“Tuan Endruw saya sangat senang dengan kemajuan kesehatan Tuan yang semakin hari semakin pesat.”
“Terimakasih dokter, ini semua karena dokter dan para perawat di sini.”
“Ah Tuan Endruw terlalu berlebihan. Saya dan perawat di sini hanya membantu sesuai dengan kemampuan kami. Ibu Firza lah yang sangat berjasa Tuan, beliau selalu menjaga dan menemani Tuan. Tidak bisa dihitung berapa banyaknya air mata yang telah Ibu Firza keluarkan, apalagi Ibu Firza tengah hamil.”
“Ah dokter bisa saja.” Aku menyela obrolan Endruw dan dokter sambil terus mengupas buah yang akan aku berikan kepada Endruw.
“Dianya malu tuh dok dipuji terus sama dokter.” Kata Endruw pada laki-laki yang kira-kira berusia setengah abad itu.
Endruw dan dokter itu pun tertawa bersama. Sementara aku menunduk sambil menahan malu. Namun aku merasa sangat lega. Endruwku kini sudah sembuh seperti sedia kala. Terimakas
Duduk bersila. Tarik nafas dari hidung, buang pelan-pelan lewat mulut. Tari nafas dari hidung, buang pelan-pelan dari mulut. Tarik tangan ke kiri, tahaan lepas. Tarik tangan ke kanan, tahaan lepas. “Sayang kamu kok masih duduk di situ, ayo sini kamu ikutin gerakan itu. Biar badan kamu nggak pegal-pegal. Nanti melahirkannya juga mudah.” Seru Endruw. “Emang enggak ada cara lain ya biar badan nggak pegal dan mudah lahiran selain dengan olahraga kayak gitu.” Kataku sambil tetap berbaring di atas tempat tidur. Usiaku kehamilanku kini memasuki sembilan bulan. Tinggal menunggu hari untuk menunggu dedek bayi launching ke dunia ini. Tapi semakin ke sini aku merasa menjadi sangat malas. Maunya rebahan melulu. Jangankan olahraga, mandi saja jika Endruw tidak menggendongku ke kamar mandi aku tidak akan mandi. Tapi kalau untuk urusan makan jangan ditanya, nafsu makanku bertambah tiga kali lipat dari biasanya. Dan bisa dilihat badanku kini sebesar gajah.
Pagi ini terlihat mendung setelah semalam hujan deras mengguyur. Rasanya dingin, sejuk, dan segar tentunya. Dan kalau cuacanya terus seperti ini paling enak memang menarik selimut dan lalu melanjutkan tidur lagi. Meskipun suara dari luar kamar sangat berisik, tapi aku tetap merasa nyaman berada di atas kasur sambil memejamkan mata, sedikit demi sedikit menyelesaikan mimpi yang entah kenapa sejak tadi belum juga selesai.Hingga tiba-tiba, sepertinya atap rumahku bocor. Wajahku terkena air, makin lama makin banyak.“Astaga ini anak dari tadi dipanggil nggak bangun-bangun. Diciprat-cipratin air juga nggak mau bangun. Maunya diapain? Digerojok air, hah? Sayang kasurnya, Nak. Kamu itu udah gede, udah seharusnya nikah. Masak iya nanti mama masih ciprat-cipratin air ke mukamu? Kan malu mama sama suamimu, Nak.”Setiap pagi kalimat itulah yang aku dengar. Entah kenapa mama kalau membangunkanku kalimatnya itu itu aja diulang-ulang setiap hari sam
Drrttt…Drrt…Drrtt…Suara ponselku berbunyi. Setiap berada di kantor, aku memang sengaja menggunakan getar untuk notif panggilan dan lainnya. Aku melirik ponselku yang kutaruh disebelah computer. Nama “MAMA” terpampang jelas di layar ponsel. “Tumben mama telfon di jam kerja”, batinku. Segera aku angkat ponselku dan kugeser tombol hijau di layar.“Halo Ma, Mama kenapa? “, tanyaku cemas. Mendapat telfon dari mama dijam seperti ini membuatku berfikir yang tidak-tidak.“Halo Firza, kamu nanti pulang jam berapa?“, suara mama dari seberang.“Mama kenapa? Mama baik-baik saja? Vertigo Mama kambuh lagi kah? Atau Mama masuk angin. Si siti masih di rumah kan Ma? Minta tolong Ssti buat kerokin sama bikinin teh panas ya Ma. Bentar lagi aku pulang. Mama sih sukanya begadang. Udah dibilangin kalau nonton drakor itu siang aja. Tapi Mama pagi, siang, sore, malam, tengah malam, sepertiga malam, sampe
“Hai Endruw kesini Sayang, ini temen bunda sama anaknya.“ Kata Tante Ratna yang otomatis membuatku kembali ke alam nyata.Namanya Endruw, cowok yang akan dijodohkan denganku. Endruw bisa dikategorikan sebagai cowok ganteng, eh bukan yang benar ganteng banget. Endruw berperawakan tinggi, besar, kekar, memiliki kulit yang putih bersih. Matanya hitam, saat dia melihatmu kamu pasti akan merasa terintimidasi atau malah jatuh hati. Pakaiannya rapi dengan setelan jas coklat dipadukan dengan sepatu senada membuatku benar-benar lupa kalau ini daratan tubuhku serasa mengapung di kolam. Dan jika kemajanya dilepas pasti akan terlihat roti sobek yang menghiasi perutnya. Dan jika aku pegang salah satu bagian dari roti sobek itu..“Au…”, suaraku keluar begitu saja saat tangan mama mencubit lenganku.“Mama ih”, bisikku.“Balik Fir, balik ke daratan. Jangan mengapung terus di kolam nanti masuk angin”, bisik mama sambi
“Wah.. Cantik banget kamu Fir. Foto dulu yuk, siapa tahu ketularan dapat jodoh.”Cekrek, cekrek, cekrek..Siapa lagi kalau bukan Rani. Setelah tahu kabar pertunanganku, dia adalah orang yang paling sibuk. Nyari gaun, sepatu, tas, asesoris, make up. Tapi itu semua buat dirinya sendiri, bukan buat aku. Selama satu minggu dia sibuk menyiapkan segala sesuatu kebutuhan untuk dirinya sendiri, untuk menghadiri pertunanganku.Tepat hari ini pertunanganku digelar. Tidak ada acara istimewa, hanya syukuran sederhana yang dihadiri oleh keluarga dan teman-teman dekat kami.“Fir, kamu kok bisa sih dapat calon suami seganteng Endruw?”, tanya Rani. Dari dulu dia paling suka menggoda cowok ganteng, tapi tidak pernah berhasil.“Gak tau, mungkin karena aku cantik kali. Makanya Endruw mau”, kataku sekenanya sambil menebalkan lipstick di bibirku.“Ih PD banget sih kamu Fir.”“Lah bukannya kamu sendiri
“Kamu langsung ke butik aja ya Nak, bunda tunggu di sana ajak mama kamu juga. Dari butik kita langsung ke toko perhiasan langganan bunda. Lalu makan malam di rumah bunda.” Suara Bunda di telfon.“Iya bunda, habis ini Firza langsung berangkat. Bye bunda sampai ketemu.” Jawabku seraya mematikan telfon.Hari pernikahanku semakin dekat dan persiapan pernikahan masih 50 persen. Mau tidak mau bunda turun tangan langsung untuk membantuku menyiapkan semuanya. Sejak pertemuan pertama kami di rumahku, Tante Ratna menyuruhku untuk memanggilnya bunda. Bunda sangat menyayangiku, meskipun aku belum resmi menjadi menantunya namun kasih sayang itu sudah sangat terlihat.Hari ini kami berjanji untuk bertemu di butik, untuk finishing baju pernikahan. Tapi Endruw tidak bisa ikut, dia harus bekerja agar saat pernikahan nanti urusan pekerjaannya sudah selasai.Sesampainya aku di butik, bunda sudah berada di sana. Aku menghampirinya lalu menciu
Pagi ini berbeda dari pagi-pagi biasanya, suasana pagi ini sepi. Tidak terdengar omelan mama yang sudah menjadi alarm bagiku. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 07.00, “tumben mama belum bangunin” batinku. Kulirik kalender duduk di meja sebelah kasur, terlihat tinggal seminggu lagi menuju tanggal dengan lingkaran hati yang kubuat sendiri untuk menandai kalau hari itu adalah hari pernikahanku. Aku tersenyum kecil, sedikit membayangkan bagaimana jadinya kalau aku masih sering telat bangun pagi, “apa kata Endruw”, batinku meracau.Aku segera bergegas ke kamar mandi, setelah mengingat bahwa hari ini aku harus menyelesaikan banyak pekerjaan di kantor. Sebelum aku resign dari kantorku, aku harus menyelesaikan semua kewajibanku agar nantinya aku tidak terbebani. Ya, setelah menikah aku memang berniat untuk resign dari kantorku bekerja. Aku ingin membuka usaha sendiri, agar waktuku tidak terlalu terbuang banyak di luar. Atas saran dari Endruw tentunya.
“Nak, setelah kami bermusyawarah akad nikah kamu dan Endruw akan dilaksanakan saat ini juga di depan jenazah mama” bunda berusaha menjelaskan apa yang tengah mereka bicarakan tadi.Bagai kena petir di siang bolong, tangisku seketika menjadi-jadi mendengar penjelasan bunda. Bagaimana bisa hari bahagia dilaksanakan di saat seperti ini. Endruw datang memelukku, dia mengusap-usap rambutku berusaha menenangkan. Air mata yang mengalir sederas hujan membasahi bagian dada baju putih yang dipakai Endruw.“Kamu harus kuat ya Fir, semua untuk kebaikan kita. Saya akan selalu menjaga kamu.” Ucap Endruw sambil mengecup keningku.Aku tak kuasa untuk bergerak dari tempat dudukku semula, hanya terdiam sambil melihat jenasah mama yang sudah terbungkus rapi. Bunda dan beberapa paman bibiku mulai sibuk menyiapkan pernikahan mendadak ini. Semua orang berjalan kesana kemari dengan kesibukan masing-masing. Mungkin mereka juga bingung harus bahagia