Share

Part 7. Hendak loncat dari kamar hotel.

POV. Aksa

Setelah menghabiskan waktu bersenang-senang bersama Bunga dan mengantarnya pulang, aku pun berniat hendak pulang ke rumahku.

Kulajukan mobilku menuju rumah, dan mendapati istriku yang merajuk gara-gara mendapati noda lipstik di kaosku. Ya, itu adalah noda lipstiknya Bunga. Aku yakin, itu. Untunglah aku bisa berkilah, dan bisa meyakinkan Luna.

Apalagi aku punya senjata ampuh pemberian Mama, yaitu voucher menginap di hotel bintang lima. Luna pun tampak berbinar bahagia, begitu menyaksikan pemandangan dari dalam hotel itu.

Dan akhirnya, kuberikan lagi nafkah batin itu. apalagi Luna memang sangatlah cantik dan menggoda, tatkala memakai baju tidur yang kubawakan tadi.

Namun ternyata dalam memberikan nafkah batin itu, aku justru melakukan kesalahan besar yang sama sekali tidak kusengaja.

Aku justru teringat dengan tubuh Bunga yang sedang dilulur oleh pegawai salon itu. Hingga saat aku merasa melayang, aku justru menyebut nama Bunga.

Mendengar ucapanku yang memang tidak semestinya, mata Luna yang tadinya masih terpejam pun, mendadak membulat dengan sempurna. Dia bahkan langsung mendorongku hingga aku terjengkang.

Dia melepaskan dirinya begitu saja, sambil menangis. Tangisnya terdengar begitu pilu.

"Sekarang sudah tidak ada lagi yang perlu kamu sembunyikan, Mas. Siapa Bunga yang kamu maksud? Katakan!"

Luna berteriak bercampur tangis, sambil memakai pakaiannya. Wajahnya terlihat begitu kacau.

Namun bukan Aksa, namanya, jika hanya bisa mematung duduk di ranjang. Beberapa bulan ini, aku sudah terlatih untuk berbohong, demi menjaga perasaan dua orang perempuan sekaligus.

Aku segera turun, memakai celana pendek, dan meraih tubuh istriku yang tengah tidak tenang itu.

"Bunga itu kamu, Sayang. Aku menyebutmu Bunga. Karena kamu memang cantik mewangi seperti bunga. Kamu juga menjadi bunga dalam setiap tidur malamku," ucapku berusaha menenangkan.

Namun bukannya tenang. Luna justru semakin mengamuk. Dia memukulku dan mencakar dadaku berkali-kali.

Bahkan dia juga mengambil bajuku yang tergeletak di lantai itu, dan menyabetkan ke arah tubuhku berkali-kali. Dia sepertinya benar-benar marah.

"Siapa itu, Bunga? Katakan. Tak perlu lagi, kamu tutupi. Jika memang kamu mencintainya, nikahi dia. Tapi sebelumnya, ceraikan dulu, aku!"

Ucapan Luna terdengar begitu menggelegar. Belum pernah dia berbicara sekeras itu. Meskipun Luna terkesan mandiri, namun dia selalu bersikap lembut terhadapku. Dan aku tahu, bahwa dia sangat mencintaiku. Dia nyaris sempurna, sebagai seorang istri.

"Cepat katakan! Jangan diam saja! Aku tidak sudi, diselingkuhi!" teriaknya lagi.

Untung saja, kamar ini kedap suara. Jadi orang yang ada di luaran, tidak bisa mendengar keributan ini.

Aku masih berusaha memeluk tubuhnya. Tak kupedulikan rasa perih di dadaku, karena cakaran kuku-kukunya yang panjang itu.

"Sayang, aku nggak bohong. Yakin, aku hanya mencintaimu. Jika pun kamu menyuruhku untuk bersumpah, aku pasti akan melakukannya. Aku tidak takut, karena memang aku tidak pernah berselingkuh. Aku hanya mencintaimu saja. Tidak ada yang lainnya. Aku berani sumpah, demi apapun."

Tanpa latihan, aku pun semakin lihai dalam meracik kebohongan. Kututup kebohongan yang satu, dengan kebohongan yang lain, demi untuk tidak menyakiti istriku yang seputih kapas itu.

Tidak ada jalan lain. Aku sudah terlanjur melakukan perselingkuhan itu. Aku harus berbohong untuk tetap bisa mempertahankan rumah tanggaku. Apalagi aku memang sangat mencintai istriku. Bunga, saat ini hanya kujadikan sebagai mainan saja. Bunga hanya kujadikan sebagai hiburan belaka.

"Atau kamu mau, aku loncat dari jendela ini? Jika memang itu mau kamu, aku rela melakukannya, asal kamu percaya, bahwa cintaku hanyalah untukmu."

Kali ini Luna terdiam. Dia menatapku dengan gamang.

Aku semakin maju ke depan, ke arah jendela. Aku yakin, Luna pasti akan memanggilku. Tidak mungkin, dia akan membiarkan aku loncat dari kamar setinggi ini.

Aku mulai menghitung langkahku. Luna masih diam, tidak melarangku.

Bahkan saat aku menoleh ke belakang, Luna sama sekali tidak bergeming.

Dia seolah justru sedang menguji perkataanku. Bagaimana ini?

Apakah aku harus berjalan maju, dan melakukan hal konyol, loncat dari kamar hotel, yang menjorok ke pantai ini?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bundanya Dirham Muhamad Darusallam
senang dan tertarik untuk melnjutkn membaca ny
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status