Bulan ini adalah bulan Agustus, dimana biasanya musim kemarau sudah datang. Awan yang biasanya menutupi matahari pada musim kemarau mereka akan pergi menjauh entah karena bosan atau hanya ingin sedikit menghindar, sehingga membuat matahari lebih terik. Suhu sudah mulai panas dan lembab. Tanah pun juga mulai retak.
Namun tidak untuk saat ini. Meskipun kemarau datang di bulan Agustus tapi Agustus saat ini berbeda dengan biasanya. Agustus sekarang lebih bersahabat, atau malah merupakan tanda awal dari sebuah bencana. Ya, beberapa hari di bulan Agustus hujan datang mengguyur. Tidak hanya rintik-rintik gerimis, namun juga hujan deras dan petir yang menyambar.
Entah apa yang sudah Tuhan rencanakan. Keadaan seperti ini pasti akan sangat membuat para petani merugi. Gagal panen sudah jelas dirasakan oleh mereka begitu juga para pekerja lain yang menggantungkan pekerjaannya pada musim. Pasti akan sangat merugi.
Hari ini dua minggu pernikahanku, yang berarti sudah du
Aku setengah berlari saat mendengar nada dering ponselku berbunyi. Terlihat nama Endruw di layar, aku tersenyum melihatnya. Tidak bisa kupungkiri, saat ini aku merindukan Endruw. Setelah Rani pulang, aku mulai bertekat untuk bangkit dari keterpurukan demi suamiku. Kugeser tombol hijau di layar ponsel.“Firza, kamu kenapa? Apa kamu baik-baik saja? Kenapa lama sekali mengangkat telfonnya.” Suara Endruw di seberang terdengar keras dengan nada khawatir.“Enggak apa-apa, tadi aku habis mandi”, jawabku yang otomatis membuat Endruw terkejut. Memang beberapa hari ini Endruw yang mengurus segalanya.“Jadi kamu sudah mandi?” Tanyanya tidak percaya.“Sudah”, jawabku lirih.“Siapa yang bantuin?”“Mandi sendiri lah, ngapain mandi dibantuin”, jawabku sedikit menyeringai. Aku lupa kalau biasanya Endruw yang membantuku mandi, menyiapkan air hangan dan menggandengku berjala
Kubuka mataku pelan, saat sinar matahari menyeruak menembus celah kecil korden kamarku. Aku mendengus kesal saat merasakan sentuhan panas sang mentari yang tepat mengenai wajahku. Kucoba menarik selimut untuk melindungi wajah. Namun selimut yang menempel di tubuhku tidak dapat kutarik. “Seperti ada yang menghalangi? Apa ini? Jangan-jangan monster yang kayak di film-film”, pekikku yang langsung terperanjat kaget. Dengan cepat aku merubah posisi yang semula tidur menjadi duduk.Seketika aku tersenyum saat kulihat Endruw sedang tidur di sebelahku sambil tangannya mencengkeram selimut dengan erat. “Pantesan selimutnya enggak bisa ditarik”, batinku.Lama aku terdiam melihat wajah Endruw yang tidur di sebelahku. Ini memang bukan kali pertama Endruw tidur di sampingku, namun baru kali ini kulihat wajah suamiku sampai puas. Wajah membuat aku jatuh cinta. Kutundukkan wajahku, kukecup kening dan pipi Endruw dengan pelan. Pipiku merona karenanya, ini
“Iya bentar lagi berangkat, ini udah di depan.” Teriakku di telfon yang sampai membuat para asisten di rumah melihat ke arahku. Siapa lagi yang aku teriaki kalau bukan Rani, sahabat tercintaku yang hari ini akan bertunangan. Sebenarnya acara pertunangannya nanti malam, tapi bukan Rani namanya kalau enggak heboh sendiri. Ya, Rani bertunangan dengan kekasih yang baaru saja dipacarinya. Agak aneh memang, cewek seperti Rani bisa memutuskan menikah dalam waktu secepat ini. Tapi sudahlah, sudah cinta mati katanya.Aku menyetir mobilku sendirian, biasanya Endruw tidak memperbolehkanku untuk keluar sendiri. Bang Asep supirnya bunda lah yang Endruw percaya untuk mengantarkanku kemanapun aku mau. Tapi hari ini Bang Asep sedang sakit, akhirnya mau tidak mau Endruw membiarkanku menyetir. Eh jangan salah, sebelum membiarkanku menyetir aku harus mendengarkan wejangan Endruw dulu. Gak boleh ngebut lah, gak boleh parkir sembarangan lah, ini lah, itu lah. “Dikata aku ABG lab
Cemburu. Ah mungkin itu hanyalah sebuah kata teregois yang ada di benakku saat ini. “Endruw hanya ingin menenangkan orang yang dia kenal. Suami perempuan itu telah mengorbankan nyawanya untukmu. Apakah sekarang saatnya yang tepat untuk cemburu?” Beberapa kalimat yang aku coba buat untuk menenangkan diriku sendiri.“Permisi mbak, bisa saya meminta keterangannya sebentar tentang kejadian ini? Mbak adalah perempuan yang ditolong korban kan?” Suara tegas itu membuatku bergidik. Kulihat ke sumber suara ternyata seorang polisi sudah berdiri di sebelahku.“Baik, tapi saya panggil suami saya dulu ya pak”, pintaku kepada polisi tersebut yang diikuti oleh anggukan kepala darinya.Aku berjalan mendekati Endruw yang tengah menenangkan perempuan itu. Kupegang bahunya berharap dia akan menoleh ke aarahku. Namun aku salah, dia terlalu konsentrasi denga napa yang dilakukannya sampai tidak menghiraukan aku. Aku berbalik arah berj
Kulirik jam tangan di pergelangan tanganku, menunjukkan pukul 18.00 artinya Rani terlambat tiga puluh menit. Sore ini aku mengajak Rani untuk bertemu di kafe tempat biasa kami nongkrong. Aku sengaja mengundangnya kemari untuk meminta maaf karena tidak bisa menghadiri acara pertunangannya kemarin. Kupasang wajah senetral mungkin, aku tidak ingin Rani sampai tahu masalah yang tengah membuatku kacau seperti ini.“Kemarin kamu kemana aja Fir? Ditelfon berkali-kali enggak diangkat. Aku telfon ke rumah kata bibik kamu udah berangkat. Kamu enggak apa-apa Fir?” Cerocos seseorang dari kejauhan.Aku menoleh ke arah sumber suara yakin jika kalimat-kalimat itu ditujukan untukku. Dan benar, ternyata yang punya suara itu adalah Rani. Dari jauh dengan sedikit berlari dia mendekatiku sembari mengatakan kalimat-kalimat itu. “Gila ya kamu, enggak malu apa dilihatin banyak orang?” kataku kepada Rani lirih saat dirinya sudah duduk di sebelahku.
Aku tersentak kaget saat mendengar bunyi pyarr di sebelahku. Segera kubuka mataku yang masih sangat sepat, kurubah posisi tidurku ke posisi duduk dengan sangat cepat. Terlihat Endruw sedang memungut pecahan botol kaca di lantai.“Ada apa Ndruw?” Tanyaku sambil berdiri dan bersiap membantunya.“Aku enggak sengaja jatuhin botol parfum kamu Fir.” Jawabnya seperti terburu-buru.“Kamu mau kemana Ndruw? Bukannya ini masih terlalu pagi untuk ke kantor?” Tanyaku lagi saat melihat Endruw telah siap dengan baju kantornya.“Iya, ini aku barusan dapat telfon dari rumah sakit. Perawat bilang kalau Anita ngamuk-ngamuk lagi. Makanya aku buru-buru mau kesana sebelum ke kantor.” Jawab Endruw tanpa melihat ke arahku.“Aku ikut ke rumahsakit ya Ndruw?” Pintaku sambil tetap memunguti pecahan botol parfum.“Enggak usah Fir, aku pengennya cepat-cepat kesana. Ingin segera membantu menenangkan
Kuhentikan mobilku dipinggir jalan. Jalan ini sepi, di sebelah kanan kanan ada persawaan yang dibuat dengan model terasering, di sebelah kiri ada jurang yang terlihat lumayan dalam. Aku mendekati jurang tersebut, terasa aku sangat merindukan mama. Kubiarkan air mataku terus berlinang. Bayang-bayang Endruw, Anita, perawat-perawat tadi, kecelakaan itu semua berkecamuk di otakku.“Kenapa? Kenapa engkau menjadikan semua seperti ini Ya Allah?” Aku berteriak dengan sangat keras. Kubasuh air mata di kedua pipiku, aku berjalan maju ke depan mendekati jurang. Aku sudah tidak dapat berfikir jernih, aku ingin mengakhiri semuanya. Selangkah lagi menuju gerbang kematian. Aku berhenti melangkah, antara ragu dan yakin. Kuamati sekelilingku, kurasakan tarikan bumi yang memintaku untuk mundur. “Mama.. Firza kangen mama, Firza pengen sama mama”, gumamku lirih yang langsung menghilang oleh terpaan angin. Aku masih terdiam, bahkan kakikupun tidak kuasa untuk
“Kamu enggak pulang Fir?” Tanya Rani memecahkan lamunanku. Sudah tiga hari aku menginap di rumahnya. Awalnya aku ingin Endruw menjemputku disini tanpa aku minta. Sampai hari ketiga ini ternyata dia sama sekali tidak datang. Bahkan sekedar menanyakan kabarku saja, tidak.“Kamu pulang lah Fir, kamu bicarakan baik-baik sama Endruw. Pasti ada jalan keluarnya kok. LAgian kamu belum pernah kan bicara baik-baik sama dia.” Imbuhnya lagi sambil mengamati raut wajahku. Aku yakin Rani pasti tahu kalau aku sedang bimbang.“Iya, sebaiknya aku pulang.” Jawabku setelah menghembuskan nafas panjang setelah berusaha menghilangkan keraguan di hatiku dan berifikir dengan sehat. Rani benar selama ini aku hanya memendam ketidaksukaaanku pada hubungan Endruw dan Anita sendirian. Mungkin Endruw akan mengerti jika aku mengatakan padanya apa isi di hatiku.Sore ini aku pulang ke rumah Endruw ditemani Rani. Di garasi depan tidak terlihat m