Firza adalah seorang gadis mandiri yang dijodohkan dengan Endruw laki-laki tampan anak teman mamanya. Namun Endruw memiliki masa lalu yang mengharuskan Firza untuk mengiklaskan suaminya demi kebahagiaan suaminya sendiri
View MorePagi ini terlihat mendung setelah semalam hujan deras mengguyur. Rasanya dingin, sejuk, dan segar tentunya. Dan kalau cuacanya terus seperti ini paling enak memang menarik selimut dan lalu melanjutkan tidur lagi. Meskipun suara dari luar kamar sangat berisik, tapi aku tetap merasa nyaman berada di atas kasur sambil memejamkan mata, sedikit demi sedikit menyelesaikan mimpi yang entah kenapa sejak tadi belum juga selesai.
Hingga tiba-tiba, sepertinya atap rumahku bocor. Wajahku terkena air, makin lama makin banyak.
“Astaga ini anak dari tadi dipanggil nggak bangun-bangun. Diciprat-cipratin air juga nggak mau bangun. Maunya diapain? Digerojok air, hah? Sayang kasurnya, Nak. Kamu itu udah gede, udah seharusnya nikah. Masak iya nanti mama masih ciprat-cipratin air ke mukamu? Kan malu mama sama suamimu, Nak.”
Setiap pagi kalimat itulah yang aku dengar. Entah kenapa mama kalau membangunkanku kalimatnya itu itu aja diulang-ulang setiap hari sampai mungkin tetangga yang mendengar aja hafal. Kadang aku bertanya-tanya apakah emak-emak di seluruh antero dunia juga suka begitu? Atau hanya mamaku saja.
“Iya Mama.. Enggak usah bawa-bawa suami. Nanti orang takut buat nikahin anaknya Mama. Takut sama calon mertuanya yang galak“, kataku sambil bergelotan manja di pelukan mama.
“Makanya cepetan bangun Nak, mandi, sarapan, terus berangkat kerja. Kalau kamu telat nanti gajinya dipotong lo.”
“Siap bosque”, kataku sambil menaruh telapak tangan di alis mata kananku memberikan hormat untuk mama. Kemudian aku berlalu ke kamar mandi untuk mandi dan segala pekerjaan yang bisa dilakukan di kamar mandi. Dan mamaku? Mama tidak keluar kamar, dengan kekuatan supernya mama menata sprei, bantal guling, dan banyak lagi, sambil ngomel. Dan kalimat omelannya juga masih saja sama dari omelan kemarin. Yah begitulah mamaku. Mama tercintaku.
“Firza.. nanti pulang kerja kamu mampir ke tokonya Abah Mujib ya, tolong mama beliin gula dua kilo, teh, kopi yang mereknya ABCD, tepung terigu merk Ajib eh jangan yang merk Sip aja dua kilo, terus garam, kecap yang merk Gunting ingat yang merk Gunting jangan salah lo fir, kemarin kamu beliinnya merk Kertas, @@@@@@@@. “
“ OK Ma.. Firza sudah hafal. Firza berangkat ya.. Bye mama.. “, kataku sambil mencium punggung tangan mama dan cepat-cepat berlalu.
Bukannya aku tidak mempedulikan apa perintah mama, aku memang udah hafal sama daftar belanjaan mama, merk barang belanjaan mama, dan juga seberapa banyak belinya. Pernah sih keliru belanjanya, tapi tidak masalah paling hanya diomelin.
Firza Agatha, inilah aku. Namaku adalah pemberian almarhum papa. Papa meninggal saat aku masih berusia 5 tahun. Setelah kepergian papa, mama tidak mau menikah lagi. Meskipun mama juga sadar kalau hidupnya tidak sempurna tanpa suami, tetapi mama tetap bersikukuh ingin membesarkanku dengan perjuangannya sendiri. Untungnya alamarhum papa memiliki sedikit tabungan yang bisa mama gunakan untuk memulai usahanya. Dengan perjuangan keras dan hanya seorang diri, mama akhirnya mampu memberikan aku hidup yang layak tanpa kekurangan dan bisa menyekolahkanku hingga lulus S2. Memang berat jalan hidup yang harus dilalui mama, tetapi mama tidak pernah mengeluh. Mama selalu tersenyum dihadapanku, mama selalu berusaha menjadi seorang ibu dan ayah yang ideal buatku. Tak jarang lamaran dari seorang pria kepada mama datang, tapi dengan halus mama selalu menolak. Saat aku tanya kenapa jawabannya selalu sama, tidak ada yang bisa lebih baik dari papa untuk bisa menjadi suami mama dan menjadi papa kamu.
Saat ini aku bisa dikatakan gila kerja. Bagaimana tidak, sejak lulus S2 dan bekerja di perusahaan tempat kerjaku sekarang aku jadi sangat sibuk. Keluar kota, lembur sampai malam, adalah makanan sehari-hari bagiku. Sebagai salah satu tenaga ahli diperusahaan ini atasanku sering mempercayakan beberapa proyek untuk aku handle. Dan hasilnya pun juga cukup membuat beliau bangga.
Makanya, Diusia 28 ini aku masih betah untuk sendiri alias jomblo. Sepertinya aku sampai tidak punya waktu buat mikir jodoh. Eitss, jangan salah bukannya enggak laku, laku kok. Banyak cowok di luaran sana yang mendekatiku. Aku enggak nolak, tetapi selalu saja tidak pas. Karena aku ingin saat aku menemukan seseorang yang cocok langsung nikah saja, tidak perlu main-main. Lagipula menurutku hal yang semacam itu tidak bisa buat dijadikan mainan. Jadi kalau ada cowok yang mendekatiku cuma buat main-main saja, tidak aku ladenin. Mungkin hal seperti inilah yang membuatku sampai saat ini masih sendiri.
Aku memarkirkan mobilku dengan rapi di tempat parkir kantorku. Kemudian berjalan dengan santai menuju lobby kantor.
“Firza.. Firza.. Firza..”
Nah, kalau yang panggil-panggil ini namanya Rani. Dia teman SMAku, udah lama hilang kontak tahu-tahu bertemu lagi dikantor ini dan pastinya dia bawahanku,hehe..
“Bisa gak sih gak pake teriak”, serangku sambil membalikkan badanku ke belakang kearah Rani.
“Gak bisa, mulut aku udah setelannya kayak gini”, kata Rani seraya menggandeng tanganku dan mengajakku berjalan masuk ke kantor.
“Makanya tiap pagi jangan makan pisang”
“Ih.. kamu pikir aku monyet. “
“Loh bukannya iya,haha...”
“Ya udah deh enggak papa aku monyet, jadi kan kamu bosnya monyet, Haha..”
Ya begitulah Rani, dia itu sangat bawel. Ngomongnya banyakdan selalu menggunakan volume maksimal. Jadi susah kalau sedang membicarakan orang, terdengar sampai mana-mana. Tapi dia teman terbaik aku, baik hati, gak sombong, suka menabung, tapi pelit.
Duduk bersila. Tarik nafas dari hidung, buang pelan-pelan lewat mulut. Tari nafas dari hidung, buang pelan-pelan dari mulut. Tarik tangan ke kiri, tahaan lepas. Tarik tangan ke kanan, tahaan lepas. “Sayang kamu kok masih duduk di situ, ayo sini kamu ikutin gerakan itu. Biar badan kamu nggak pegal-pegal. Nanti melahirkannya juga mudah.” Seru Endruw. “Emang enggak ada cara lain ya biar badan nggak pegal dan mudah lahiran selain dengan olahraga kayak gitu.” Kataku sambil tetap berbaring di atas tempat tidur. Usiaku kehamilanku kini memasuki sembilan bulan. Tinggal menunggu hari untuk menunggu dedek bayi launching ke dunia ini. Tapi semakin ke sini aku merasa menjadi sangat malas. Maunya rebahan melulu. Jangankan olahraga, mandi saja jika Endruw tidak menggendongku ke kamar mandi aku tidak akan mandi. Tapi kalau untuk urusan makan jangan ditanya, nafsu makanku bertambah tiga kali lipat dari biasanya. Dan bisa dilihat badanku kini sebesar gajah.
“Tuan Endruw saya sangat senang dengan kemajuan kesehatan Tuan yang semakin hari semakin pesat.”“Terimakasih dokter, ini semua karena dokter dan para perawat di sini.”“Ah Tuan Endruw terlalu berlebihan. Saya dan perawat di sini hanya membantu sesuai dengan kemampuan kami. Ibu Firza lah yang sangat berjasa Tuan, beliau selalu menjaga dan menemani Tuan. Tidak bisa dihitung berapa banyaknya air mata yang telah Ibu Firza keluarkan, apalagi Ibu Firza tengah hamil.”“Ah dokter bisa saja.” Aku menyela obrolan Endruw dan dokter sambil terus mengupas buah yang akan aku berikan kepada Endruw.“Dianya malu tuh dok dipuji terus sama dokter.” Kata Endruw pada laki-laki yang kira-kira berusia setengah abad itu.Endruw dan dokter itu pun tertawa bersama. Sementara aku menunduk sambil menahan malu. Namun aku merasa sangat lega. Endruwku kini sudah sembuh seperti sedia kala. Terimakas
Kupandangi suamiku dari kejauhan. Sudah lima bulan dia seperti ini. Hanya berbaring, sama sekali tidak bergerak. Bahkan untuk makan sekalipun harus memakai selang. Beberapa kabel menempel di tubuhnya. Bunyi tit tit tit dari sebuah alat untuk melihat detak jantungnya selalu membuat hatiku ngilu.Ya, setelah operasi itu, kondisi Endruw tak kunjung membaik. Endruw koma, dia tidak bisa bergerak ataupun membuka mata. Tapi dia bisa mendengar dan merasakan.Setiap hari aku menemuinya di rumah sakit. Menceritakan kepadanya tentang hari-hari yang telah aku lalui. Tentang Bunda, tentang Gavin, dan orang-orang di rumah. Juga menceritakan kepadanya tentang Indo Advertising yang kini semakin melejit dan merambah pasar Internasional.“Maaf ya Ndruw sepertinya Indo Advertising lebih melejit saat aku yang mengurusnya. Ganti bos aja gimana?” Aku tertawa sendiri akan gurauan yang aku berikan kepada Endruw. Sementara Endruw tetap terdiam.Waktu itu
“Firza, semakin lama kamu semakin cantik saja.” Bryan menyentuh ujung rambutku.“Aku tidak mau bertele-tele Bry. Cepat katakan apa yang kamu inginkan. Setelah itu jauhi aku dan juga keluargaku.”“Hai Firza, kenapa kamu tidak bisa calm down sedikit saja? Kamu lupa Sayang dulu kamu sangat nyaman saat bersamaku. Kamu selalu ceria, tertawa, dan bahagia saat ada di sampingku.”“Itu dulu saat aku belum menyadari kalau kamu adalah iblis.”“Aku mencintaimu Firza.”“Cinta yang seperti apa Bry? Menculikku, membunuh janinku, membuat Endruw terbaring tak berdaya seperti itu, menghancurkan perusahaan Endruw. Itu kah yang kamu bilang cinta. Seperti itukah cintamu kepadaku? Kamu hanya memanfaatkanku untuk menghancurkan suamiku menghancurkan Endruw.”“Diam Firza, diam.. Aku sangat tidak suka jika nama Endruw keluar dari bibir manismu.” Bryan mencoba memegang wa
“Randi, tolong cari tahu bagaimana Bryan bisa bebas dari penjara.” Perintahku kepada Randi.“Baik Bu.”Dengan kasar aku membuang tubuhku ke kursi kerja yang biasa Endruw duduki. Aku sama sekali tidak menyangka ini semua adalah perbuatan Bryan. Jika aku bisa mengulang waktu dan mengetahui rencana Bryan dari awal pasti aku tidak akan mau menjadi temannya bahkan menerima pinangannya. Ya Tuhan, apa lagi ini? Bryan kenapa kamu tidak pernah berhenti menggangguku?“Ibu Firza”, Randi masuk ke dalam ruanganku dengan wajah cemas.“Bagaimana Ran?”“Bryan berhasil keluar dari penjara karena dia mendapatkan jaminan. Dan yang menjamin Bryan adalah orang yang sangat berbahaya, dia adalah seorang mavia yang menjadi buronan polisi Singapura.”“Hahh.. Apa? Kenapa bisa se..”“Hal yang seperti ini mungkin sangat tabu bagi Ibu, tapi ini sangat sering terjadi di kal
“Tuan Endruw harus segera menjalani operasi. Tolong Ibu menandatangani dokumen ini sebagai persyaratan untuk dilakukannya operasi. Demi keselamatan Tuan Endruw operasi harus dilaksanakan secepat mungkin.” Kata seorang dokter sambil memberiku sebuah berkas. Aku terdiam, bibirku terasa ngilu. Kaki dan tanganku lemas. Kulirik suamiku yang saat ini sedang terbaring tak berdaya di bad UGD. Aku tidak tega melihatnya. Darah segar mengalir dari beberapa bagian tubuhnya. “Lakukan semua yang terbaik untuk suami saya dok.” Ucapku memohon kepada dokter di depanku, air mataku tak berhenti mengalir dari kedua mataku. Segera kuterima berkas itu dan kutandatangani di tempat yang telah mereka tunjukkan “Kami pasti melakukan yang terbaik untuk suami Ibu, semua ada di tangan Tuhan. Bantu kami dengan doa. Kami akan segera melakukan operasi.” *** Sudah dua jam aku berada di depan kamar operasi. Waktu yang sangat lama bagiku untuk menunggu seseorang keluar dari rua
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments