Share

BAB 6 MY SAD WEDDING (I)

Pagi ini berbeda dari pagi-pagi biasanya, suasana pagi ini sepi. Tidak terdengar omelan mama yang sudah menjadi alarm bagiku. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 07.00, “tumben mama belum bangunin” batinku. Kulirik kalender duduk di meja sebelah kasur, terlihat tinggal seminggu lagi menuju tanggal dengan lingkaran hati yang kubuat sendiri untuk menandai kalau hari itu adalah hari pernikahanku. Aku tersenyum kecil, sedikit membayangkan bagaimana jadinya kalau aku masih sering telat bangun pagi, “apa kata Endruw”, batinku meracau.

Aku segera bergegas ke kamar mandi, setelah mengingat bahwa hari ini aku harus menyelesaikan banyak pekerjaan di kantor. Sebelum aku resign dari kantorku, aku harus menyelesaikan semua kewajibanku agar nantinya aku tidak terbebani. Ya, setelah menikah aku memang berniat untuk resign dari kantorku bekerja. Aku ingin membuka usaha sendiri, agar waktuku tidak terlalu terbuang banyak di luar. Atas saran dari Endruw tentunya.

Setelah mandi, aku masih merasa aneh. Dari tadi mama masih belum terlihat, suaranya juga belum terdengar. Aku ingin menemui mama di kamarnya, namun terhenti saat ponselku tiba-tiba berbunyi. Telfon dari kantor. Aku segera menggeser tombol hijau di layer dan mengobrol dengan orang di seberang. Kami mengobrol cukup lama, sampai aku lupa niatku sebelumnya untuk mencari mama.

Setelah cukup kami mengobrol, aku mulai ingat tentang mama. Aku berjalan ke dapur berharap mama sedang sibuk memasak, namun suasana dapur masih seperti tadi malam seperti belum terjamah oleh manusia pagi ini.

Ting tung.. Suara bel pintu berbunyi. “Itu pasti Siti”, gumamku. Aku bergegas di ruang tamu untuk membuka pintu sekalian melihat mama mungkin ada di luar.

“Siti gak liat mama?” Tanyaku pada Siti setelah membuka pintu dan melihat Siti tersenyum padaku. Bisa dikatakan Siti adalah asisten rumahku, dia datang pagi dan sore harinya pulang. Sementara malam hari aku hanya berdua dengan mama di rumah.

“Enggak mbak Firza, di luar sepi enggak ada orang”, katanya sambil masuk ke dalam.

Aku kembali ke dalam untuk memeriksa kamar mama, “mungkin mama tidak enak badan”, firasat burukku muncul.

Aku datang ke kamar mama, ku ketuk pintu sambil memanggilnya namun tidak ada sahutan dari dalam. Ku coba untuk membuka knock pintu yang kebetulan memang tidak di kunci. Aku kaget melihat mama masih tidur di jam segini dengan kamar yang masih gelap. Kudekati mama yang masih memakai selimut tebal sambil kupanggil pelan, mama masih terdiam. Aku pun beranjak untuk membuka gorden jendela kamar agar cahaya matahari bisa masuk, namun mama masih tidak ada pergerakan.

Perasaanku mulai tidak enak, aku pegang lengan mama dan menggerakkannya pelan. Mama masih tetap diam. Kubuka selimut mama dan kupegang badannya, kurasakan suhu dingin di tubuhnya. Aku berteriak memanggil Siti sambil nenangis.

Semuanya berlalu sangat cepat, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kakiku ngilu, aku duduk lemas sambil menangis di bawah kasur mama yang kini telah menjadi jasad yang kaku. Aku sudah tidak menghiraukan lagi bagaimana  tingkah polah Siti meminta bantuan dan bagaimana tetanggaku berseliweran di dalam rumah untuk mengurus pemakaman mama. Aku hanya bisa menangis, badanku lemas, kepalaku terasa berat dan dunia seperti kabut putih di depanku.

***

Aku membuka mataku dengan pelan, entah kenapa kepalaku sangat berat rasanya sakit sekali. Dengan sedikit kekuatanku, kucoba mengingat apa yang telah terjadi sebelumnya sambil mencoba untuk bangun.

 “Firza sayang, kamu sudah bangun Nak”, kata bunda sambil membantuku bangun yang serta merta membuatku sadar dengan apa yang telah terjadi.

Aku berteriak lagi dan menangis sejadi jadinya di pelukan bunda. Bunda dan semua orang yang ada disitu berusaha menguatkanku.

“Kita lihat mama untuk yang terakhir kali ya Nak” kata bunda disaat aku sudah sedikit tenang.

Kami berjalan ke ruang tamu, kulihat mama sudah terbungkus kain kafan. Aku berjalan mendekati mamaku. Kulihat wajah mama yang tampak lebih cantik dari biasanya, bibirnya seperti tersenyum ke arahku.

Kakiku ngilu dan lemas, hingga akhirnya tangan kokoh menahan tubuhku agar tidak terjatuh.

“Firza, kamu harus kuat sayang”, kata Endruw berbisik di telingaku saat tangannya menahan tubuhku.

Aku berusaha menguatkan diri, kuambil air wudhu dan segera ikut mensolatkan mama.

Bunda tidak pernah melepaskan diri dariku. Bunda terus menemaniku sampingku. Meskipun bunda juga merasa kehilangan atas musibah ini, namun dia tidak egois. Bunda tau saat ini aku sangat membutuhkannya. Sementara Endruw sibuk mempersiapkan pemakaman bersama tetangga dan beberapa kerabat jauhku. Sesekali dia menghampiriku untuk memastikan bahwa aku baik-baik saja.

Sebelum mama diberangkatkan terlihat Endruw dan beberapa pamanku sedang terlibat pembicaraan yang serius. Tak jarang Endruw melirik ke arahku.

Tak lama kemudian Endruw memanggil bunda untuk ikut bicara dengan paman-pamanku. Bunda mengiyakan, namun setelah dia memastikan bahwa salah satu bibiku akan menjagaku dengan baik.

Mereka terlihat pembicaraan yang serius. Aku sebenarnya ingin tahu apa yang mereka bicarakan, namun fikiranku sedang kacau, dadaku sesak, badanku pun terasa lemas tak bertenaga.

Masih teringat jelas bagaimana tadi malam mama mengomeliku untuk tidur lebih awal. Firza, seminggu lagi kamu menikah. Jangan suka begadang, nanti pas hari H kamu sakit gimana? Kalimat itu masih teringat jelas di kepalaku. Mama yang mengurus segala sesuatuku kini telah pergi.

“Ma, Firza enggak bisa kalau enggak ada mama”, kataku lirih. Namun air mataku sangat deras mengalir di pipiku.

Semuanya terjadi begitu cepat, begitu cepat aku kehilangan orang yang terpenting di hidupku. Apalagi menjelang hari pernikahanku. Bibiku memelukku lebih erat, membuatku terisak di pelukannya.

Tak lama bunda dan salah satu pamanku datang menghampiri.

“Firza, ada yang ingin kami katakan”, kata bunda sambil berusaha menghapus air mataku yang seperti tiada mau berhenti mengalir.

“Nak, setelah kami bermusyawarah akad nikah kamu dan Endruw akan dilaksanakan saat ini juga di depan jenazah mama” bunda berusaha menjelaskan apa yang tengah mereka bicarakan tadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status