“Hai Endruw kesini Sayang, ini temen bunda sama anaknya.“ Kata Tante Ratna yang otomatis membuatku kembali ke alam nyata.
Namanya Endruw, cowok yang akan dijodohkan denganku. Endruw bisa dikategorikan sebagai cowok ganteng, eh bukan yang benar ganteng banget. Endruw berperawakan tinggi, besar, kekar, memiliki kulit yang putih bersih. Matanya hitam, saat dia melihatmu kamu pasti akan merasa terintimidasi atau malah jatuh hati. Pakaiannya rapi dengan setelan jas coklat dipadukan dengan sepatu senada membuatku benar-benar lupa kalau ini daratan tubuhku serasa mengapung di kolam. Dan jika kemajanya dilepas pasti akan terlihat roti sobek yang menghiasi perutnya. Dan jika aku pegang salah satu bagian dari roti sobek itu..
“Au…”, suaraku keluar begitu saja saat tangan mama mencubit lenganku.
“Mama ih”, bisikku.
“Balik Fir, balik ke daratan. Jangan mengapung terus di kolam nanti masuk angin”, bisik mama sambil tertawa ngakak.
“Gimana pilihan mama? TOP kan?”, bisiknya lagi tapi suaranya agak dikerasin entahlah biar apa.
“Firza kenalin nak, ini anak tante namanya Endruw, Endruw ini Firza”
“Endruw”
“Firza”
Kami berjabat tangan, dan saat ini dia pasti tau kalau tanganku sedingin es dan bergetar. Dia pun tersenyum ke arahku. Apa yang dia pikirikan? Apa dia merasa aku cantik? atau malah aku jelek. Pikiran demi pikiran yang tidak berujung membuatku jadi keliatan gugup.
“Kita makan dulu yuk..“, ajak mama.
Kami pun makan.
Aku mengamati Endruw saat makan. Dia makan dengan tangan kanan, makanannya dikunyah lalu ditelan. Setelah makan dia minum. Lalu mengambil buah dan dimakan. Yes fix, Endruw adalah manusia. Bukan bidadara yang jatuh dari surga.
“Anak-anak kalian ngobrol aja dulu di belakang, bunda mau ngelanjutin reunian.“ Tante Ratna menyuruh tapi juga mempertegas kalau ini memang acara perjodohan.
Aku mengajak Endruw ke taman belakang, dan mengajaknya duduk di gazebo. Aku merasa sangat tidak nyaman, kalau bisa jantung ini mau aku pindah dulu ke tempat yang lebih aman. Takutnya Endruw mendengar suara detak jantungku yang saat ini sedang bekerja di luar batas normal.
“ Firza..”
Dia memanggil sambil menatapku. Tatapannya bagai singa yang siap menerkam mangsa dan aku merelakan diriku untuk dimangsa.
“iya”, jawabku sambil menunduk enggak kuat sama tatapannya.
“Firza kamu pasti sudah tahu alasan saya dan bunda datang kemari. Apakah kamu setuju dengan perjodohan ini Firza?”
Wah ni cowok tipenya to the point, ngobrol apa dulu kek, basa basi kek.
“emm aku..“
“Jangan beranggapan kami memaksa kamu Fir. Kita memang baru saja bertemu. Bunda bilang kamu gadis baik dan cocok untuk menjadi mantunya. Saya percaya sama bunda. Namun bila kamu tidak berkenan.. “
“Kenapa kamu percaya aja sama bunda, kan yang mau nikah kamu. Aku enggak sebaik yang bunda fikirkan. Aku kalau bangun pagi pasti kesiangan, kadang suka ngomel eh enggak kadang sih sering, aku enggak bisa masak, aku juga enggak cantik, aku.. “
“kamu cantik Fir “ ucapnya sambil tersenyum tipis dan menatapku.
Aku gelagapan mendengar ucapannya, tubuh ini serasa mau pingsan. Untungnya, aku masih bisa menahan diri saat ini, saat ini enggak tau kalau nanti.
“Aku percaya sama bunda, karena pilihan bunda tidak pernah salah.“, jawabnya sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.
Aku terdiam, enggak tau lagi mau ngomong apa.
“Jangan dibuat berat Fir santai aja”, kata Endruw sambil memegang pundakku sepertinya dia tahu kalau aku sedang bingung, galau, bimbang dan kawan-kawannya.
“Eh, gimana kerjaan kamu?” Endruw memulai menanyakan hal lain. Tentunya dia berusaha mencairkan suasana agar aku bisa lebih rileks.
Malam ini kami ngobrol banyak hal, mulai hal lucu sampai serius. Namun yang aku heran dari awal sampai akhir pembicaraan kita, tidak pernah sekalipun dia tertawa lepas. Senyum yang dia berikan padaku hanya senyum tipis yang meskipun tipis bagiku itu sudah sangat manis. Padahal tak jarang aku tertawa lepas saat dia menceritakan kawan-kawannya yang lucu, tetapi dia masih lempeng aja dengan senyum tipisnya.
“Firza.. Endruw.. Ayo masuk!” Teriakan mama membuyarkan obrolan kami. Kami pun masuk ke dalam.
Aku sudah mulai nyaman dengan Endruw. Dia orang yang enak diajak ngobrol. Hingga aku merasa ngobrol dengan orang yang sudah lama aku kenal.
“Firza gimana Endruw?” Tanya tante Ratna sambil menggandeng dan mendudukkanku di sofa sebelahnya.
“Gimana apanya ya tan?” Tanyaku berlagak polos, padahal judulnya saja sudah jelas perjodohan.
“Gimana Endruw Nak? Kamu kira-kira cocok enggak sama dia?” Tante Ratna memperjelas pertanyaannya, memandangku penuh harap.
Aku speechless seketika, tidak tahu harus apa. Aku hanya bisa menunduk. Mungkin saat ini wajahku terlihat memerah saking malunya, tanpa sengaja bibirku pun mengulumkan senyum malu.
“kalau senyum itu artinya mau” kata tante Ratna berteriak girang.
Tante Ratna dan mama saling memeluk, mereka terlihat sangat bahagia. Dengan masih malu-malu aku melirik Endruw, wajah manisnya juga terlihat bahagia menyaksikan ke dua orang tua kami. Merasa aku meliriknya, Endruw pun mengalihkan pandangannya kepadaku. Dengan senyum tipisnya yang menawan dia berbisik terimakasih, meskipun aku tidak bisa mendengarnya karena jarak kami cukup jauh namun dari mimiknya terlihat jelas. Aku membalasnya dengan senyuman yang mengartikan bahwa aku setuju, aku siap menjadi istrimu, aku siap menjadi ibu dari anak-anakmu, aku siap menjadi cinta terakhirmu. Meskipun Endruw tidak faham dengan arti senyumku tapi dia mengedipkan mata lembut ke arahku seolah-olah dia tau benar apa arti senyuman tadi.
“Baiklah, kalau begitu minggu depan kalian bertunangan dan bulan depan kalian menikah” kata tante Rita yang mengubah kata sapaan untuk dirinya menjadi bunda.
“Hah, cepet banget!”, kataku terkejut. Dan aku baru menyadari kalau acara perjodohan memang sudah direncanakan sejak lama.
“Kenapa lama-lama Sayang? Niat baik harus dilakukan secepatnya kan”, ucap tante rita sambil mengusap kepalaku.
“Nungguin apa sih Fir, mama kan juga kepingin cepat nimang cucu. Udah gak usah pake lama” mamaku menimpali.
“Wah.. Cantik banget kamu Fir. Foto dulu yuk, siapa tahu ketularan dapat jodoh.”Cekrek, cekrek, cekrek..Siapa lagi kalau bukan Rani. Setelah tahu kabar pertunanganku, dia adalah orang yang paling sibuk. Nyari gaun, sepatu, tas, asesoris, make up. Tapi itu semua buat dirinya sendiri, bukan buat aku. Selama satu minggu dia sibuk menyiapkan segala sesuatu kebutuhan untuk dirinya sendiri, untuk menghadiri pertunanganku.Tepat hari ini pertunanganku digelar. Tidak ada acara istimewa, hanya syukuran sederhana yang dihadiri oleh keluarga dan teman-teman dekat kami.“Fir, kamu kok bisa sih dapat calon suami seganteng Endruw?”, tanya Rani. Dari dulu dia paling suka menggoda cowok ganteng, tapi tidak pernah berhasil.“Gak tau, mungkin karena aku cantik kali. Makanya Endruw mau”, kataku sekenanya sambil menebalkan lipstick di bibirku.“Ih PD banget sih kamu Fir.”“Lah bukannya kamu sendiri
“Kamu langsung ke butik aja ya Nak, bunda tunggu di sana ajak mama kamu juga. Dari butik kita langsung ke toko perhiasan langganan bunda. Lalu makan malam di rumah bunda.” Suara Bunda di telfon.“Iya bunda, habis ini Firza langsung berangkat. Bye bunda sampai ketemu.” Jawabku seraya mematikan telfon.Hari pernikahanku semakin dekat dan persiapan pernikahan masih 50 persen. Mau tidak mau bunda turun tangan langsung untuk membantuku menyiapkan semuanya. Sejak pertemuan pertama kami di rumahku, Tante Ratna menyuruhku untuk memanggilnya bunda. Bunda sangat menyayangiku, meskipun aku belum resmi menjadi menantunya namun kasih sayang itu sudah sangat terlihat.Hari ini kami berjanji untuk bertemu di butik, untuk finishing baju pernikahan. Tapi Endruw tidak bisa ikut, dia harus bekerja agar saat pernikahan nanti urusan pekerjaannya sudah selasai.Sesampainya aku di butik, bunda sudah berada di sana. Aku menghampirinya lalu menciu
Pagi ini berbeda dari pagi-pagi biasanya, suasana pagi ini sepi. Tidak terdengar omelan mama yang sudah menjadi alarm bagiku. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 07.00, “tumben mama belum bangunin” batinku. Kulirik kalender duduk di meja sebelah kasur, terlihat tinggal seminggu lagi menuju tanggal dengan lingkaran hati yang kubuat sendiri untuk menandai kalau hari itu adalah hari pernikahanku. Aku tersenyum kecil, sedikit membayangkan bagaimana jadinya kalau aku masih sering telat bangun pagi, “apa kata Endruw”, batinku meracau.Aku segera bergegas ke kamar mandi, setelah mengingat bahwa hari ini aku harus menyelesaikan banyak pekerjaan di kantor. Sebelum aku resign dari kantorku, aku harus menyelesaikan semua kewajibanku agar nantinya aku tidak terbebani. Ya, setelah menikah aku memang berniat untuk resign dari kantorku bekerja. Aku ingin membuka usaha sendiri, agar waktuku tidak terlalu terbuang banyak di luar. Atas saran dari Endruw tentunya.
“Nak, setelah kami bermusyawarah akad nikah kamu dan Endruw akan dilaksanakan saat ini juga di depan jenazah mama” bunda berusaha menjelaskan apa yang tengah mereka bicarakan tadi.Bagai kena petir di siang bolong, tangisku seketika menjadi-jadi mendengar penjelasan bunda. Bagaimana bisa hari bahagia dilaksanakan di saat seperti ini. Endruw datang memelukku, dia mengusap-usap rambutku berusaha menenangkan. Air mata yang mengalir sederas hujan membasahi bagian dada baju putih yang dipakai Endruw.“Kamu harus kuat ya Fir, semua untuk kebaikan kita. Saya akan selalu menjaga kamu.” Ucap Endruw sambil mengecup keningku.Aku tak kuasa untuk bergerak dari tempat dudukku semula, hanya terdiam sambil melihat jenasah mama yang sudah terbungkus rapi. Bunda dan beberapa paman bibiku mulai sibuk menyiapkan pernikahan mendadak ini. Semua orang berjalan kesana kemari dengan kesibukan masing-masing. Mungkin mereka juga bingung harus bahagia
Bulan ini adalah bulan Agustus, dimana biasanya musim kemarau sudah datang. Awan yang biasanya menutupi matahari pada musim kemarau mereka akan pergi menjauh entah karena bosan atau hanya ingin sedikit menghindar, sehingga membuat matahari lebih terik. Suhu sudah mulai panas dan lembab. Tanah pun juga mulai retak.Namun tidak untuk saat ini. Meskipun kemarau datang di bulan Agustus tapi Agustus saat ini berbeda dengan biasanya. Agustus sekarang lebih bersahabat, atau malah merupakan tanda awal dari sebuah bencana. Ya, beberapa hari di bulan Agustus hujan datang mengguyur. Tidak hanya rintik-rintik gerimis, namun juga hujan deras dan petir yang menyambar.Entah apa yang sudah Tuhan rencanakan. Keadaan seperti ini pasti akan sangat membuat para petani merugi. Gagal panen sudah jelas dirasakan oleh mereka begitu juga para pekerja lain yang menggantungkan pekerjaannya pada musim. Pasti akan sangat merugi.Hari ini dua minggu pernikahanku, yang berarti sudah du
Aku setengah berlari saat mendengar nada dering ponselku berbunyi. Terlihat nama Endruw di layar, aku tersenyum melihatnya. Tidak bisa kupungkiri, saat ini aku merindukan Endruw. Setelah Rani pulang, aku mulai bertekat untuk bangkit dari keterpurukan demi suamiku. Kugeser tombol hijau di layar ponsel.“Firza, kamu kenapa? Apa kamu baik-baik saja? Kenapa lama sekali mengangkat telfonnya.” Suara Endruw di seberang terdengar keras dengan nada khawatir.“Enggak apa-apa, tadi aku habis mandi”, jawabku yang otomatis membuat Endruw terkejut. Memang beberapa hari ini Endruw yang mengurus segalanya.“Jadi kamu sudah mandi?” Tanyanya tidak percaya.“Sudah”, jawabku lirih.“Siapa yang bantuin?”“Mandi sendiri lah, ngapain mandi dibantuin”, jawabku sedikit menyeringai. Aku lupa kalau biasanya Endruw yang membantuku mandi, menyiapkan air hangan dan menggandengku berjala
Kubuka mataku pelan, saat sinar matahari menyeruak menembus celah kecil korden kamarku. Aku mendengus kesal saat merasakan sentuhan panas sang mentari yang tepat mengenai wajahku. Kucoba menarik selimut untuk melindungi wajah. Namun selimut yang menempel di tubuhku tidak dapat kutarik. “Seperti ada yang menghalangi? Apa ini? Jangan-jangan monster yang kayak di film-film”, pekikku yang langsung terperanjat kaget. Dengan cepat aku merubah posisi yang semula tidur menjadi duduk.Seketika aku tersenyum saat kulihat Endruw sedang tidur di sebelahku sambil tangannya mencengkeram selimut dengan erat. “Pantesan selimutnya enggak bisa ditarik”, batinku.Lama aku terdiam melihat wajah Endruw yang tidur di sebelahku. Ini memang bukan kali pertama Endruw tidur di sampingku, namun baru kali ini kulihat wajah suamiku sampai puas. Wajah membuat aku jatuh cinta. Kutundukkan wajahku, kukecup kening dan pipi Endruw dengan pelan. Pipiku merona karenanya, ini
“Iya bentar lagi berangkat, ini udah di depan.” Teriakku di telfon yang sampai membuat para asisten di rumah melihat ke arahku. Siapa lagi yang aku teriaki kalau bukan Rani, sahabat tercintaku yang hari ini akan bertunangan. Sebenarnya acara pertunangannya nanti malam, tapi bukan Rani namanya kalau enggak heboh sendiri. Ya, Rani bertunangan dengan kekasih yang baaru saja dipacarinya. Agak aneh memang, cewek seperti Rani bisa memutuskan menikah dalam waktu secepat ini. Tapi sudahlah, sudah cinta mati katanya.Aku menyetir mobilku sendirian, biasanya Endruw tidak memperbolehkanku untuk keluar sendiri. Bang Asep supirnya bunda lah yang Endruw percaya untuk mengantarkanku kemanapun aku mau. Tapi hari ini Bang Asep sedang sakit, akhirnya mau tidak mau Endruw membiarkanku menyetir. Eh jangan salah, sebelum membiarkanku menyetir aku harus mendengarkan wejangan Endruw dulu. Gak boleh ngebut lah, gak boleh parkir sembarangan lah, ini lah, itu lah. “Dikata aku ABG lab