Share

Bab 4

Sebelum kembali ke ruang perawatan, Rena menyempatkan diri mengambil uang di ATM. Dia terhenyak, saat mendapati jumlah uang yang fantastis di matanya. Tak pernah ia melihat jumlah uang sebanyak itu. Lima puluh juta rupiah. Mungkin jumlah yang pantas untuk membayar rasa sakit hatinya nanti. Bahkan mungkin kurang, pikirnya. Saat ini yang terpenting adalah kesembuhan ibunya. Rena segera mengambil jumlah yang diperlukan, lalu segera ke apotek untuk menebus resep.

❄❄❄

"Keluarga Ibu Lastri!" Seorang suster masuk ke ruangan. Rena menoleh lalu bangkit.

"Ya, Sus?"

"Besok Ibu Lastri sudah dijadwalkan operasi, siang sekitar pukul satu. Bersiap saja ya. Nanti Bu Lastri harus puasa dulu," jelas suster itu. Terasa ada angin segar yang menerpa wajah Rena. Sesak itu perlahan sirna.

"Baik, Sus. Terima kasih," jawab Rena. Binar mata itu mulai bersinar. Awan hitam yang menyelimutinya mulai sirna perlahan.

"Ren, ibu dioperasi besok?" tanya Lastri. Rena mengangguk yakin.

"Uang dari mana Ren? Kamu tidak melakukan hal yang dilarang Tuhan, kan?" tanyanya. Rena bergeming. Namun, kemudian menggeleng.

"Rena pinjam dari seorang teman, Bu. Rena janji akan membayarnya secara dicicil," ujar Rena berbohong. Lastri menarik nafas lega.

"Ah, syukurlah. Baik sekali temanmu itu, Ren. Nanti ibu mau ketemu sama dia ya?" Dijawab anggukan oleh Rena.

"Ibu, istirahat saja, fokus sama kesembuhan Ibu. Tidak perlu memikirkan apa-apa, ya?" Senyuman palsu tersungging di bibir gadis itu.

"Nanti malam, Rena mau pulang dulu sebentar ya, Bu. Mau nengok keadaan Bayu." Rena kembali berbohong.

❄❄❄

Kedatangan Rena di hotel M, disambut dengan ramah oleh dua orang resepsionis cantik.

"Selamat malam, Mbak. Ada yang bisa kami bantu?"

"Mmh, saya mau nanya kamar yang sudah dibooking atas nama Rena Aleandra," jawabnya sedikit gemetar.

"Tunggu sebentar ya, Mbak. Oh, kamar nomor 308, Mbak. Silakan langsung ke lantai tiga," jelas salah satu resepsionis. Rena mengangguk lalu berterima kasih.

Ada sedikit ragu dalam hatinya. Lebih tepatnya lagi sebuah ketakutan. Takut akan dosa, takut akan masa depan yang ternoda, juga takut jika nanti mengecewakan ibunya. Namun, apa yang bisa dilakukan lagi sekarang? Dia sudah tidak bisa berbalik arah. Sebagian uang malah sudah terpakai menebus obat. Rena menghrla nafas panjang dan mengembuskannya kasar.

Dari pintu lift yang terbuka, Rena bisa langsung melihat jika ruangan itu berada di deretan ke empat sebelah kanan. Walau takut, dia tetap harus melanjutkan perjanjiannya.

Rena mengetuk pintunya pelan. Terdengar sahutan dari dalam. "Masuk saja, tidak dikunci!" Suara itu. Jelas sekali, bagaikan terompet Sangkakala yang akan menghancurkan dunia gadis itu. Rena memejamkan matanya saat membuka pintu. Mengumpulkan serpihan demi serpihan kekuatan yang entah ke mana perginya. Ketakutan itu masih saja meraja di hatinya.

"Masuklah, Cantik!" sapa lelaki itu. Matanya penuh nafsu durjana. Rena berdiri mematung sesaat setelah menutup pintu.

"Ayo, sini, jangan takut!" ujarnya lagi. Namun, entah kenapa justru makin membuat nyalinya ciut. Haruskah membatalkan transaksi ini, sebelum semuanya terjadi? bisik hati Rena. Namun, kala teringat ibunya yang terbaring lemah, dia kembali membulatkan tekadnya.

Dokter Fredy bangkit dari posisi duduknya di tempat tidur. Mendekat pada Rena yang memejamkan mata untuk mengurangi rasa takut. Tangan kekar itu, mata nyalang itu, melucuti satu demi satu kain yang menutupi setiap inchi tubuh Rena. Lalu, menariknya tanpa ampun ke dasar jurang penuh semak belukar.

Gadis itu bergeming. Bulir itu mengalir tak tertahan dari sudut matanya. Merasakan sakit di  tubuh juga hatinya.

'Ibu, aku rela menapaki neraka ini, demi menggapai surga di kakimu!' jerit hati Rena.

Ruangan mewah itu menjadi saksi seorang gadis yang kehilangan kesuciannya juga masa depannya.

"Kamu cantik, calon suamimu kelak pasti takkan keberatan walaupun kamu sudah tidak perawan," ujarnya setelah merenggut segalanya. Rena terisak menahan sesak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status