Kini Lawen membawa Enon yang sudah tidak sadarkan diri ke rumah Jawo. Enon terbaring lemas di ranjang, ia sangat khawatir dengan kondisi Umanya. Ketika di periksa suhu tubuhnya sangat panas, kondisi Enon sekarang sangat kritis ia harus segera di obati kalau tidak nyawanya akan terancam. Tidak banyak Yang bisa di lakukan Lawen, ia hanya mondar mandir tanpa tau apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan Umanya dalam kondisi kritis.
Jawo yang seakan paham dengan situasi ini membawa racikan ramuan khusus untuk meredakan panas tubuh Enon, ia segera menyuruh Lawen untuk membalur seluruh tubuh Umanya dengan obat racikannya.
“Jika Umamu tidak kunjung membaik, maka dia harus di minumkan minyak bintang.”
“Aku tidak memiliki minyak bintang Kek.!”
“Tenang saja, di sini aku banyak memiliki persedia’an.”
Ucap jawo menenangkan Keada’an, Jawo langsung keluar dari kamar karena Lawen harus melepas pakaian Umanya, guna membaluri obat racikan untuk menurunkan panas tubuh Enon.
Jawo melangkah masuk di salah satu kamar di lantai 3, di kamar ini seluruh obat tradisonal dan modrn sampai minyak mistis untuk pengoban berjejer rapi di rak memenuhi seluruh ruangan . Ia langsung membuka laci yang menyimpan minyak bintang, minyak bintang ini adalah peninggalan leluhurnya yang sudah berumur juta’an tahun. Seluruh orang di dunia nyata, mengambil minyak bintang dari Jawo, karena hanya dia satu-satunya keturunan yang di percaya untuk menjaga warisan leluhur.
Minyak bintang merupakan minyak tradisional asli dari Suku Dayak, yang digunakan untuk berbagai pengobatan, minyak bintang dibuat lewat campuran minyak kelapa, kapas bujang, dan burung bubut.
Minyak kelapa yang digunakan untuk membuat minyak bintang adalah minyak kelapa biasa, yang berasal dari proses pres daging buah kelapa. Lalu, kapas bujang adalah tanaman kapas yang baru saja berbuah, tidak sempat jatuh ke tanah. Kemudian, bahan yang paling sulit adalah burung bubut.
Burung bubut adalah burung yang tinggal di pedalaman hutan. Untuk membuat minyak bintang, burung bubut harus dipatahkan kakinya hidup-hidup 7 kali Jum’at hingga mati, kemudian direbus lama hingga berbentuk minyak. Bahan-bahan tersebut dicampur menjadi satu. Proses ini hanya bisa dilakukan oleh orang berilmu, pada malam-malam tertentu. Pembuatan minyak bintang hanya bisa dilakukan pada malam Jumat ketika bintang bersinar terang. Hal inilah yang menjadi dasar penama’an minyak bintang. Pada pengolahan minyak bintang para sesepuh adat akan memanggil roh dari para lelur untuk menyempurnakan kesaktia’an minyak bintang.
Walaupun memiliki kesaktian yang luar biasa, bukan berarti minyak bintang bisa di gunakan sepuasnya. Ada beberapa batasan yang tidak boleh dilakukan oleh minyak ini. Minyak bintang, tidak dapat menolong orang lain selain pemiliknya sendiri. Selain itu, minyak ini juga tidak akan berguna apabila pemiliknya mati dalam keadaan tubuhnya, terpotong-potong lalu dikubur di tempat yang berjauhan.
“Tok...tok..tookk..!” Pintu kamar di ketuk oleh Jawo.
“Masuk aja Kek, aku sudah selesai mengolesi tubuh Uma.”
“Apa ada kemajuan dengan kondisi Umamu.?”
“Panas tubuhnya sudah menurun, tapi belum ada tanda-tanda bahwa Uma sadarkan diri.”
Dengan napas panjang, Lawen hanya bisa pasrah.
Sakit Enon kali ini bukan sakit alami, tapi akibat di wisa dari tenaga dalam Manaf, ia sengaja mencelakakan Enon, untuk memancing Lawen keluar. Sekarang hanya Jawo yang bisa menawar wisanya, beruntung malam ini adalah malam bulan purnama, sehingga tidak perlu lama untuk melakukan ritual penyembuhan memakai metode magic dari minyak bintang.
Tubuh Enon langsung di bawa ke dunia nyata berada di desa paminggir, di sana ada panggung/ kalang terbengkalai bekas peternakan kerbau rawa. Di atas kalang, tubuh Enon di baringkan dan di tuangkan minyak bintang ke dalam mulutnya. Minyak bintang ini akan bekerja setelah terkena sinar bulan purnama.
Mulut Kakek Jawo kumat-kamit membaca sebuah mantra yang sangat panjang, untuk memanggil roh pemilik asli dari minyak bintang. Bulan purnama telah bersinar, suara dari tulang Enon terdengar seperti patah, terdengar ngilu, pertanda minyak bintang telah bereaksi. Sangat banyak cairan ber-warna kuning keluar dari pori-pori kulit Enon, mata yang semula tertutup kini terbuka lebar membola. Enon langsung berteriak dengan sangat keras, menurut Jawo ini sudah biasa terjadi di karenakan penyakit yang di derita Enon sangat berat, hingga roh dari dalam minyak bintang turun tangan langsung masuk ke dalam tubuh merasuki Enon.
Kalang untuk mereka ritual jauh dari pemukiman penduduk, letaknya di tengah-tengah rawa yang sangat luas. Sehingga tidak ada gangguan dalam ritual ini. Teriakan Enon yang kini di rasuki roh minyak bintang, melingking ke seluruh penjuru membuat suasana sangat mistis. Lawen sebagai anak asli Suku Dayak baru pertama melihat ritual penyembuhan minyak bintang, tentu sangat kaget dan takut, apalagi yang sekarang di sembuhkan adalah Umanya.
Sekitar 15 menit waktu ritual berlangsung, cukup membuat bulu kuduk berdiri, karena suasana menjadi sangat horor, kini Enon sudah sembuh total dan sudah sadarkan diri, Lawen langsung memeluk Umanya, ia sangat berterima kasih kepada Kakek Jawo sudah mau menolong mereka.
“Ada satu pantangan yang tidak boleh di langgar oleh orang yang telah di sembuhkan dari minyak bintang.” Ucap Jawo yang masih duduk bersila.
“Apa itu Kek.?”
“Jangan sekali-kali, memakan buah pisang emas, ataupun menyentuhnya, jika pantangan ini di langgar, maka di pastikan Umamu akan mati dan akan menjadi kuyang.”
“Pasti Kek, aku akan menjaga Uma, agar tidak melanggar pantangannya.” Jawab Lawen tergagap.
Setelah semuanya selesai. Lawen langsung membuka portal kembali ke Saranjana, dalam kondisi genting Lawen mempercayakan Enon kepada Kakek Jawo, untuk menjaganya. Dan sementara waktu Enon harus tinggal di rumah Jawo di negri gaib Saranjana.
“ Lawen, apa yang sebenarnya terjadi,? dan sekarang kamu mau kemana.?
Enon sa’at ini sangat kebingungan, melihat perubahan Lawen kembali menjadi pemuda yang lembut, tidak seperti kemaren sangat kasar dan suka mabuk.
“Aku harus pergi, ada tugas yang harus segera aku selesaikan, demi kebaikan Uma tinggallah bersama Kakek Jawo, dan dia akan menjelaskan apa yang terjadi sa’at ini.”
Lawen melangkah memasuki portal demensi, ia teringat dengan sahabatnya Kecek sehingga harus secepatnya menemukannya, ia berharap Kecek tidak terbunuh. Kakek Jawo yang berada di tengah mereka tersenyum penuh tanda tanya.
*****
Kecek yang kini terluka berat di bagian dada, akibat serangan Manaf. Ia terkapar tidak berdaya di samping aliran sungai. Beruntung ia bisa melarikan diri dari tangan Manaf, kalau tidak, di pastikan ia akan tewas. Beruntung Ia di temukan oleh salah satu warga yang lagi mandi, ia lalu di bawa ke rumah kepala desa untuk segera di beri pertolongan. Walaupun tidak saling kenal warga desa dengan rela merawat Kecek, dalam waktu tiga hari kecek tidak sadarkan diri. Ketika ia sudah siuman, dirinya terkejut melihat seorang wanita cantik yang lagi membersihkan tubuhnya. Dengan sepontan ia menarik diri dan membetulkan pakaiannya yang terbuka.
“Siapa kamu,? dan aku berada di mana.?”
“Tenang anak muda, kamu sekarang berada di rumahku.”Ucap seorang laki-laki di balik pintu.“Kalian ini siapa,? kenapa aku berada di sini.?”Sosok laki-laki yang berwibawa, duduk di sebelah Kecek, ia memperkenalkan diri sebagai Kepala desa wono giri, yang terletak di pulau Jawa,namanya adalah Parjo. Dan wanita cantik yang selama ini merawatnya adalah Sarah anak gadisnya. Kecek telah pingsan selama 2 hari, seorang pemuda dari desa menyelamatkannya, lalu membawa ke rumah Parjo. Obat-obatan herbal beruntung bisa menyembuhkan luka bakar di dada Kecek. Selama kritis 2 hari Kecek tidak makan dan minum, yang membuat perutnya kini berbunyi.“Sarah cepat kamu ambilkan makanan ke dapur, untuknya.”Sarah yang sedari tadi duduk di pojok kamar, bergegas pergi ke dapur menuruti perintah Ayahnya.“Kamu jangan terlalu banyak bergerak dulu, lukamu belum sepenuhnya sembuh.” Parjo mencegah kecek, yang memaksakan diri untuk bangkit dari pembaringannya.Sarah telah datang membawa sepiring nasi lengkap den
Di balik semak-semak Sarah bersembunyi, di bawah air terjun Kecek sedang membersihkan tubuhnya. Lekukan tubuh Kecek begitu erotis dan seksi, otot-ototnya yang kekar membuat penampilannya sebagai laki-laki menjadi sempurna. Sehingga Sarah sangat terobsesi dengan Kecek, mata gadis ini tidak berkedip sedikitpun memperhatikan, setiap inci tubuh Kecek yang telanjang setengah badan.Kecek yang sudah selesai mandi, beranjak dari sungai mengerikan bajunya, ia duduk di atas batu, merenung seraya melempar batu kerikir ke dalam sungai. Sarah berjalan mengendap-endap dari belakang, ingin mengejutkannya, namun lebih dulu di ketahui Kecek, dan melempar batu kecil tepat di kepala Sarah, hingga ia menjerit sakit.“Auuuuuuuu... Sakittt....”“Mau apa kamu.? Mengintip orang mandi.” Tanpa menoleh Kecek menodungnya langsung dengan pertanya’an.Ck... Sarah kesal, kenapa aku melakukan tingkah konyol ini. Membuat diri ini sangat malu, niat hati ingin mencoba memeluknya dari belakang, dan berpura-pura tidak
Dari kejauhan Lawen terus mengintai pergerakan Manaf dari balik semak-semak, ia tidak melihat keberadaan sahabatnya Kecek. Selama kurang lebih tiga hari ia tidak berani muncul, takut di ketahui akan keberadaannya. Sekarang Lawen sungguh hati-hati dalam mengambil tindakan, ia tidak mau perjuangan yang baru ia lakukan menjadi sia-sia, ia bertekat akan membersihkan nama baiknya di kota gaib Saranjana. Dan mencari keberadaan Kecek dalam kondisi hidup atau mati.Di sebuah warung ia sungguh terkejut melihat photo dirinya yang terpampang sebagai seorang boronan internasional. Begitu serius ternyata kasus yang ia hadapi, beruntung ia sekarang memakai kacamata dan topi hitam, di lengkapi masker di wajahnya. Sehingga tidak mudah orang di sekitar untuk mengenalinya.Panglima Abdullah kini melebarkan misi pencariannya, dengan merekrut anak buah dari para pereman sekitar, ia kini lalulang dengan motor supra kesitu kemari beserta 5 anak buahnya. Dari kota gaib Saranjana. Di tambah ia kini memiliki
Semua sangkalan Lawen tidak di gubris sedikit pun oleh Abdullah, sifatnya yang garang dan penuh amarah ini selalu tidak memberi ampun kepada orang yang telah ia tangkap. Itulah sebabnya raja memilihnya sebagai Panglima tertinggi keraja’an Saranjana, selain bengis Abdullah memiliki sisi lain di dalam dirinya. Ia memiliki rasa peduli dan kasih sayang yang sangat dalam pada ibunya. Waktu dan lingkungan yang menenggelamkan sisi baik pada dirinya. “Ampun baginda. Panglima Abdullah sebentar lagi sampai ke istana membawa seorang boronan yang bernama Manaf.” Seorang penjaga gerbang melapor di hadapan Muhammad Janna. “Haaa....haa...haaa.” Tawa Raja menggelegar ke seluruh ruangan. “ Siapkan penyambutan yang hangat untuk mereka.” Sebuah karpet mereh di hamparkan sepanjang jalan menuju singgasana, Abdullah masuk dengan menyeret laki-laki yang telah di tutup kain hitam di kepalanya. Ia melempar tubuh kurus itu ke hadapan raja, hingga tersungkur. “Buka penutup kepalanya.” Perintah sang Raja. Dua
Walaupun persidangan tidak bisa menyatakan Lawen bersalah, tetap saja ia harus di masukan lagi ke dalam sel tahanan. Karena perlu beberapa pertimbangan lagi dari para tetinggi kerajaan dan persetujuan dari sang Raja.“Apa kabar, anak muda.?” Umar menyambutnya dalam tahanan.“Seperti kamu lihat orang tua, malaikat maut masih enggan untuk membawaku.”“Malaikat maut mungkin jijik kepadamu, sampai enggan mendakatimu.”Mereka sungguh sangat homoris tertawa bersama, walaupun terkurung dalam ruangan kecil, seperti tiada beban dari keduanya. Setelah beberapa hari, prajurit kembali membawa Lawen ke hadapan Raja. Kali ini pandangan Muhammad Janna sangat berbeda, ia begitu ramah berbicara pada Lawen, begitu juga dengan Abdullah. Kekek Jawo juga turut andil di dalam ruang singgasana, mereka sudah berjejer duduk di kursi masing-masing beserta orang penting.Lawen mendelik matanya ke arah Abdulah lalu menghadap Raja. “Ampun Raja, apakah saya akan dihukum mati sekarang.?”Haa haaa haaa Raja tertawa,
Manaf dan anak buahnya sedang sibuk mengangkut kotak kayu yang sangat besar, ke dalam mobil box entah apa isi di dalam kotak itu. “Cepat-cepat jangan sampai ada yang ketinggalan.”“Aku curiga di dalam kotak itu, adalah hasil rampokan.” Ucap Lawen yang bersembunyi di dalam semak-semak bersama Kecek dan Abdullah.“Emang apa dalam kotak kayu itu.?”“Kunyit Cek.”“Orang Saranjana doyan makan kunyit ya Wen.”“Bodoh, kunyit itu artinya emas.” Lawen memukul kepala Kecek, sehingga ia mendesis kesakitan.“Panglima, kapan kita pergoki mereka.?”“Sekarang lebih baik kita intai dulu, kemana mereka membawa kunyit itu.”Semua sudah selesai terangkut pintu belakang di kunci oleh salah satu dari anak buah Manaf, dan mobil box segera melaju meninggalkan rumah betang. Lawen dan kawan-kawan langsung mengejar mengunakan 2 motor trail, jalan yang hanya dari tanah liat membuat laju mobil box sangat lambat.“Wen sebenarnya kamu bisa enggak sih pake motor.!”“Bisa lah, ini buktinya kita di atas motor.”“Iya
Dari Sampit Lawen dan kawan-kawan pergi ke Saranjana menggunakan portal demensi dari kekuatan mandaunya, mereka menuju kediaman Kakek Jawo. Dari arahan Abdullah yang telah paham atas kelicikan Ayah dan adik tirinya, mereka langsung masuk ke halaman rumah dengan sangat marah.“Manaf, aku tau kamu berada di sini.” Teriak Abdullah dengan keras dan lantang.Jawo dan Manaf keluar dari rumahnya dengan senyum menyeringai, mereka sudah menunggu Abdullah.“Akhirnya sekian puluh tahun kamu kembali anak ku.” Jawo tersenyum licik menyambut Abdullah.“Cuih... dasar orang tua licik, aku sudah terkecuh karna olahmu ternyata kamu adalah dalang dari semua rencana ini.”Jawo bertepuk tangan. “Tidak aku sangka anak ku secerdas ini.”Lawen dan Kecek semakin bingung, mereka tidak menyangka Jawo yang mereka kira berada di pihak mereka adalah penjahat yang sebenarnya.“Dimana Uma ku.?” Ucap Lawen yang teringat Enon masih dalam rumah Jawo.“Jika kamu ingin Uma mu selamat lawan dulu aku.” Ucap Manaf santai se
Ketika Lawen sudah sadar ia terkejut mendapati dirinya sudah berada dalam kamar kerajaan, di sampingnya Kecek masih terbaring dalam kondisi pingsan. Lawen memegang kepalanya yang berdenyut dan di bagian dadanya masih terbalut perban.“Kamu sudah sadar.” Raja berdiri penuh wibawa di depan pintu. Untuk sementara waktu mereka di suruh istirahat oleh Raja, guna memulihkan kekutan dan menyebuhkan luka. Raut wajah Raja sekarang tidak setegang kemaren, tampak Raja sudah bisa mengikhlaskan kematian anaknya.Di istana yang megah nan luas, Lawen berjalan keluar kamar menuju taman bunga yang sangat indah, di sana Putri Lisa sedang duduk termenung di atas sebuah kursi. Hamparan bunga bunga yang indah bermekaran mengeluarkan harum semerbak di dalam rongga penciuman.Dari kejauhan Lawen memandang Lisa yang sedang menikmati sanset di pagi hari, di dalam hatinya sungguh mengagumi kecantikan Lisa yang mengalahkan bidadari. Tapi apalah daya Lisa adalah putri Raja dan ia hanya sebatas manusia biasa,