Share

BAB 6_TAK TERIMA

Author: Rora Aurora
last update Last Updated: 2023-03-02 23:55:57

"Huwaaaaa!!!"

Belinda menangis histeris, menghentak-hentakkan kakinya. Gadis itu masih terus menantap gerbang besi yang dilewati mobil mewah yang dinaiki Aditya dan Dahlia.

"Kamu kenapa sih, Bel!? Sudah miring urat syarafmu?!" bentak Yuni sembari mendorong bahu anak gadisnya.

"Mas Adit, Ma! Mama gak lihat, mobil yang jemput dia tadi itu kek gimana? Itu mobil mewah, Ma!" pekik Belinda.

Seolah tak peduli dengan ucapan anaknya, Yuni duduk santai, menyalakan tv tanpa menoleh pada Belinda sedikitpun.

"Paling grab itu yang jemput. Kamu jangan mau ditipu sama dia. Mama dari awal sudah gak srek sama laki-laki itu," timpalnya.

"Itu Rolls Royce seharga puluhan milyar, Ma! Gak mungkin dipake buat ngegrab!" sentak Belinda kesal dengan ibunya.

"Paling mobil pinjaman atau kamu salah lihat. Banyak yang kw sekarang, siapa yang tahu, itu juga bisa jadi mobil kw."

Belinda merobek-robek tisu makan yang di atas meja untuk melampiaskan kekesalannya.

"Tapi mataku masih bisa bedain mana kw dan ori! Huhuhu ...! Kalau ternyata rupanya Mas Aditya adalah orang kaya, gimana? Mobil itu punya dia? Terus cincin tadi itu beneran berlian asli? Mampus aku, Ma!!!" teriak Belinda histeris tak puas sudah merobek tisu, sekarang dia memikul-mukul pahanya sendiri.

"Gak mungkin. Kamu jangan kebanyak nonton sinetron atau baca novel. Gak ada. Itu hanya hayalan para penulis skenario. Hidung Mama ini bisa mencium aroma orang kaya, yang pasti gak kayak calon suamimu tadi itu," timpal Yuni tetap melotot menonton.

Belinda perlahan mengusap air matanya. Ia mulai sadar, sepertinya yang dikatakan ibunya itu benar. Tidak mungkin cincin yang dipakai Dahlia itu asli dan juga mobil yang tadi itu pastilan mobil sewaan atau pinjaman. Lagi pula, ia masih mengingat motor jadul yang dikendarai kedua orang tua Aditya tadi. Belinda tiba-tiba tercenung, seperti berpikir.

"Tapi kok ada yang aneh ya, Ma?" tanya Belinda menggumam.

"Emmm," tanggap Yuni cuek hanya mendehem.

"Itu tadi beneran orang tuanya Mas Aditya bukan, ya? Soalnya keknya jauh banget perbedaan mereka, Ma," gumam Belinda serius.

"Orang tua dan anak tak mesti miriplah. Buktinya Mama sama kamu. Dari mana-mana, Mama yang tua ini masih jauh lebih cantik, fresh dan punya otak yang encer daripada kamu. Hampir saja ketipu, menikah sama cowok kere. Duit lima puluh juta, emas dua puluh gram dikira banyak. Heran," gerutu Yuni kembali menoel kepala anaknya, kali ini menggunakan remot tv.

Belinda pasrah saja menerima perlakuan ibunya.

"Tapi bapaknya Mas Adit tadi hapenya keren banget. Itu harganya puluhan juta, Ma! Mama sih gak tahu dunia gadget, gak usah komentar!"

"Cek dulu ginjalnya, jangan-jangan sudah dijual. Kamu itu ya, jangan mudah dibod*hin. Bisa jadi casingnya buah apel tapi dalamnya buah mengkudu. Dah ah, kamu jangan cerewet! Mama mau nonton."

"Tapi Ma .... "

"Jangan banyak tapi. Beresin cangkir-cangkir itu. Sekarang sudah gak ada Dahlia yang di dapur. Kamu belajar dong jadi perempuan pada umumnya, bisa masak dan beberes. Gadis kok macam nenek-nenek, gak bisa ngapa-ngapain. Hp terus depan matanya!" omel Yuni tanpa jeda seperti kereta api.

Belinda menyentak. Ia tak suka dengan pekerjaan rumah tangga.

"Aku gak mau. Gadis kampung itu harus kembali. Tak peduli, tak ada alasan. Dia harus kembali kerja di sini!"

"Dia kan sudah kita pecat. Jangan malu-maluin. Besok Mama cari yang lain."

Belinda tak menggubris ucapan ibunya. Ia mencoba menkan tombol angka, namun tak ada respon.

"Apa dia gak bawa hp jadulnya itu ya?"

"Eeehh. Kamu lagi hubungi siapa?" tanya Yuni mengangkat alisnya seperti terkejut.

"Gadis kampung itu harus kembali kerja di sini, Ma. Enak saja dia dekat sama Aditya. Meskipun Aditya gak selevel sama aku, tapi bukan berarti dia selevel sama cowok yang pernah jadi mantanku. Itu menginjak harga diriku."

Yuni menatap anak gadisnya itu dengan ekspresi marah.

"Mama jangan larang aku! Dia harus sadar posisinya di mana. Aku akan ke rumahnya dan memintanya kembali merapikan cangkir ini."

Tak menunggu respon ibunya, Belinda segera meraih kunci mobilnya. Yuni gelagapan melihat tingkah anak kesayangannya itu. Meski sembari mencucu karena menahan rasa kesal, Yuni gegas mengikuti Belinda yang sedang menghidupkan mesin mobil.

Baru melewati seratus meter lebih, Belinda dan ibunya harus berjalan kaki untuk melewati gang kecil yang sempit dan becek karena mereka tidak melewati jalan utama yang lebih jauh lagi.

"Mending langsung jalan kaki aja tadi, Bel!" omel Yuni kesal.

"Namanya lagi emosi, Ma. Gak bisa mikir aku," timpal Belinda manyun.

"Memang otakmu gak seencer Mama."

Mulut Belinda makin manyun karena ibunya itu selalu saja memojokkannya.

"Maaf Nyonya, Dahlia belum pulang. Bukannya dia lagi kerja di rumah Nyonya?" tanya Marni, ibu Dahlia dengan wajah was-was.

"Anakmu itu sudah kami pecat. Dia berani ninggalin kerjaan buat cowok yang sudah merayunya. Apalagi cowok itu pacarku!" pekik Belinda berang.

"Mantan," imbuh Yuni seolah mengoreksi ucapan anaknya.

Belinda mencebik dan abai. Gadis itu melotot sembari melipat tangannya di dada.

"Tapi karena kami kasihan sama kamu dan anakmu yang cacat itu, jadi suruh dia kembali kerja lagi dan jangan kegatalan! Kesempatan hanya sekali. Awas saja kalau dia tak kembali bekerja, aku akan sebar luaskan berita bahwa anak gadismu itu wanita gatal," lanjut Yuni mencoba menekan ibu Dahlia.

Wanita yang sedang menggendong bayi itu hanya mengangguk dengan menahan tangisnya. Seolah mulutnya terkunci bahkan bertanya kronologisnya pun ia tak punya nyali. Hatinya mengatakan anak gadisnya tak mungkin melakukan hal yang melanggar norma. Tapi melihat amarah kedua majikan Dahlia di depannya membuatnya menjadi sangsi.

"Baa-bbaaaik, Nyah."

"Ayo, Bel. Kita pulang! Pegang perutmu, jangan sampai nanti pas kamu hamil, anakmu cacat kayak gitu," cerocos Yuni menoleh kecut pada bayi perempuan yang sedang di dalam gendongan Marni.

Nampak bayi itu memang memiliki ukuran kepala yang sangat besar dibandingkan ukuran kepala bayi normal. Bayi yang bernama Nadia itu, adalah sepupu Dahlia, anak dari adik ibunya yang sudah meninggal. Marni sebagai budenya, tak tega membiarkan bayi malang itu diurus ayahnya yang gemar main perempuan.

"Dahlia, apa yang sudah kamu lakukan, Nak?" lirihnya mengusap ujung kelopak matanya sembari melihat kedua wanita beda usia yang sedang melangkah menjauh. Mereka berlenggak-lenggok, meninggalkan aroma parfum yang sangat menyengat. Juga kalimat yang sangat menyakitkan bagi penghuni rumah yang mereka kunjungi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Ryan Seid Physique
gimana kelanjutannya harus beli pake koin/bonus segala
goodnovel comment avatar
Supriyatna Indramayu
kurang iyes nih semuah nove kalo kaya gini caranya
goodnovel comment avatar
Sandi Very
ini cerita kok pakek koin/bonus segala.gimana ngalanjutin bacanya klo gini
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KUKIRA MISKIN, RUPANYA CEO   ENDING

    Yuni pias luar biasa. Dingin dan gemetar tangannya saat mencoba menghubungi nomor Belinda."Bu! Apaan sih?! Dari tadi ribut terus!" bentak salah seorang gadis yang merasa kesal karena Yuni menghalangi jalannya."Ma-maaf," ucap Yuni bahkan tak menatap lawan bicaranya. Biasanya ia takkan pernah terima dibentak begitu, apalagi oleh bocah ingusan di matanya. Namun kali ini, rasa takutnya melebihi egonya."Jangan bilang kamu kabur dan memilih melahirkan anak itu, Bel," lirih Yuni berlari kecil menuju parkiran.Ia langsung melesat pulang, berharap anaknya sudah di rumah. Namun nihil, Belinda tak ditemukan. Yuni menghubungi suaminya untuk pulang dari kantor. Sayang, bukan rangkulan penenang yang dia dapatkan tapi kemurkaan suaminya."Kalau sampai Belinda tak pulang, kamu ha

  • KUKIRA MISKIN, RUPANYA CEO   BAB 148_HUKUM ALAM

    "Tidak, Dahlia! Janin itu harus digugurkan!" seru Yuni memberang."Kita tidak tahu masa depan seseorang, Bu Yuni. Siapa yang tahu, janin itu kelak akan menjadi laki-laki atau perempuan yang berguna?!""Omong kosong! Aku tetap tak akan mau memiliki cucu haram, Dahlia! Jangan mentang-mentang kamu sekarang punya kekuasan, kamu mempengaruhi anakku!"Dahlia masih berdiri. Ia sama sekali tak diminta duduk apalagi disuguhkan apa pun meskipun dia datang sebagai tamu. Sepulang dari rumah sakit, Dahlia memutuskan ikut dengan mobil Belinda sedangkan Aditya memilih kembali le kantor. Sepanjang jalan laki-laki itu menggerutu karena keputusan istrinya yang di luar logikanya."Aku hanya tak rela, ada janin yang dibunuh, Bu. Bahkan saat ini, detak jantungnya begitu terdengar luar biasa," ucap Dahlia mencoba meyakinkan."T*i kucing!" umpat Yuni makin meradang dan menuju kamar an

  • KUKIRA MISKIN, RUPANYA CEO   BAB 147_KEPUTUSAN YANG SULIT

    Seolah abai, Dahlia meraih tas selempangnya dan sudah siap dengan tampilannya. Ia memilih tak ingin menanggapi ucapan suaminya. Ia memiliki rencana untuk sedikit menggoyahkan hati seorang ibu."Mari, Bel! Kita ke dokter kandungan bersama. Ikut mobil kami!" seru Dahlia membuka pintu yang ia sendiri kunci."Menyesal aku ke sini," ketus Belinda mengikuti langkahnya.Tak punya pilihan, Aditya menyetir dengan membawa dua wanita hamil. Satu istrinya, satu mantannya. Bahkan ketika mereka sampai di poli kandungan, Aditya begitu amat canggung karena kedua wanita itu mendapatkan buku pink secara bersamaan dan semua mata memandangnya aneh.'Sial, pasti mereka mengira aku memiliki dua istri' rutuk hati Aditya.Nama Dahlia lebih dulu dipanggil untuk masuk. Aditya mengikuti istrinya ke dalam dan bertemu dokter kandungan."Selamat ya, kandungan

  • KUKIRA MISKIN, RUPANYA CEO   BAB 146_BELAS KASIHAN

    "Ke-kenapa kamu harus gugurkan?!" Dahlia seolah kehilangan akal. Sebagai seorang wanita yang pernah kehilangan janinnya, setidaknya ia merasa, tindakan Belinda itu akan menjadi sangat kejam. "Ya karena dia bukan anak dari laki-laki yang kumau. Dia anak dari kakek-kakek tua bangka, seorang napi!" Dahlia langsung mendekati Belinda. Ia meraih lengan wanita itu dengan tatapan tajam. "Janin itu tak berdosa, Bel!" "Aku tak peduli." "Umurnya pasti sudah dua bulan bahkan lebih!" sambut Dahlia nanar. "Ya. Ayahku mencegahku, tapi ibuku mendukungku. Aku sudah muak." Belinda melepaskan tangannya dari genggaman Dahlia. "Lepas. Aku datang bukan untuk meminta persetujuanmu, Dahlia. Kamu ... ada saat kejadian itu, jadi aku merasa, kamu harus tahu." Dahlia menggeleng keras. Ia tak mungkin membiarkan seorang janin diaborsi. "Kalau kamu benar-benar sudah berubah menjadi pribadi yang baik, please, jangan tambah dosamu lagi!" "Kamu enak ngomong dosa, kamu kira sejak kejadian itu, aku bisa

  • KUKIRA MISKIN, RUPANYA CEO   BAB 145_KABAR

    "Maafkan kami, Pak Hadi. Maafkan kami. Kami sangat menyesal," ucap Imron dengan suara bergetar.Sedari awal ia tak memiliki masalah dengan Aditya, Yuni lah yang memiliki kriteria khusus. Namun sebagai suami, Imron pasang badan untuk melindungi istrinya."Tak masalah. Aku justru berterima kasih karena sudah memperkerjakan Dahlia di rumah kalian sehingga anakku bisa bertemu dengannya."Imron dan Yuni kompak dia kehabisan kata. Rasa malu seperti sedang membenamkan mereka ke dasar bumi."Untuk apa kalian ke sini?""Kami, kami ingin mengucapkan te-terimakasih, Pak. Berkat dukungan pengacara-pengacara hebat dari Bapak, Mandala mendapatkan hukuman yang setimpal meski kehormatan anak kami tak bisa kembali," jawab Imron terbata karena gugup."Aku tidak melakukan apa pun untuk anak kalian. Aku melakukan semua itu karena menantuku."

  • KUKIRA MISKIN, RUPANYA CEO   BAB 144_TAK INGIN BASA BASI

    Masih di rumah sakit. Aditya menarik tangan Dareen agar menjauh dari ayah mereka yang sekarang duduk di dekat Dahlia yang masih dipasangi infus. Wanita itu masih perlu infus nutrisi agar kondisi tubuhnya kembali stabil."Kenapa kamu mesti bawa Papa ke sini? Paling nanti sore Dahlia dikasih pulang," ujar Aditya mencubit lengan adiknya."Apa sih, Bang! Masih sakit badanku ini! Harusnya aku juga dirawat di sini!"Aditya menciut setelah dihardik balik oleh adiknya. Ia melipat alisnya seolah meminta penjelasan."Papa yang maksa mau ke sini. Lagi pula, dia seperti kesurupan gatot kaca karena menjadi benar-benar pulih saat mendengar menantunya dirawat di sini," cerita Dareen dengan nada menggerutu."Papa benar-benar menyayangi Dahlia. Aku tak menyangka, semua ini berjalan sangat cepat. Kasih sayang tulus Dahlia telah meruntuhkan batu karang ego seorang Hadi Prata

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status