KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 7
**
"Bawa ini, Ratna!" kata Ibu dengan nada memerintah. Aku berjalan dengan perlahan karena terkejut mereka mengajak Mia juga untuk ikut.
Dengan takzim ku Salami tangan Ibu mertua. Walaupun dia tidak suka padaku. Dia secara kasar melepaskannya. Sedangkan Jelita dan Mia, mereka melengos saja masuk rumah.
Mereka semua duduk di Ambal yang cukup tebal. Untuk membeli sofa, kami belum ada uang. Maklum, walaupun Bang Hadi PNS. Tetapi, uangnya sudah dia gadai ke Bank. Selebihnya buat makan dan terkadang memberikan Ibu dan Jelita.
Kami sempat bertengkar hebat juga beberapa bulan lalu karena aku ingin minta di belikan kulkas serta kursi makan. Bang Hadi mengomel. Walaupun dia memberi juga uang nya tetapi kurang. Aku dengan uang simpanan harus menambah peralatan rumah kami yang memang di perlukan.
"Heh, kenapa sih kamu melamun terus. Kalian gak punya sofa buat duduk, Ratna! Kok bisa? Hadi kan pegawai? Uang anakku pasti kamu foya-foya!" kata Ibu mencebik. Aku menghela napas panjang. Baru saja dia sampai tetapi sudah marah-marah seperti ini.
"Kami nggak punya cukup uang untuk membelinya, Bu."
"Kok bisa padahal anakku adalah pegawai kantoran, nggak mungkin nggak ada uang, 'kan?"
"Uangnya sudah habis untuk digunakan membeli mobil secara kredit di Bank. Jadi sebenarnya untuk makan saja kami sudah susah. Apalagi untuk membeli sofa. Bang Hadi harus melunasi hutang di bank terlebih dahulu barulah bisa membeli berbagai perlengkapan rumah tangga yang lainnya."
"Alasan kamu di mana-mana pegawai itu gajinya banyak mana mungkin sofa aja nggak terbeli!" Ibu mendumel kesal.
Aku hanya menghela napas ku. Sebenarnya hubungan kami tidak disetujui. Ibu ingin menjodohkan Bang Hadi dengan Mia. Tetapi, saat itu Mia lebih memilih anak juragan Karsa. Karena kaya dan banyak uang.
Ternyata Mia tak bahagia menikah dengan anak juragan itu. Dia bercerai tetapi aku gak tahu mengapa Ibu membawa Mia ke sini untuk apa. Bang Hadi juga dulu sepertinya menyukai Mia. Karena Mia itu pintar bergaya dan memoles wajah. Bang Hadi juga patah hati karena Mia memilih anak juragan Karsa.
"Heh. Kamu kok dari tadi melamun aja, Ratna! Sudah di bersihkan kamar kami?!" tanya Ibu dengan ketus.
"Sudah, Bu. Tetapi, kasur tidur hanya muat buat dua orang saja. Karena memang kami gak punya kasur lagi," sahutku.
"Kami kan badannya kurus. Jadi bakal muat tidur bertiga."
Jelita memasukkan tas ke kamar yang sudah aku bersihkan. Dia bersama Mia masuk ke kamar dan menutup pintu. Sama sekali gak ada sopan santunnya.
"Di mana, Hadi?" tanya Ibu.
"Pergi belum pulang dari tadi pagi."
"Kemana? Kita jadi perempuan harus pintar dong, Ratna. Biar suami kamu betah di rumah."
Semakin ke sini aku kok kesal dengan sikap Ibu. Pertama dia datang dengan ketus. Kedua membawa Mia dengan tujuan gak jelas ketiga dia berkata ketus terus menyalahkan aku.
Greget dengan sikap Ibu mertua. Membuat Bang Hadi betah? Harusnya dia bersyukur punya istri kek aku. Uang belanja di jatah aku masih bersabar karena kami punya anak. Ribet banget. Kalau mau perempuan cantik dan kece maka modalin.
"Ratna. Buatkan Ibu teh hangat!" perintahkan nya padaku. Malas aku kebelakang dan membuat kan minuman untuk mereka. Ibu ternyata menyusul ke dapur.
"Mana anak-anak, Ratna?"
"Tidur!" kataku ketus.
"Kamu buat tiga ya buat Jelita dan Mia. Kasihan mereka capek di jalan!"
"Ya!" ucapku singkat.
Aku meletakkan di meja teh hangat yang baru aku buat.
"Kenapa Mia juga ikut kemari, Bu?" tanyaku.
"Dia yang mau ikut dan dia menawarkan diri. Ya sudah Ibu ajak saja." Ibu berkata santai.
"Dia janda kan, Bu?"
"Ya. Kalau janda memangnya kenapa, Ratna?"
"Ya gak apa. Aku cuma tanya!" Aku berkata datar. Awas saja jika ada maksud dan tujuan lain.
Ibu membuka tudung saji. Dia lalu terkaget karena tidak ada apa-apa di sana.
"Ratna! Kenapa gak ada makanan. Bukannya Ibu bilang sama kamu buat masak ayam kampung sama ikan gurami. Jelita gak mau kalau bukan ayam kampung karena alergi. Gimana sih kamu!" katanya dengan sengit padaku. Ibu juga menggebrak meja karena marah.
Saat mendengar tutur katanya aku merasa emosiku meledak.
"Ayam kampung? Sadar saja, Bu. Anak mu gak kasih aku uang belanja!"
"Apa maksud kamu nuduh-nuduh Hadi kek gitu. Mantu apa kamu menjelekkan suami!"
Astaga. Dia baru datang udah berani marah-marah sama aku.
"Emang kelakuan Bang Hadi gak patut, Bu. Uang nya juga udah ku pulangkan karena menafkahi secara tak layak!"
Ibu diam mendengar ucapanku.
"Lantas makan apa kami yang baru datang?"
"Gak ada. Sabar aja tunggu Bang Hadi pulang. Aku juga udah biasa puasa."
"Itulah, Ratna. Kamu jadi istri gak berguna emang. Tahunya minta aja sama suami. Kamu tahunya cuma ongkang-ongkang kaki aja di rumah. Makanya kita kerja supaya kamu gak cuma minta aja kerjaannya!"
"Kalau aku kerja siapa yang ngurus anak-anak, Bu! Apa gunanya aku punya suami?!"
Aku semakin kesal karena sikap sok ngatur Ibu bang Hadi. Anak sama emak sama aja.
"Elah. Anak jadi masalah buat kamu. Kamu aja yang emang lemah. Kalau berkata kasar kamu kasihan. Lolos pegawai aja enggak. Kan cuma anakku yang lolos tempo hari!"
Hatiku semakin panas mendengar setiap kata dari mulut Ibu mertuaku.
"Lihat, Mia. Dia itu kerja, Ratna. Dia itu jadi penyanyi khasidahan dari panggung ke panggung!"
Dia mulai membandingkan aku dengan Mia.
"Terus apa maksud Ibu!" jawabku dengan nada keras.
Bersambung.
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 8. **"Terus ibu maunya apa?" tanya ku dengan suara yang cukup keras. "Dasar kamu memang gak sopan sama orang tua!" "Aku bukan nggak sopan cuma nggak suka dibanding-bandingkan sama Mia. Kali aja dia cerai sama suaminya gara-gara kebanyakan manggung!" ucapku ketus. "Sembarangan sekali kamu menuduh. Mia itu penyanyi islami bukan penyanyi yang suka goyang-goyang sembarangan. Dia juga bercerai gara-gara suaminya itu kasar sama dia padahal Mia bisa cari uang sendiri! Kamu juga harus banyak belajar dari dia agar kamu bisa cari uang sendiri tanpa menadah selalu kepada Hadi!" Ibu tak mau kalah berbicara dan terus-terusan membela Mia. "Apa gunanya Aku punya suami, Bu! Kalau aku hanya akan mencari nafkah sendiri!" Mendengar perkataanku Ibu terdiam tetapi aku tahu dia tidak setuju dengan perkataanku. "Kalau begitu sama saja Hadi tidak berguna mencari istri yang tidak bekerja seharusnya dia juga mencari istri yang bekerja biar sama-sama bisa membantunya!" Ibu kemb
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 9.**POV RATNAWajah Mia terlihat pias saat aku mengatakan itu kepadanya. Aku mau melihat apakah dia mau mengeluarkan uangnya untuk ibu dan yang lainnya."Ratna, kamu kenapa gak sopan begini jadi orang!" kata Ibu mendelik melihatku. Katanya lapar. Di kasih solusi marah pula. Heran dengan pemikiran Ibu. Kenapa aku yang terus dia tekan kek gini. Mia sendiri diam bagaikan tersindir. Bang Hadi menghela napasnya gusar. Merasa mati kutu ketahuan belang nya. "Maaf, Mia. Jangan di dengarkan perkataan Ratna. Akan Abang beli nasi di depan." Dia berusaha menutupi kekurangannya. Dia mengulas senyum menggaruk kepalanya. Bang Hadi dengan isyarat mata menyuruhku ikut bersamanya ke kamar untuk berbicara. Entah apa yang mau dia katakan. Dengan malas aku juga ikut ke kamar. "Ratna. Kenapa kamu begitu nggak sopan sama tamu!" sentak Mas Hadi setelah dia menutup pintu. "Gak sopan? Ibumu yang gak sopan!" sentakku. "Kok kamu jadi nyalahkan Ibu sih." Bang Hadi gak terima. "T
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 10**"Kenapa apa Ratna gak setuju?!" kata Ibu marah ke Bang Hadi. Untuk sementara aku merasa kok malas menanggapi sikap cerewet Ibu yang selalu mau di turuti. "Bukan, Bu. Tapi ..." Bang Hadi sepertinya sulit menyampaikan sejujurnya pada Ibu. Aku melirik dia. Suamiku dengan bola matanya melihat sebentar Mia. Aku merasa jengah. Dia sepertinya malu pada Mia. Malu jika ketahuan sebenarnya dia kere. Walau pegawai, Bang Hadi hanya golongan dua. Karena dia hanya lulusan D3 administrasi perkantoran. Sedangkan aku. Aku lulusan sarjana pendidikan. Pernah mengajar di kampung sebelum akhirnya menikah dengan Bang Hadi dan menjadi Ibu rumah tangga yang hanya berada di rumah. Tetapi, nasib gak selalu mulus. Walau aku akhirnya tak gagal masuk pegawai. Harapan ku pada Bang Hadi karena dia yang lulus. Nyatanya dia gak bisa di andalkan jika aku juga harus turun tangan menutupi uang belanja darinya. "Tapi apa, Hadi?" Ibu sepertinya menunggu jawaban. Bang Hadi masih bingung
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU BAB 11. **"Bolehkah Mia tinggal di sini?" tanya Ibu sebelum Bang Hadi pergi. Bang Hadi menghentikan langkahnya. "Tinggal di sini?" "Ya. Karena dia akan sering manggung di kota. Sebenarnya Mia datang ke rumah sebelum Ibu pergi ke sini. Dia meminta sama Ibu agar mengizinkan kamu memberikan tempat untuk Mia." Aku menghela napas mendengar tutur Ibu yang gak masuk akal. Di mana pikirannya? Mia itu janda? Dia mikir gak sih. "Bu, kenapa harus tinggal di sini. Ibu berpikir apa enggak. Dia kan bisa kos atau sewa rumah!" kataku dengan mata mendelik karena heran dengan pemikiran Ibu. "Hebat benar kamu suruh Ibu mikir. Mia itu saudara sama Hadi. Apa salah kalau saudara saling membantu?" "Tapi Bu ...." "Jelita juga akan tinggal di sini. Kamu gak perlu takut gitu. Jelita akan kuliah dan Mia bekerja. Kalau Mia jadi artis terkenal kamu juga akan bangga!" sungut Ibu padaku. Bertambah lah beban kami. Belum Mia dan Jelita. Mengapa harus tinggal di sini? "Siapa yang ak
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 12.**POV HadiEntah mengapa masalah bertubi-tubi datang silih berganti antara Ibu dan Ratna. Aku juga bingung menghadapi mereka berdua. Ibu segala inginnya harus ku penuhi karena aku adalah anak lelaki satu-satunya. Sedangkan Ratna, bagaimanapun terkadang aku bosan dengan sikap istriku. Tetapi, dia sudah menemani aku selama hampir enam tahun kami menikah. Dalam suka dan duka. Ibu juga datang ke sini membawa Mia. Wanita itu adalah cinta pertamaku. Mia itu saudaraku. Tetapi, kami bisa menikah. Dahulu, dia menolakku demi anak juragan Karsa. Tetapi, kenyataannya dia bercerai juga dengan suami lamanya. Aku gak ngerti mengapa dia mau ke sini. Tapi, kata Ibu. Dia akan sering manggung dia kota. Menjadi penyanyi. Impian Mia dari dulu memang menjadi artis terkenal. "Hadi! Kamu harus tegas ke istri kamu. Izinkan Mia tinggal di sini. Kamu tahu, pakaian kami di rusak Ratna semua!" Ibu manatap sengit istriku. Ratna hanya berkata santai. "Elah, masih aja nyalahkan ak
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 13. **PoV Ratna "Kalian sudah semua bersiap?" tanya Bang Hadi setelah dia selesai mengganti pakaian. "Sudah, dong," sahut Jelita. "Kalian pergi semua terus kami ditinggal?" tanyaku dengan wajah datar ke Bang Hadi. "Gak pergi jauh kok, Rat. Kami cuma beli oleh-oleh dikit buat Ibu saja. Kamu sementara di rumah saja dengan anak-anak ya," katanya dengan lembut. "Lala mau ikut, Yah. Ikut ...," kata Lala memelas diikuti adiknya Lily. Aku merasa gak tega. "Anak-anak gak boleh ikut. Bagaimana menjaga kalian. Sudah di rumah saja!" sentak Ibu dengan kasar ke anak-anakku. "Bawa lah, Bu. Bukankah mereka cucu Ibu!" kataku. "Halah, Ibu gak sanggup membawanya. Kami mau senang-senang dulu dan jangan kamu ganggu. Jaga saja anak-anak di rumah!" sentak Ibu dengan kasar. "Sini, Sayang. Mereka pergi dan kita juga pergi bermain. Lebih seru dari mereka permainan kita," kataku mengajak ke dua anak-anakku. Lala dan Lily menuruti ku. Mia telah selesai berdandan. Dia yang pa
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 14. **PoV RatnaSetelah Ibu pulang ke kampung maka tinggallah kami di sini. Mia dan Jelita menempati satu kamar Seperti yang kemarin. Aku juga sudah mewanti-wanti Bang Hadi agar tidak tebar pesona dengan janda satu itu.Dia harus tahu jika dia adalah seorang suami. Seorang ayah dari kedua anakku. Seperti biasa Setiap pagi aku sudah menyiapkan makanan untuk keluargaku. Hari ini katanya Jelita akan melihat kampusnya, sementara Mia akan pergi ke studio musik nya. Studio musik? Dia mengaku seperti itu. Tetapi aku tidak percaya itu studio musik. Paling juga orkestra keliling. Anakku sedang makan. Lala antusias karena hari ini adalah hari pertama dia sekolah TK. Sedangkan Lily masih tertidur. "Rat, siapa di kamar mandi?" tanya Bang Hadi. "Mia. Dari tadi mandi gak selesai-selesai!" kataku. Bang Hadi menghela nafasnya. dia sepertinya harus segera mandi untuk berangkat bekerja. aku menyuruhnya minggir sebentar untuk mengetuk pintu kamar mandi. Mia memang benar-
KUPULANGKAN UANG SUAMIKU 15. **PoV AuthorJelita tampak tak acuh dengan apa yang Ratna katakan. Jelita memandang sinis Ratna dan pemikirannya yang sangat primitif. Benar kata Mia kalau dia percuma tinggal di kota. Sayang juga melewatkan lelaki sekeren David. Jelita baru masuk kampus dan berkenalan dengan David. David sudah berani memujinya cantik membuat Jelita terbang melayang. "Kamu baru saja jadi mahasiswa. jangan macam-macam di kota di sini banyak orang jahat. Jangan kau samakan di kota dengan di desa!" kata Ratna memperingatkan Jelita. "Percuma kamu tinggal di kota, Mbak. Kalau kamu ini pemikirannya udik. Pantesan kamu nggak berkembang." "Heh, Jelita. Asal tahu saja. Kamu baru datang dan banyak manusia gak bertanggung jawab di sini! Sekarang kamu suruh teman kamu pulang! Atau Mbak akan adukan ke Bang Hadi atau Ibu kamu. Kalau Ibu kamu juga gak dengar nanti aku adukan saja kamu ke Bapak kamu!" ancam Ratna ke Jelita. "Berani kamu, Mbak!" Ratna memandang sengit. "Kenapa aku