Selina keluar dari kamar mandi dengan menggunakan lingerie yang sangat menggoda. Warna merah menyala begitu kontras saat menempel di kulitnya yang putih mulus. Dia memandangi punggung suaminya yang berdiri di balkon. Dia menghampirinya perlahan, lalu memeluknya dari belakang.“Sayang,” ucapnya lirih.“Aku bahagia karena kini kita sudah bersama. Tidak ada lagi yang bisa memisahkan kita,” lanjutnya dengan wajah menempel di punggung suaminya. Dokter Fredy bergeming. Malam ini bukanlah malam pertama bagi mereka. Telah mereka lalui puluhan malam dalam jurang perzinahan. Dan kini, saat mereka telah resmi menjadi suami istri, Dokter Fredy malah merasa jijik.Jijik saat membayangan para lelaki itu menikmati tubuh indah Selina. Jijik dengan semua kebohongan yang dibuatnya. Membuat cerita rekayasa seolah dia trauma karena diperkosa. Padahal, dia menikmati bergelimangan harta dari para lelaki durjana.Perlahan Dokter Fredy melepaskan tangan Selina dari perutnya. Tanpa memandangnya Dokter Fredy k
Sehari di rumah sakit, Rena sudah diperbolehkan pulang, karena kondisi Rena dan bayinya memang sehat.Bu Wulan, Rendy dan Dewi sudah siap mengantar kepulangan Rena ke rumah sang mantan mertua.Segala administrasi sudah diselesaikan oleh Bu Wulan. Dia terlihat sudah tidak sabar untuk menggendong sang cucu tercinta."Dewi, bisa minta tolong bantu Rena dorong kursi roda, ya," pinta Bu Wulan.Namun, malah Rendy yang dengan sigap segera mendekat ke arah wanita yang baru melahirkan itu."Duh ... duh ... Rendy, kamu semangat amat," goda Dewi. Yang digoda tampak tersenyum malu-malu."Sama, Mbak Dewi aja, Pak," tolak Rena."Emangnya kalau sama saya, kenapa?" tanya Rendy."Gak apa-apa, Pak. Cuman saya ... merasa gak enak saja," jawab Rena. Rendy sepertinya paham. Dia segera menggeser posisinya dan membiarkan Dewi untuk membantu Rena berjalan ke arah kursi roda."Hati-hati, Ren. Ayo, pegangan sama saya," ujar Dewi sambil meraih punggung Rena."Mbak, ini jahitannya gak akan apa-apa, kan?" tanya Re
Dengan malas Dokter Fredy segera mandi dan berganti pakaian. Dia berharap dengan tinggal sejenak di rumah ibunya bisa mengurangi sedikit keruwetan hati.Siang itu, Dokter Fredy segera meluncur menuju kediaman ibunya yang berjarak sekitar empat jam dari rumahnya. Beruntung jalanan tidak begitu padat. Hingga melewati pintu tol Dokter Fredy langsung menancap gasnya. Dia sudah merasakan kerinduan yang teramat sangat pada sang ibu tercinta.Saat memasuki jalanan menuju rumah ibunya, terlihat dari jauh jika rumah besar itu sedang mengadakan acara. Tenda terpasang cantik di depan rumah. Orang-orang pun terlihat bergerombol di sana.Sejenak Dokter Fredy merasa kaget dan heran. Ada acara apa di rumah ibunya? Pikirnya.Dia menambah kecepatan laju mobilnya, lalu segera memarkir di lapangan yang tidak jauh dari sana.Tampak ibu-ibu berduyun-duyun datang ke sana. Dokter Fredy segera turun dan menghampiri rombongan ibu-ibu itu.“Maaf, Bu. Ada acara apa ya?” tanyanya sopan. Ibu-ibu itu menoleh sere
Karena keributan di luar semakin menjadi, Dokter Fredy segera menghampiri. Di sana terlihat Selina berkacak pinggang berhadapan dengan Dewi, mantan staff-nya.Selina berteriak-teriak.“Eric, keluar! Jangan kamu biarkan aku seperti ini. Aku tau kamu di dalam!” teriaknya. Dia hendak merangsek masuk, tetapi ditahan oleh Dewi.“Hei, kau wanita kurang ajar. Keluar kau! Kembalikan suamiku!” teriaknya lagi. Mendengar itu Rena segera keluar dan menyerahkan bayinya pada Bu Wulan yang tampak geleng-geleng melihat tamu tak diundang.Melihat Dokter Fredy dan Rena keluar dari kamar yang sama, membuat Selina semakin naik pitam.“Begini kau rupanya ya? Dasar pelacur kau! Kau rebut suamiku!” Selina kembali berteriak. Dia sepertinya tidak malu menjadi tontonan ibu-ibu yang datang untuk pengajian.“Kau yang pelacur!” balas Dewi.“Hei, siapa kau berani ikut campur?!” semprot Selina ke muka Dewi. Melihat itu Dokter Fredy segera menghampiri istrinya dan berusaha menahannya.“Selina, hentikan! Tidakkah kau
"Awas kau, Rena, Eric. Aku tidak terima dengan semua perlakuan kalian ini." Selina mondar-mandir di dalam kamarnya. Giginya bergemerutuk dengan tangan terkepal."Gara-gara si Amy sialan itu, semuanya jadi kacau. Aku harus cari cara biar Eric mau kembali padaku. Gimana ini ...," gumamnya sambil berkacak pinggang. Satu tangannya lagi memegang dagu."Padahal semuanya sudah sempurna. Eric percaya dengan semua ceritaku, terlebih lagi dia mau menikahiku. Sekarang semuanya hancur berantakan!" pekiknya sambil melempar sebuah vas bunga hingga hancur berantakan. Selina luruh ke lantai dengan napas tersengal."Aku harus hamil! Ya, ya, ya. Kalau aku hamil, Eric pasti mau kembali padaku. Tapi bagaimana caranya, selama ini aku selalu minum obat agar tidak hamil. Aku harus cari cara. Harus! Toh Eric selama ini tidak tau kalau aku pakai pengaman."Selina bangkit dan meriah ponselnya. Dia terlihat menekan tombol-tombol di layarnya."Dia pasti bisa menolongku. Aku harus bisa hamil secepatnya," gumamnya
"Cepet pake baju lo!" ujar Selina sambil memunguti setiap helai baju tidurnya yang tergeletak di lantai.Bel kembali ditekan beberapa kali. Sepertinya sang tamu sudah tidak sabar. Selina segera memakai baju dan memberi kode pada Andrew agar segera pergi ke mini bar yang berada di antara ruang tengah dan dapur.Selina segera berlari ke depan pintu. Dari lensa pembesar, dia bisa melihat tubuh jangkung Dokter Fredy sedang berdiri di balik pintu. Dengan wajah semringah Selina segera membuka pintu itu. Sebuah senyuman manis dia sunggingkan saat mantan suaminya itu menoleh ke arahnya. Wajah Dokter Fredy sangat tidak bersahabat. Dia merangsek masuk tanpa permisi. Selina mengekori di belakangnya."Sayang, kamu baru pulang. Kita sarapan bersama, ya?" Selina mencoba merayu.Tanpa mempedulikan rayuan Selina, Dokter Fredy memindai seisi ruangan hendak mengambil beberapa barang miliknya yang masih berada di sana.Dia langsung menuju kamar untuk mengambil baju-bajunya. Sebuah tas besar yang pernah
"Sayang, aku merasa ingin tinggal di rumah kamu, ya?" rengek Selina."Hmm ...." Dokter Fredy hanya menjawab dengan gumaman. Matanya fokus ke jalanan."Kok, kamu jawabnya males-malesan gitu, sih? Please deh, ini keinginan bayi ini. Dia mau tinggal dekat dengan papanya." Selina kembali merajuk. Dokter Fredy melengos."Iya, kamu boleh tinggal di rumahku. Sekarang kita cari makan dulu, setelah itu baru kita pulang," jawab Dokter Fredy. Wajah Selina langsung semringah."Makasih, Sayang." Selina meremas tangan Dokter Fredy yang berada di tuas gigi. Lelaki menyunggingkan seulas senyum hambar."Kamu mau makan apa?" tanya Dokter Fredy."Aku mau pasta. Boleh?" Selina balik bertanya. Dokter Fredy hanya mengangguk.'Iyeesss!' pekik hati Selina. Sesekali dia melirik pada lelaki yang fokus menyetir."Beli pasta di sini aja, ya. Aku lagi males makan pasta. Dulu biasanya Rena suka masakin aku sayur-sayuran," ujar Dokter Fredy tanpa sadar seraya membanting setir ke sebelah kanan untuk parkir. Mata Se
"Kamu berbohong?" tanyanya pelan. Selina tampak menyunggingkan senyuman terpaksa."Emh, itu. Aku tidak berbohong, Eric. Mungkin test pack-nya saja yang salah. Ini coba saja kamu lihat. Di sini hasilnya positif, kan?" ujarnya mencari alasan. Dokter Fredy melengos."Kamu berusaha membohongiku lagi, Selina! Untuk apa? Hah? Sekarang sudah jelas, kamu tidak hamil,. Jadi ... tidak ada alasan lagi kita bersama." Dokter Fredy bangkit dari kursi kebesarannya."Eric, tunggu! Ini semua karena aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak mau kehilanganmu!" jerit Selina."Apakah cinta harus berbohong? Kau tau, yang membuatku membencimu karena semua kebohonganmu, Selina. Kau mengada-ngada, sudah diperkosa, padahal kau pergi berkelana dengan pria-pria yang memberimu gelimang harta."Please, Selina. kebohonganmu, malah membuatku semakin jijik padamu."Pergilah! Kita sudah tidak ada urusan lagi. Aku akan segera mengajukan gugatan cerai," ujar Dokter Fredy sambil membukakan pintu untuk mantan istrinya.Selin