Share

BAB 3_PEMBALASAN AWAL

Aditya langsung melingkarkan cicin berlian itu di jari manis Dahlia. Mulutnya sedikit mengerucut heran. Mengapa bisa pas seolah-olah cincin itu memang diciptakan untuknya?

"Apa perlu kami abadikan, Tuan?" tanya pelayannya.

"Boleh," jawab Aditya singkat.

Pelayan itu mengeluarkan ponselnya yang ada gambar apel yang digigit dengan tampilan edisi terbaru.

Belinda menghampiri mereka dengan wajah pucat. Jantungnya sebentar lagi akan jatuh karena silau dengan kilauan cincin itu. Dengan kasar, dia meraih tangan Dahlia.

"Ini apa Mas?! Kamu bohong kalau harganya ratusan juta!" serunya marah seperti tak percaya.

Aditya tersenyum kecut. Laki-laki itu mencebik karena Belinda seperti bunglon, bisa berubah-rubah. Baru melihat yang berkilau langsung mencoba mesra. Aditya bertekad tidak akan luluh. Ia merasa harga dirinya sudah diinjak. Ia tak akan berubah pikiran.

"Memangnya matamu rabun? Itu cincin," ketus Aditya.

"Iya! Aku juga tahu, ini cincin! Ini cicin kw apa asli?!"

Belinda memekik sembari menggoyang-goyangkan tangan Dahlia. Wanita itu menyentak lengan Dahlia dengan kasar. Dahlia hanya diam saja seperti meringis menahan sakit di tangannya.

"Mau asli, mau kw pun tak ada urusannya sama kamu, Bel!" sergah Aditya.

"Kamu tinggal jawab, ini cincin asli apa cincin palsu?!"

Belinda kembali mengguncang tangan Dahlia. Gadis berhijab itu menunduk, menggigit bibirnya. Dahlia sedang menahan rasa sakit dan serba salah. Aditya merasa tak bisa membiarkan itu. Baginya, Belinda sudah keterlaluan.

Wuush!

Aditya menarik tangan Dahlia hingga terhuyung di depan dadanya. Kedua bola mata gadis itu melebar karena kaget. Seperti detik begitu lambat meninggalkan waktu. Gadis itu sekarang sudah berada dalam pelukan Aditya. Sejenak Dahlia mendongak menatap pemuda itu. Aditya suka warna manik mata gadis itu. Warna abu bercampur hitam jelaga. Ciamik. Tiba-tiba Dahlia langsung melepaskan diri, salah tingkah. Hati Aditya merasa lucu, meski ekspresi wajahnya tetap datar.

"Kamu jangan kurang ajar ya Mas! Ini rumahku!" teriak Belinda.

"Kamu tuh, jangan jahat sama calon istriku! Kamu kira lengannya itu layangan bisa kamu kebas-kebasin begitu. Kalau kami tak bisa pergi bulan madu ke Paris karena lengannya sakit, aku tuntut ya!"

Merah padam wajah Belinda karena merasa dipermainkan.

"Aku sudah muak ya sama omonganmu yang sok bossi itu! Jangan terlalu menghayal. Bisa mati menggenaskan kamu nanti karena depresi," ketus Belinda.

Aditya hanya diam, menggerutu dalam hati.

'Kamu hanya belum tahu saja, siapa aku, Bel. Kamu akan segera menarik ucapanmu itu'

Tiba-tiba Yuni mendekat, memegang telapak tangan Dahlia. Dia memutar-mutar cincin itu di jari manis Dahlia. Memang benda itu sungguh berkilau seperti asli. Namun ia menapik apa yang didengar dan dilihatnya. Ia yakin, itu adalah cincin palsu.

"Aah ini pasti kw ini, Bel. Gak mungkin asli," ujar Yuni menghempaskan tangan Dahlia.

"Masak sih, Ma? Kilaunya kok beda ya," gumam Belinda kembali akan meraih tangan Dahlia.

Aditya langsung menepis lengan Belinda.

"Sudah ya. Mau kw atau asli, gak ada hubungannya sama kalian. Kan kamu juga gak mau sama aku, Bel. Udah, ngapain juga kamu kepo."

Seolah-olah abai dengan ucapannya, gadis yang masih ada di hati Aditya itu menatap tajam pada Dahlia.

"Lepas!" perintahnya.

"Ammm ... tapi Non," lirih Dahlia menggengam tangan kanannya seolah-olah menyembunyikan jarinya yang bercincin.

"Lama! Lepas cepat! Aku mau lihat langsung!" seru Belinda menarik paksa tangan Dahlia dan mencoba melepaskan cincin itu.

Aditya kembali menepis tangan Belinda yang sedang berusaha menjajah jari calon istrinya itu.

"Apaan sih kamu, Bel! Jangan coba-coba dilepas. Itu cincin pernikahanku! Ngiler ya kamu?! Kasian deh!"

"Aku mau lihat! Kasih aku lihat, Mas!" teriak Belinda memaksa.

"Gak! Aku gak izinin!"

Aditya menepis tangan Belinda, namun gadis itu tak mau kalah. Ia terus mencoba meraih telapak tangan Dahlia sedangkan Aditya berusaha menjauhkannya.

"Aku pecat kamu kalau kamu gak lepasin cincin itu!" pekik Belinda pada Dahlia.

"Anu Mbak ...," lirih Dahlia kebingungan.

"Awas ya! Kamu gak boleh lepas cincin itu tanpa seizinku!" ancam Aditya mengangkat lengan gadis itu.

Aditya tak ingin cincin mahal itu jatuh ke tangan Belinda yang matre.

"Dahlia! Lepasin!" teriak Belinda menghentakkan kakinya.

"Kamu gak ada hak ya!" lanjut Aditya terus menarik tangan Dahlia yang sedari tadi jadi rebutan.

"Dia pembantuku di sini, Aditya! Aku cuma mau lihat lebih detail cincin itu!"

"Tak ada urusannya sama kamu! Ayo kita pergi!" ujar Aditya pada Dahlia yang memucat.

Aditya yakin, pasti gadis itu takut dipecat. Pemuda itu menatapnya serius.

"Ikut aku. Kamu sudah bukan pembantu lagi di sini. Tempatmu seharusnya berada di istanaku," lirih Aditya serius pada Dahlia.

"Puihhh! Sejak kapan laki-laki kere kayak kamu punya istana. Jangan mau diperdaya laki-laki tak kamu kenal, Dahlia! Lepaskan cincin itu dan kembalilah bekerja," ujar Yuni melipat tangannya di depan dada. Begitu angkuh dan sombong.

Aditya semakin muak diremehkan begitu. Ia segera merogoh ponselnya yang sederhana. Ponsel mewahnya ada di rumah.

"Hallo, aku share lock sekarang. Jemput secepatnya. Baik. Secepatnya!"

Setelah sejenak menekan beberapa tombol, Aditya kembali menoleh pada Dahlia.

"Ayo. Ikut aku!" seru Aditya.

Dahlia masih bergeming seperti ketakutan. Bagaimana dia bisa mengikuti ucapan laki-laki yang baru dia temui? Namun mendapatkan penawaran dan tekanan, Dahlia tak memiliki pilihan.

"Kamu jangan termakan rayuan laki-laki ini! Satu langkah kamu keluar dari rumah ini, kamu kupecat!" ancam Belinda garang.

"Dan jangan harap kamu bisa dapat pesangon dan bisa kami terima lagi kerja di sini! Buat tamatan SMA kayak kamu, mau kerja apa ha?!" lanjut Yuni menambahkan.

Aditya menarik pergelangan tangan Dahlia. Gadis itu menggeleng, mencoba melepaskan tangan darinya.

"Jangan pedulikan ucapan mereka!" seru Aditya.

Dahlia masih bergeming, makin kebingungan.

Tiiiit!

Itu suara klason mobil Aditya. Laki-laki itu mencekal pergelangan tangan Dahlia dengan erat. Gadis itu tak bisa mengelak lagi. Aditya menyeretnya dengan langkah cepat. Tampak mobil mewah sudah terparkir tepat di halaman rumah itu. Supir pribadinya sudah turun dan membukakan mereka pintu. Aditya merasa tak perlu menoleh ke belakang. Sudah bisa dibayangkan bagaimana ekspresi ibu dan putrinya yang mantre itu.

"Lihat saja, ini baru permulaan. Kalian akan membayar mahal untuk hari ini," gumam Aditya hampir tak terdengar.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ryan Seid Physique
BAB 4 mana nie kelanjutannya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status