Share

6. Suami Pulang

KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 6

**

PoV Ratna

Bang Hadi sudah tidak kelihatan. Aku merasa aneh. Kemana dia pergi. Anak-anak sudah mandi dan sarapan. Semua bahan di dapur juga tidak ada lagi. Bang Hadi masih belum belanja juga. 

Untuk makan anak-anakku. Aku tadi beli minyak sayur dan beberapa butir telur saja menggunakan uang ku sendiri. Mereka kini bermain di depan rumah. Melihat keceriaan mereka alangkah aku bahagia. Anak-anak adalah penyemangat aku melakukan apapun dan semangat mencari rezeki. 

Aku mengambil gawai dan menulis sebentar. Selesai melakukannya sekitar satu jam sekalian aku mengawasi anak-anakku bermain. Bang Hadi tak kunjung juga datang. 

Aku menghubunginya lewat gawaiku. Panggilan tersambung tetapi tidak di angkat. Menyebalkan, pagi-pagi sudah pergi tetapi dia tidak meninggalkan apapun di rumah. Uang juga di bawa nya semua. Janjinya di akan belanja karena Ibu dan Jelita akan datang. 

Beberapa kali menghubungi akhirnya Bang Hadi mengangkat. Aku mencebik kesal padanya. Masih bisa Bang Hadi lupa pada kami di rumah. 

"Assalamualaikum. Kamu di mana, Bang?" 

"Lagi mancing!" katanya datar tanpa menjawab salam ku. 

"Bang. Kamu kenapa gak belanja. Hari ini sore hari Ibu dan Jelita akan datang tapi kamu sampai sekarang belum belanja. Gimana sih, kamu!" 

"Iya, ntar siang aku ke pasar. Lagian ini hari libur dan aku di ajak teman-teman aku mancing. Cerewet kamu! Bersihkan saja rumah. Sikat kamar mandi dan ganti sprei sebelum Ibu datang karena dia bakal tidur di kamar tamu!" 

"Enak banget kamu suruh-suruh aku. Kamu sadar gak kalau anak-anak belum makan, Bang. Kamu pegawai kantoran tapi kami di rumah kelaparan. Jangan mentang-mentang uang kamu udah aku pulangkan tapi kamu jadi zolim gini, Bang. Kami masih tanggung jawab mu!" 

"Berisik, Ratna. Masa sih lima ribu aja kamu gak punya. Hutang saja dulu ke warung nanti aku bayar. Gitu aja gak mesti lah di besar-besarkan!" 

"Oke. Kami akan hutang ke warung dan kamu berjanji akan membayar ya!" 

"Iya!" 

Klik. 

Bang Hadi mematikan panggilan sepihak. Aku mendumel kesal. Benar-benar bikin sebal. Pagi-pagi sudah pergi tetapi gak meninggalkan uang.

Aku kembali menyibukkan diri dalam tulisan-tulisan ku. Anak-anakku anteng dengan menonton televisi. 

"Bunda kita makan apa?" kata Lala. Ku-lirik jam sudah pukul 11 siang. Bang Hadi belum juga sampai. Aku mendengkus pada suamiku itu. Sungguh dia keterlaluan pada kami. 

Aku ke dapur. Aku membuka tempat penyimpanan beras. Aku merasa lesu karena beras nya tidak ada. Bukannya aku tak mampu membeli beras dan lauk pauk. Jika aku melakukannya maka Bang Hadi akan keenakan terus. Melupakan tanggung jawab dan tak mau menafkahi. 

Aku pergi ka warung membawa anak-anak. Mereka merasa riang karena bisa jajan sampai di sana. 

"Bu, saya beli beras satu liter. Sama cabe, tomat, bawang dan lain-lain. Apa bisa berhutang?" kataku pada Bu Inem. Dia penjual warung dekat rumah. 

"Loh, kok tumben hutang, Bu Ratna. Biasanya gak pernah hutang?" Aku menghela napas. Aku terpaksa melakukan ini karena kalau aku gak hutang dan bayar pakai uangku seperti biasa maka Bang Hadi akan merasa enak. Dia akan lepas tangan begitu saja. 

"Iya, Bu. Saya minta maaf. Insya Allah dalam dua tiga hari. Saya janji akan bayar." 

"Iya tidak mengapa. Bu Ratna saya kenal baik dan gak pernah hutang. Bawa aja dulu. Nanti bayarnya tiga hari lagi dan saya tulis di buku ya, Bu." 

"Iya, Bu. Saya minta maaf sekali, Bu." 

"Iya enggak apa-apa Bu." 

Akhirnya aku pulang dengan membawa belanjaan yang berkisar Rp250.000 an. Bersyukur sekali karena Bu inem mengizinkan aku untuk berhutang di kedainya. Aku membeli berbagai kebutuhan pokok yang belum di beli oleh Bang Hadi. Hanya beras saja yang ku beli sedikit karena harga di pasar sebenarnya jauh lebih murah. 

Bagaimana aku mau ke Pasar kalau uangnya saja tidak ada padaku. Biar saja aku hutang seperti keinginan Bang Hadi. Biar dia yang bayar nanti. Paling dia marah dan mengomel lagi. 

Aku lalu memasak di dapur. Aku masak seadanya karena hari ini gak sempat ke pasar. Anak-anakku sudah menunggu di meja makan. Aku membuat telur bulat yang di sambal pedas manis dengan cah kangkung. 

Setelah semua tarsaji. Kami makan seadanya bersama anak-anakku. Beruntung mereka gak rewel karena sudah biasa hidup miris. Aku beberapa kali juga membeli ayam dan ikan yang segar hanya khusus buat makan anakku. Terkadang ku beli juga untuk Bang Hadi jika aku mendapat uang lebih yang dia tak tahu. 

Sudah hampir jam tiga sore. Anak-anakku juga sedang tidur. Namun, Bang Hadi sampai sekarang belum juga pulang. Dia pasti sedang berkumpul dengan teman-teman nya dan melupakan kami. 

"Assalamualaikum." Sebuah suara mengagetkan aku. Ku-letakkan gawaiku di nakas. Lalu beranjak ke depan.

Di depan sudah ada Ibu, Jelita dan Mia. Mia untuk apa dia datang ke sini? Bukankah yang kudengar dari percakapan Ibu kalau dia adalah Janda. Dia masih ada hubungan saudara dengan Ibu mertuaku. Istilahnya Mia dan Bang Hadi saudara sepupu yang bisa menikah. Kalau dalam istilah Batak nya mereka Pariban. Mengapa Ibu membawanya datang ke sini? 

"Heh! Kenapa kamu malah diam aja. Bawa ini, Ratna!" kata Ibu dengan suara keras. 

Bersambung. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Nah lho itu mertua datang bawa calon pelakor kah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status