Share

BAB 4 PERTUNANGAN

“Wah.. Cantik banget kamu Fir. Foto dulu yuk, siapa tahu ketularan dapat jodoh.”

Cekrek, cekrek, cekrek..

Siapa lagi kalau bukan Rani. Setelah tahu kabar pertunanganku, dia adalah orang yang paling sibuk. Nyari gaun, sepatu, tas, asesoris, make up. Tapi itu semua buat dirinya sendiri, bukan buat aku. Selama satu minggu dia sibuk menyiapkan segala sesuatu kebutuhan untuk dirinya sendiri, untuk menghadiri pertunanganku.

Tepat hari ini pertunanganku digelar. Tidak ada acara istimewa, hanya syukuran sederhana yang dihadiri oleh keluarga dan teman-teman dekat kami.

“Fir, kamu kok bisa sih dapat calon suami seganteng Endruw?”, tanya Rani. Dari dulu dia paling suka menggoda cowok ganteng, tapi tidak pernah berhasil.

“Gak tau, mungkin karena aku cantik kali. Makanya Endruw mau”, kataku sekenanya sambil menebalkan lipstick di bibirku.

“Ih PD banget sih kamu Fir.”

“Lah bukannya kamu sendiri yang ngomong kalau aku cantik banget, malah ngajakin foto.”

“Iya juga sih,hehe..”

“Nah bener kan”

“Tapi Fir, nanti kalau kamu nikah aku sama temenan sama siapa dong? Teman-teman kita kan udah pada nikah semua.”

“Makanya Ran, kamu cepetan nikah. Masak tante juga yang mesti nyariin calon suami buat kamu.” Mama tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan ikut menjawab rengekan Rani.

“Gakpapa tante, siapa tahu Endruw punya adik atau sepupu. Aku mau tan, mau banget, aku mau dijodohin tante”, rengek Rani sambil geleyotan ke lengan mamaku membuat kami yang ada disitu tidak bisa menahan tawa.

“Yuk Fir, keluarga Endruw sudah datang acaranya sudah mau dimulai.” Ajak mama sambil membantuku berdiri dari kursi rias kamarku.

Tiba-tiba jantungku berdetak kencang, tanganku seketika menjadi dingin. Menyadari hal tersebut mama mengambil botol minum di meja kamarku. Mendudukkanku di pinggir ranjang dan memintaku untuk minum.

“Udah enggak usah gugup. Jangan takut Nak. Mama ingin kamu bahagia, mama ingin kamu memiliki hidup yang sempurna sebelum nanti mama meninggalkanmu” ucap mama sambil meneteskan air mata.

“Mama.. Jangan ngomong gitu ah. Firza cuma nervous aja. Ini hal yang terbesar dalam hidup Firza”, ucapku sambil menghapus air mata di pipi mama.

“Mama sayang sama Firza” kata mama sambil memelukku erat. Kami pun berpelukan sambil menangis, menangis haru tentunya.

“Ya elah, malah nangis. Yaudah kalau enggak ada yang mau keluar, aku aja yang tunangan sama Endruw.” Rani mencoba menyadarkan kami berdua.

Aku dan mama tertawa sambil melihat Rani kemudian memeluk Rani. Rani sudah seperti keluarga sendiri, mama sudah menganggapnya seperti anak sendiri saking seringnya Rani numpang makan dan tidur di rumahku.

Kami bertiga keluar dari kamar, kearah ruang tamu yang sudah disiapkan dekor sederhana. “Happy Enggangement Firza and Endruw” begitulah kalimat yang tertulis di sana. Aku tersenyum melihat tulisan itu. Geli rasanya, ah mungkin aku belum terbiasa saja dengan hal ini. “Aku harus membiasakan diri”, batinku.

Rangkaian acara berlangsung khidmat dan penuh haru. Mama tak kuasa menahan tangis saat Endruw meminta ijin untuk meminangku menjadi istrinya.

“Jaga anak mama Endruw.” Kalimat terakhir dari mama saat Endruw memintaku darinya.

“Saya akan berusaha.” Jawab Endruw mantap.

Semua orang bahagia dengan senyum merekah di bibir masing-masing. Begitu pula denganku yang masih tidak percaya, bahwa Endruw laki-laki yang baru satu minggu aku kenal telah menjadi tunanganku dan akan menjadi suamiku. Kupandangi cincin yang baru saja disematkan bunda di jari manisku sebagai tanda ikatan antara aku dan Endruw. Cincin pilihan Endruw, yang sederhana namun elegan. Seperti ini pulalah aku ingin mencintai Endruw, cinta yang sederhana namun istimewa.

“Firza dimana Endruw? Ajak dia makan!” Pinta mama membuyarkan lamunanku.

Aku baru tersadar, ternyata setelah prosesi tukar cincin Endruw tidak terlihat lagi. Kusebarkan pandanganku ke segala arah untuk mencarinya. Ternyata Endruw sedang berdiri di depan jendela kaca yang mana jendela itu menghubungkan langsung ke pemandangan taman. Pagi tadi gerimis mendera, sehingga suasana segar masih terasa di taman.

“Hai..”, sapaku sambil memukul pelan lengan Endruw.

“Hai..”, jawab Endruw sambil menoleh menghadapku dan menggeser tempatnya berdiri agar aku bisa berdiri di sebelahnya.

Kami berdua terdiam sambil melihat taman yang syahdu.

“Endruw.. Apa kamu bahagia?” Tanyaku tiba-tiba. Entah pertanyaan macam apa yang keluar dari mulutku. Kalimat itu terucap begitu saja dari mulutku.

“Tidak ada alasan untuk tidak bahagia disaat semua orang bahagia”, jawabnya sambil terus menatap lurus ke depan.

Aku sempat terkesima dengan jawaban yang dia fikirkan, kepalaku mendongak ke atas melihat wajahnya. Sadar akan hal itu Endruw tersenyum sambil mengusap-usap kepalaku.

“Belum menikah kamu sudah cerewet ya.. Gimana nanti kalau anak kita sudah lima? Pasti kamu jadi kayak singa, haha..”, canda Endruw yang jelas membuat wajahku memerah dan otomatis menunduk malu.

“Makan yuk!”, ajaknya sambil menggandengku ke tempat makan. Kemudian aku menyajikan makanan untuk Endruw.

“Ini, makanan special untuk calon suami yang special”, kataku sambil menyodorkan piring berisi makanan untuk Endruw.

“Ini suapan special untuk calon istri yang special”, ungkapnya sambil menyuapkan sendok makan ke mulutku. Membuat hatiku melayang-layang tinggi sekali.

“Fir, kamu dicariin bos disuruh lembur malam ini.” Suara Rani yang tinggi dan melengking seketika menjatuhkanku dari ketinggian.

“Apaan sih, orang kemarin aku cuti. Masak iya disuruh lembur. Tega banget sih si bos.” Protesku ke Rani sambil bersungut-sungut.

Mendengar amarahku, Rani tertawa terbahak-bahak. “Yah kena deh.. Emang enak aku kerjain. Makanya enggak usah uwuw uwuwan di sini. Hormatin dikit dong jomblo kayak aku.” Semprotnya sambil terus tertawa terbahak-bahak.

“Ih.. Dasar kampret.” Omelku.

“Endruw, kamu punya adik cowok enggak? Atau sepupu cowok gitu?” Tanya Rani ke Endruw.

“Ada, sepupuku cowok”, jawab Endruw

“Wah.. Pas banget, kenalin dong Ndruw. Sapa tau jodoh aku, terus kita bisa jadi saudara.” Ujar Rani sambil senyum-senyum kea rah Endruw.

“Boleh kok Ran, Namanya Ardan dia masih kelas 3 SD. Kamu mau nungguin Ran?” Jawab Endruw sambil tertawa lepas. Aku yang mendengar jawaban Endruw juga tidak bisa menahan tawa.

“Eh.. emang bener-bener kampret ya kalian berdua.” Racau Rani sambil berlalu pergi.

Aku melihat Endruw yang masih tertawa, baru kali ini aku melihat dia tertawa lepas seperti itu. Dan aku yakin bahwa saat ini Endrue benar-benar bahagia, bahagia dengan pertunangan ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status