Share

BAB 4_MENAGIH JANJI

"Lepasin, ih!"

Dahlia menyentak tangan Aditya kasar. Aditya juga baru sadar masih mencekal pergelangan tangan gadis itu. Segera dilepaskannya begitu saja. Aditya pura-pura tak bereaksi, seolah tak merasa bersalah.

Dahlia terus melihat ke belakang meskipun mobil sudah bergerak meninggalkan rumah Belinda. Terlihat ada keragu-raguan pada sorot matanya. Aditya acuh saja. Laki-laki itu merasa baru saja mengangkat statusnya. Meski tak selamanya, tapi setidaknya untuk beberapa waktu.

"Mana sepuluh jutanya?"

Tiba-tiba suara Dahlia membuyarkan pikiran Aditya yang sedang memutar otak membuat rencana. Gadis itu sekarang menengadahkan tangannya, tepat di depan wajahnya.

"Cincin yang di tanganmu itu nilainya ratusan juta. Sekarang kamu mau minta sepuluh juta. Apa kamu sedang memerasku?!"

Aditya menarik nafas. Apa jangan-jangan dia lebih matre dari Belinda? Begitu pikir laki-laki itu.

"Ini cincinmu!"

Dahlia meraih tangan Aditya lalu meletakkan benda berkilau itu begitu saja.

"Eeeeh!" Aditya melongo, tak percaya.

"Mana janjimu? Aku tadi rela sampai dipecat demi uang sepuluh juta itu. Cepat berikan sekarang!" ujarnya dengan nada tinggi.

Aditya menggeleng. Jangan sampai gadis ini menghancurkan rencananya. Ia harus segera menikah untuk mengambil alih perusahaan Central Glory tbk. Itu adalah perusahaan ayahnya yang paling besar. Dia bahkan rela menjadi karyawan untuk mengenali semua seluk beluk perusahaannya sendiri sampai ke seluruh sisi secara langsung.

"Atmku sedang dibekukan sampai jelas aku mendapatkan pasangan. Aku tak bisa memberikanmu uang cash. Tapi aku bisa menggunakan kartu kredit tanpa batas," kekeh Aditya sedikit salah tingkah.

"Mulai banyak alasan! Gak mau. Aku mau yang sepuluh juta. Uang itu harus ada sekarang. Atau aku akan jujur sama keluarga Belinda kalau kamu memang nipu. Tukang tipu!"

Ingin rasanya Aditya menyumpal mulut gadis ini dengan kanebo kering. Enak saja menyebutnya sebagai tukang tipu.

"Eeeh dengar ya, Mbak! Kamu harusnya puasa Daud tiga bulan berturut-turut karena akan menikah dengan pewaris Central Glory. Rasa syukurmu itu harus kamu panjatkan beribu-ribu kali. Kamu tak tahu kan bagaimana megahnya perusahaan milik ayahku itu dan sebentar lagi akan menjadi milikku?"

"Bodo amat. Kamu bisa nikah sama siapapun termasuk dedemit kunti sekali pun. Aku tak peduli. Pokoknya aku mau sepuluh jutaku!" serunya lalu membuang wajah masamnya.

Aditya menggaruk kepalanya kesal. Darimana dia bisa mendapatkan uang cash sepuluh juta?

"Aku akan memberikannya setelah acara lamaran. Soalnya, atmku akan dibuka blokirannya kalau sudah positif memiliki tunangan," ujarnya mencoba menjelaskan dengan serius.

Dahlia mendecak seolah sedang mencemoohnya.

'Gadis bodoh!' umpat Aditya dalam hati.

"Atau gini saja. Kamu bisa minta barang yang senilai. Gimana? Aku bisa beliin kamu apapun tapi tidak dengan uang cash. Tolong buka sedikit otakmu itu untuk paham maksudku!"

Emosi Aditya mulai tak terkendali. Sekarang dia tahu, lembut dan manis wajah gadis itu, tak melambangkan perangainya.

"Tetap tak mau. Aku mau uang cash!"

Aditya mengulum bibirnya, berpikir. Hidupnya kini langsung runyam seperti benang yang sulit diurai. Wanita memang selalu membawa kesulitan untuknya. Pandangannya tertuju pada kotak jam tangan yang beberapa hari yang lalu dikirimkan ayahnya dari luar negeri. Aditya sudah mengambil keputusan.

"Baiklah. Ini adalah cara terbaiknya," gumamnya sendirian.

"Pak Man! Kita ke toko jam tangan yang di persimpangan kota ya."

"Baik, Tuan," jawab Suparman.

Tak butuh waktu lama, jam elit itu bisa menjadi uang puluhan juta. Jam itu keluaran terbaru dan limited editon plus dia belum memakainya sama sekali. Aditya menjualnya jauh dari harga aslinya. Gara-gara gadis berhijab yang keras kepala itu, ia mengalami kerugian. Hatinya semakin panas.

"Ini, uang lima belas juta. Lima juta untuk menyumpal mulutmu itu!"

Dahlia meraih gepokan uang itu dengan sumringah. Aditya mengambil kesimpulan, ternyata perempuan di seluruh jagad raya ini sama. Matre, mata duitan.

"Sekarang urusan kita selesai," ujar Dahlia santai.

"Eeeh enak aja. Gak bisa! Kamu sudah terikat janji denganku."

"Janji apaan?!"

"Janji buat jadi pengantinku!"

Tiba-tiba gadis itu tertawa seolah sedang mengejeknya. Tangan lentiknya menutupi wajah yang berbinar karena merasa lucu.

"Jangan tertawa! Aku gak lagi main-main. Pokoknya aku gak mau tahu ya, kamu harus jadi istriku. Kita sudah terlanjur basah. Mau berapa lama, mau kayak gimana nantinya, aku gak peduli. Selain untuk membalas penghinaan keluarga Belinda, aku harus segera mendapatkan perusahaan ayahku!" seru Aditya padanya dengan ekspresi serius.

Sejenak hanya suara lalu lalang kendaraan yang terdengar di antara kami.

"Terus?!" tanyanya singkat.

"Aku akan membayarmu untuk itu."

Mereka saling bertatapan mencari keseriusan satu sama lain. Entah apa dalam pikiran gadis itu, tiba-tiba saja dia mengembus napasnya kasar.

"Baiklah. Besok kita bicarakan lagi, " tanggapnya datar.

"Apa itu artinya kamu benar-benar setuju?" tanya Aditya ingin memperjelas.

"Tergantung nilai harga," ucapnya begitu terdengar meyakinkan.

"Ck! Jangan remehkan calon pemimpin tertinggi di Central Glori," desis Aditya bergaya.

"Aku anggap ini semua masih belum sepakat. Sekarang antar aku pulang!" titah Dahlia.

"Pulang aja sendiri," ketus Aditya yang masih merasa sangat enggan meninggalkan toko jam elit itu.

"Ya sudah," ujarnya melenggang pergi.

Aditya terkesiap. 'Dasar gadis nekat!' umpat hati Aditya. Dahlia membawa sejumlah uang yang tidak sedikit. Otak memintanya mengabaikannya, tapi hatinya tidak.

"Aaargh! Lagi-lagi aku yang kalah!" gerutu Aditya meremas rambutnya.

"Heeeh! Berhenti!" teriak Aditya sedikit mengejar Dahlia yang sudah cukup jauh.

"Apa lagi?!"

"Aku antar pulang! Aku tak ingin jadi saksi TKP perampokan gadis culun keras kepala yang memakan korban jiwa," cerocosnya melambaikan tangan.

Tampak Suparman sedang menghampiri mereka.

"Biar aku begini, kamu yang katanya calon pemimpin apa tadi, terolli klori ...."

"Central Glori!"

Aditya berseru di telinganya supaya dia tahu, perusahaan ekspor impor aneka snack ternama di negara ini adalah perusahaan milik ayahnya.

"Yah itu. Kok masih mau nikah sama aku? Kadang aku ngerasa lagi mau diprank. Tapi tak apalah, yang penting sudah jelas hasilnya gini. Aku ikut saja alurmu."

"Ccchh ... matre," ketus Aditya tak peduli dia bisa mendengarnya dengan jelas.

"Di jalan Anggrek, lingkungan perkampungan belakang komplek Royal Apel ya, Pak!" seru Dahlia tak menggubris ucapan Aditya.

"Masih jauh rumahmu?" Aditya bertanya setelah melewati komplek perumahan Belianda.

"Ini sudah sampai. Rumah berpagar bambu, yang ada pohon buah naganya, Pak!"

Dahlia turun tanpa menoleh pada pemuda itu. Terlihat dari dalam rumah tua itu muncul seorang wanita paruh baya yang menggendong bayi. Aditya terkejut. Jantungnya berdegub-degub kencang seperti baru saja mengetahui sesuatu yang begitu mengejutkan.

"Jadi, ini tujuanmu meminta uang cash sepuluh juta itu?" gumam Aditya terenyuh.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
ferry guanto
seru juga ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status