalau ini anaknya. Om Rizal udah ninggalin aku, Mas," ucap Indri diiringi isak tangis."Dasar perempuan nggak berguna! Bod*h banget sih kamu, Indri! Harusnya kamu minta sesuatu dari dia buat jaminan!" omel Mas Iqbal. "Kalau dia nggak mau tanggung jawab dan nggak mau memberi uang, kita lapor
Bab 34Aku duduk di kamar seraya menatap beberapa lembar kertas yang berserakan di meja. Aku sedang mengumpulkan berkas untuk pendaftaran perceraian. Meskipun aku belum bicara pada Mas Iqbal kalau aku ingin segera berpisah, tapi aku sudah mulai bersiap dari sekarang. Setelah aku bertemu dengan Mas Iqbal nanti, aku akan langsung mendaftarkan perceraian kami."Bismillahirrahmanirrahim. Aku ingin memulai dan membuka lembaran baru."Kumasukkan berkas-berkas pernikahanku ke dalam amplop besar dan kusimpan baik-baik di laci meja. Aku harus segera mencari momen yang tepat untuk mengajak Mas Iqbal bertemu."Kamarnya jadi longgar banget sekarang," gumamku seraya menatap ke sekeliling. Tak ada lagi barang milik Mas Iqbal yang tersisa di dalam kamar ini.Kemarin aku langsung meninggalkan rumah Mas Iqbal tanpa berpamitan. Kutinggalkan begitu saja tas besar dan kardus-kardus yang berisi barang-barang Mas Iqbal di depan rumahnya.Saat aku perg
Bab 35"Kamu ngapain di sini, Mas?" tanyaku pada Mas Iqbal yang saat ini sudah berdiri di depanku dan menghalangi jalanku."Kalau aku nggak ke sini, mungkin aku nggak akan tahu kelakuan kamu selama ini!" sahut Mas Iqbal.Dahiku berkerut. Kata-kata Mas Iqbal membuatku bingung."Maksud kamu apa, Mas?""Jujur aja, Mel! Kamu punya hubungan sama laki-laki lain, 'kan?" tuduh Mas Iqbal.Mas Iqbal tiba-tiba datang dan mengoceh tidak jelas. Tak ada angin tak ada hujan, Mas Iqbal menudingku telah main serong dan berkhianat."Kamu ngomong apa sih, Mas?""Aku lihat semuanya. Dari tadi kamu duduk sama laki-laki yang pernah nganterin kamu pulang. Laki-laki itu pasti sering ketemu sama kamu di sini, 'kan? Setiap hari kamu ke kafe bukan untuk kerja, tapi untuk ketemuan sama selingkuhan kamu itu, iya 'kan?"Tanganku tiba-tiba bergerak sendiri dan mengarah ke wajah Mas Iqbal. Aku menampar pipi Mas Iqbal dengan sangat ker
Bab 36Aku dan Mas Iqbal masih berdiri di depan kafe. Kami masih terlibat perdebatan mengenai ke perceraian.Tampaknya permintaanku untuk berpisah membuat Mas Iqbal tidak senang. Kupikir Mas Iqbal memang sudah lama ingin bercerai denganku, tapi Mas Iqbal justru marah saat aku membahas tentang perceraian."Kamu jangan ngomong ngawur, Mel! Kamu mau cerai sama aku?" sungut Mas Iqbal."Bukannya itu yang kamu mau dari dulu? Adik sama ibu kamu pengen menantu baru. Mereka udah nggak mau lagi mengakui aku sebagai menantu, 'kan? Kamu juga udah cari perempuan lain. Buat apa lagi kita mempertahankan rumah tangga yang cuma sekedar status?" sahutku. "Aku nggak mau cerai sama kamu!" ucap Mas Iqbal tiba-tiba."Aku tetap mau cerai!" tegasku."Kamu jangan jadi istri matre yang mau enaknya aja, Mel! Setelah aku dipecat, jadi pengangguran, jadi bahan ejekan orang, kamu mau ninggalin aku?" omel Mas Iqbal. "Istri macam apa kamu, hah? Harusn
Bab 37Hari ini aku benar-benar pergi ke pengadilan untuk mengajukan gugatan. Setelah mendaftar, aku akan langsung membuat surat gugatan. Tanganku berkeringat dingin saat aku menyerahkan dokumen yang sudah aku kumpulkan. Aku masih tak percaya, aku berani datang ke sini untuk mengakhiri rumah tanggaku."Tinggal nunggu jadwal sidang keluar," gumamku gugup.Setelah menyelesaikan urusan di pengadilan, aku bergegas pergi ke kafe dan bekerja seperti biasa. Untungnya Mas Iqbal hari ini tidak datang ke kafe. Mas Iqbal pasti kesal kalau dia tahu aku sudah mendaftarkan perceraian kami."Aku nggak boleh takut. Aku harus berani melawan Mas Iqbal."**Minggu ini aku akan mulai membuat pesanan kue-kue khas Palembang untuk hotel-hotel Alfarizi grup. Dapur sudah diperluas dan semua peralatan sudah siap. Juru masak baru juga sudah mulai datang untuk membantuku."Ini daftar kue dan resepnya. Tolong bikin percobaan dulu beberapa