"Lepasin, ih!"
Dahlia menyentak tangan Aditya kasar. Aditya juga baru sadar masih mencekal pergelangan tangan gadis itu. Segera dilepaskannya begitu saja. Aditya pura-pura tak bereaksi, seolah tak merasa bersalah.Dahlia terus melihat ke belakang meskipun mobil sudah bergerak meninggalkan rumah Belinda. Terlihat ada keragu-raguan pada sorot matanya. Aditya acuh saja. Laki-laki itu merasa baru saja mengangkat statusnya. Meski tak selamanya, tapi setidaknya untuk beberapa waktu."Mana sepuluh jutanya?"Tiba-tiba suara Dahlia membuyarkan pikiran Aditya yang sedang memutar otak membuat rencana. Gadis itu sekarang menengadahkan tangannya, tepat di depan wajahnya."Cincin yang di tanganmu itu nilainya ratusan juta. Sekarang kamu mau minta sepuluh juta. Apa kamu sedang memerasku?!"Aditya menarik nafas. Apa jangan-jangan dia lebih matre dari Belinda? Begitu pikir laki-laki itu."Ini cincinmu!"Dahlia meraih tangan Aditya lalu meletakkan benda berkilau itu begitu saja."Eeeeh!" Aditya melongo, tak percaya."Mana janjimu? Aku tadi rela sampai dipecat demi uang sepuluh juta itu. Cepat berikan sekarang!" ujarnya dengan nada tinggi.Aditya menggeleng. Jangan sampai gadis ini menghancurkan rencananya. Ia harus segera menikah untuk mengambil alih perusahaan Central Glory tbk. Itu adalah perusahaan ayahnya yang paling besar. Dia bahkan rela menjadi karyawan untuk mengenali semua seluk beluk perusahaannya sendiri sampai ke seluruh sisi secara langsung."Atmku sedang dibekukan sampai jelas aku mendapatkan pasangan. Aku tak bisa memberikanmu uang cash. Tapi aku bisa menggunakan kartu kredit tanpa batas," kekeh Aditya sedikit salah tingkah."Mulai banyak alasan! Gak mau. Aku mau yang sepuluh juta. Uang itu harus ada sekarang. Atau aku akan jujur sama keluarga Belinda kalau kamu memang nipu. Tukang tipu!"Ingin rasanya Aditya menyumpal mulut gadis ini dengan kanebo kering. Enak saja menyebutnya sebagai tukang tipu."Eeeh dengar ya, Mbak! Kamu harusnya puasa Daud tiga bulan berturut-turut karena akan menikah dengan pewaris Central Glory. Rasa syukurmu itu harus kamu panjatkan beribu-ribu kali. Kamu tak tahu kan bagaimana megahnya perusahaan milik ayahku itu dan sebentar lagi akan menjadi milikku?""Bodo amat. Kamu bisa nikah sama siapapun termasuk dedemit kunti sekali pun. Aku tak peduli. Pokoknya aku mau sepuluh jutaku!" serunya lalu membuang wajah masamnya.Aditya menggaruk kepalanya kesal. Darimana dia bisa mendapatkan uang cash sepuluh juta?"Aku akan memberikannya setelah acara lamaran. Soalnya, atmku akan dibuka blokirannya kalau sudah positif memiliki tunangan," ujarnya mencoba menjelaskan dengan serius.Dahlia mendecak seolah sedang mencemoohnya. 'Gadis bodoh!' umpat Aditya dalam hati."Atau gini saja. Kamu bisa minta barang yang senilai. Gimana? Aku bisa beliin kamu apapun tapi tidak dengan uang cash. Tolong buka sedikit otakmu itu untuk paham maksudku!"Emosi Aditya mulai tak terkendali. Sekarang dia tahu, lembut dan manis wajah gadis itu, tak melambangkan perangainya."Tetap tak mau. Aku mau uang cash!"Aditya mengulum bibirnya, berpikir. Hidupnya kini langsung runyam seperti benang yang sulit diurai. Wanita memang selalu membawa kesulitan untuknya. Pandangannya tertuju pada kotak jam tangan yang beberapa hari yang lalu dikirimkan ayahnya dari luar negeri. Aditya sudah mengambil keputusan."Baiklah. Ini adalah cara terbaiknya," gumamnya sendirian."Pak Man! Kita ke toko jam tangan yang di persimpangan kota ya.""Baik, Tuan," jawab Suparman.Tak butuh waktu lama, jam elit itu bisa menjadi uang puluhan juta. Jam itu keluaran terbaru dan limited editon plus dia belum memakainya sama sekali. Aditya menjualnya jauh dari harga aslinya. Gara-gara gadis berhijab yang keras kepala itu, ia mengalami kerugian. Hatinya semakin panas."Ini, uang lima belas juta. Lima juta untuk menyumpal mulutmu itu!"Dahlia meraih gepokan uang itu dengan sumringah. Aditya mengambil kesimpulan, ternyata perempuan di seluruh jagad raya ini sama. Matre, mata duitan."Sekarang urusan kita selesai," ujar Dahlia santai."Eeeh enak aja. Gak bisa! Kamu sudah terikat janji denganku.""Janji apaan?!""Janji buat jadi pengantinku!"Tiba-tiba gadis itu tertawa seolah sedang mengejeknya. Tangan lentiknya menutupi wajah yang berbinar karena merasa lucu."Jangan tertawa! Aku gak lagi main-main. Pokoknya aku gak mau tahu ya, kamu harus jadi istriku. Kita sudah terlanjur basah. Mau berapa lama, mau kayak gimana nantinya, aku gak peduli. Selain untuk membalas penghinaan keluarga Belinda, aku harus segera mendapatkan perusahaan ayahku!" seru Aditya padanya dengan ekspresi serius.Sejenak hanya suara lalu lalang kendaraan yang terdengar di antara kami."Terus?!" tanyanya singkat."Aku akan membayarmu untuk itu."Mereka saling bertatapan mencari keseriusan satu sama lain. Entah apa dalam pikiran gadis itu, tiba-tiba saja dia mengembus napasnya kasar."Baiklah. Besok kita bicarakan lagi, " tanggapnya datar."Apa itu artinya kamu benar-benar setuju?" tanya Aditya ingin memperjelas."Tergantung nilai harga," ucapnya begitu terdengar meyakinkan."Ck! Jangan remehkan calon pemimpin tertinggi di Central Glori," desis Aditya bergaya."Aku anggap ini semua masih belum sepakat. Sekarang antar aku pulang!" titah Dahlia."Pulang aja sendiri," ketus Aditya yang masih merasa sangat enggan meninggalkan toko jam elit itu."Ya sudah," ujarnya melenggang pergi.Aditya terkesiap. 'Dasar gadis nekat!' umpat hati Aditya. Dahlia membawa sejumlah uang yang tidak sedikit. Otak memintanya mengabaikannya, tapi hatinya tidak."Aaargh! Lagi-lagi aku yang kalah!" gerutu Aditya meremas rambutnya."Heeeh! Berhenti!" teriak Aditya sedikit mengejar Dahlia yang sudah cukup jauh."Apa lagi?!""Aku antar pulang! Aku tak ingin jadi saksi TKP perampokan gadis culun keras kepala yang memakan korban jiwa," cerocosnya melambaikan tangan.Tampak Suparman sedang menghampiri mereka."Biar aku begini, kamu yang katanya calon pemimpin apa tadi, terolli klori ....""Central Glori!"Aditya berseru di telinganya supaya dia tahu, perusahaan ekspor impor aneka snack ternama di negara ini adalah perusahaan milik ayahnya."Yah itu. Kok masih mau nikah sama aku? Kadang aku ngerasa lagi mau diprank. Tapi tak apalah, yang penting sudah jelas hasilnya gini. Aku ikut saja alurmu.""Ccchh ... matre," ketus Aditya tak peduli dia bisa mendengarnya dengan jelas."Di jalan Anggrek, lingkungan perkampungan belakang komplek Royal Apel ya, Pak!" seru Dahlia tak menggubris ucapan Aditya."Masih jauh rumahmu?" Aditya bertanya setelah melewati komplek perumahan Belianda."Ini sudah sampai. Rumah berpagar bambu, yang ada pohon buah naganya, Pak!"Dahlia turun tanpa menoleh pada pemuda itu. Terlihat dari dalam rumah tua itu muncul seorang wanita paruh baya yang menggendong bayi. Aditya terkejut. Jantungnya berdegub-degub kencang seperti baru saja mengetahui sesuatu yang begitu mengejutkan."Jadi, ini tujuanmu meminta uang cash sepuluh juta itu?" gumam Aditya terenyuh."Dahlia!" teriak Aditya dari dalam mobil. Untuk pertama kali Aditya memanggil nama gadis itu."Lusa sore, aku akan ke sini lagi!"Gadis berhijab itu mengangguk samar lalu kembali membelakangi Aditya. "Kita langsung pulang ke rumah ya, Pak!""Baik, Tuan Muda," jawab Suparman santai. Setelah cukup lama menit terbuang, tiba-tiba saja hati Aditya terusik. "Menurutmu, dia gimana?""Manis, Tuan. Hanya belum dipoles dan dirawat saja."Pemuda itu tersenyum."Tapi gadis-gadis yang sudah pernah dijodohkan denganmu, jauh lebih cantik dan terawat. Hmm ... mereka terlihat lebih elegan dan pastinya memiliki pendidikan yang terbaik. Apalagi kalau Tuan Besar tahu, sepertinya dia tidak akan setuju. Bibit, bobot dan bebet itu adalah hal yang paling utama. Bukan maksudku untuk menginterfensimu. Namun perkara pernikahan bukan hal yang mudah.""Hanya kau dan Parjo juga istrinya yang tahu masalah ini. Aku mohon, rahasiakanlah. Gadis itu akan kunikahi bukan semata-mata untuk segera mendapatkan kepercayaa
"Huwaaaaa!!!"Belinda menangis histeris, menghentak-hentakkan kakinya. Gadis itu masih terus menantap gerbang besi yang dilewati mobil mewah yang dinaiki Aditya dan Dahlia. "Kamu kenapa sih, Bel!? Sudah miring urat syarafmu?!" bentak Yuni sembari mendorong bahu anak gadisnya. "Mas Adit, Ma! Mama gak lihat, mobil yang jemput dia tadi itu kek gimana? Itu mobil mewah, Ma!" pekik Belinda. Seolah tak peduli dengan ucapan anaknya, Yuni duduk santai, menyalakan tv tanpa menoleh pada Belinda sedikitpun. "Paling grab itu yang jemput. Kamu jangan mau ditipu sama dia. Mama dari awal sudah gak srek sama laki-laki itu," timpalnya. "Itu Rolls Royce seharga puluhan milyar, Ma! Gak mungkin dipake buat ngegrab!" sentak Belinda kesal dengan ibunya. "Paling mobil pinjaman atau kamu salah lihat. Banyak yang kw sekarang, siapa yang tahu, itu juga bisa jadi mobil kw."Belinda merobek-robek tisu makan yang di atas meja untuk melampiaskan kekesalannya. "Tapi mataku masih bisa bedain mana kw dan ori! H
"Assalamu'alaikum!" salam Dahlia lalu melepas sandalnya. Tanpa menjawab salam, Marni keluar menyambut anaknya. Mulutnya sudah siap membuka dan akan mencecar anaknya namun seketika langsung tertutup ketika ia melihat sebuah mobil yang terlihat begitu mewah dan gagah masih terparkir lalu perlahan bergerak menjauh. Marni segera berbalik masuk, meletakkan bayi di gendongannya ke lantai beralaskan kasur bayi. "Siapa itu?" tanya Marni. "Hanya teman baru, Bu," jawab Dahlia grogi. "Kamu yang jujur. Tadi Belinda dan ibunya datang. Kata mereka, kamu kabur dari rumah itu, meninggalkan pekerjaan demi ikut laki-laki. Apa itu sikap perempuan baik?" lanjut Marni mencecar anaknya. Dahlia menegak salivanya kasar. Hatinya bertalu-talu. Bagaimana ia bisa menceritakan tentang semua kejadian yang sangat cepat itu? Ia pun masih seperti tak percaya. "Anu, Bu ... aku ...." "Katakan, apa yang kamu lakukan dengan dia sampai harus meninggalkan pekerjaanmu? Ibu yakin, kamu masih punya akal sehat, Nak
Yuni mengangkat kakinya di atas sofa, sembari menatap sinis pada Dahlia yang sedang membersihkan beberapa hiasan dinding dengan kemoceng. Gadis itu pun seolah tak peduli, majikannya sedang memperhatikan dirinya dengan cermat. Kedua mata Yuni menelisik ke jemari tangan Dahlia. Tidak ada cincin. Sejak gadis itu sampai, tak ada ucapan apapun dari mulutnya juga dari mulut Dahlia. Hanya salam saja ketika dia baru sampai pukul enam pagi tadi."Bel! Sudah jam delapan ini! Gak takut telat kamu, ha?!"Yuni menegur anak gadisnya yang baru keluar kamar. Tampak Belinda masih menggunakan baju tidur."Santai, Ma. Aku hanya nemenin boss meeting nanti jam sepuluh," jawab Belinda dari dalam kamarnya.Dahlia sama sekali tak menoleh apalagi menyapa nona rumah itu seperti biasa. Ingin rasanya gadis itu mengumpat dua wanita penghuni rumah itu. Hatinya makin dongkol. B
Dahlia menapaki setapak demi setapak marmer mahal yang sudah bertahun-tahun selalu dirawatnya. Di sini memang ia menggantungkan nasib dan kehidupan keluarganya. Bu Yuni selalu memberikannya gaji tepat waktu meski sering dipotong karena menurutnya pekerjaan Dahlia kurang bersih, kurang cepat."Jangan nekad kamu, Dahlia! Ingat, kamu dan keluargamu itu tak akan bisa melanjutkan hidup tanpa gaji dari sini!" ancam Yuni melototkan matanya."Wanita sinting!" umpat Belinda menambahkan.Dahlia terus melangkah. Di sini, tempatnya selalu menempa kesabaran. Karakter Bu Yuni yang asal perintah dan memiliki mulut tanpa saringan itu kerap kali membuatnya menahan air mata. Ditambah sikap Belinda yang memandangnya sebelah mata, membuatnya harus menambah stok kesabaran. Seharusnya gadis itu lebih bersahabat dengannya karena mereka seusia. Namun faktanya tidak.Belinda mengejar Dahlia lalu mendo
Sejenak Aditya diam. Pikirannya berputar cepat. Dia adalah calon pimpinan tertinggi Central Glori. Pantang menjilat ludahnya sendiri dan itu artinya dia sudah memutuskan. Nasi sudah menjadi bubur dan tak akan bisa mundur. Tak ada yang perlu disembunyikan dari Dahlia. Karena memang dia akan menikahi gadis ini bukan karena cinta. Hatinya sudah tertutup rapat. Terlalu sakit karena hinaan wanita yang diberikan ketulusan cinta. Aditya pun yakin, Dahlia juga sama dengan Belinda. Apa lagi, gadis itu berasal dari kalangan menengah ke bawah. Pastilah, rasa hausnya akan harta juga sangat tinggi.Setidaknya itu terpikirkan di kepala laki-laki yang sedikit berjambang tipis itu."Aku adalah anak sulung dari Hadi Pratama, pemilik banyak perusahaan di kota ini. Dan perusahaan tempat Belinda bekerja adalah milik ayahku. Sebagai anak pertama laki-laki, aku akan mewarisi perusahaan itu. Tapi ada syaratnya, harus menikah dan menguasai segala bidang di perusahaan. Itu me
Setelah banyak detik yang terbuang di antara mereka, akhirnya Dahlia bicara. "Andai kamu mengatakan ini pada Belinda saat kamu melamarnya, aku yakin, dia dan ibunya pasti langsung menerimanya." "Aku sangat mencintainya, tak melihat apakah dia wanita berada atau tidak. Jika seadainya, Belinda pun hanya seorang pembantu sepertimu. Aku pun akan tetap mencintainya." Dahlia mengelus ujung meja yang terbuat dari akrilik itu. Entah apa yang di pikiran gadis itu. Namun kalimat dari bibir mungilnya menjawab pertanyaan Aditya. "Jadi begitu rendahnya status seorang pembantu di matamu." "Bukan begitu. Jangan salah kaprah. Beda otak, beda pandangan, dan beda persepsi. Itu hanya perumpamaan. Jangan salah, pasangan yang kubawa saat melamarmu itu adalah dua pelayanku. Aku menghargai mereka bahkan menyayangi mereka seperti kedua orang tuaku. Tidak ada yang salah dengan art, justru mereka sangat luar biasa. Namun, marilah kita bicara dari segi strata sosial dan logika." Aditya menatap serius pad
"Dasar gadis aneh. Ya kamu, harus menyesuaikanlah! Kamu kerja siang malam berbulan-bulan di rumah Belinda juga takkan mampu beli hp yang akan kuberikan. Jangan banyak protes. Aku tak hanya omong besar, aku yang fasilitasi! Sudah, buang saja hp jadulmu itu, sekalian nanti pakai lempar tikus di rumahmu."Ketimplaaaak!!!Hp jadul Dahlia sempurna mendarat di dada Aditya. Sakit sekali. Kekuatan lemparan Dahlia benar-benar membuatkan Aditya meringis menahan sakitnya."Aku hanya praktek lempar tikus, gimana? Kira-kira tikusnya mati gak kalau lemparnya kayak gitu?""Cewek gila! Ini sakit tau! Lepas jantungku rasanya! Iiissh!"Aditya mengelus dada, menikmati sakit yang semakin mudar. Ingin rasanya dia mencekik gadis di depannya itu, tapi ekspresi tawanya yang berbinar menyipitkan mata cantiknya itu membuat Aditya luluh. Sekarang Aditya justru yang terlihat payah."Ambil lagi hpmu sebelum kuinjak s