POV. Aksa
Setelah menghabiskan waktu bersenang-senang bersama Bunga dan mengantarnya pulang, aku pun berniat hendak pulang ke rumahku.Kulajukan mobilku menuju rumah, dan mendapati istriku yang merajuk gara-gara mendapati noda lipstik di kaosku. Ya, itu adalah noda lipstiknya Bunga. Aku yakin, itu. Untunglah aku bisa berkilah, dan bisa meyakinkan Luna.Apalagi aku punya senjata ampuh pemberian Mama, yaitu voucher menginap di hotel bintang lima. Luna pun tampak berbinar bahagia, begitu menyaksikan pemandangan dari dalam hotel itu.Dan akhirnya, kuberikan lagi nafkah batin itu. apalagi Luna memang sangatlah cantik dan menggoda, tatkala memakai baju tidur yang kubawakan tadi.Namun ternyata dalam memberikan nafkah batin itu, aku justru melakukan kesalahan besar yang sama sekali tidak kusengaja.Aku justru teringat dengan tubuh Bunga yang sedang dilulur oleh pegawai salon itu. Hingga saat aku merasa melayang, aku justru menyebut nama Bunga.Mendengar ucapanku yang memang tidak semestinya, mata Luna yang tadinya masih terpejam pun, mendadak membulat dengan sempurna. Dia bahkan langsung mendorongku hingga aku terjengkang.Dia melepaskan dirinya begitu saja, sambil menangis. Tangisnya terdengar begitu pilu."Sekarang sudah tidak ada lagi yang perlu kamu sembunyikan, Mas. Siapa Bunga yang kamu maksud? Katakan!"Luna berteriak bercampur tangis, sambil memakai pakaiannya. Wajahnya terlihat begitu kacau.Namun bukan Aksa, namanya, jika hanya bisa mematung duduk di ranjang. Beberapa bulan ini, aku sudah terlatih untuk berbohong, demi menjaga perasaan dua orang perempuan sekaligus.Aku segera turun, memakai celana pendek, dan meraih tubuh istriku yang tengah tidak tenang itu."Bunga itu kamu, Sayang. Aku menyebutmu Bunga. Karena kamu memang cantik mewangi seperti bunga. Kamu juga menjadi bunga dalam setiap tidur malamku," ucapku berusaha menenangkan.Namun bukannya tenang. Luna justru semakin mengamuk. Dia memukulku dan mencakar dadaku berkali-kali.Bahkan dia juga mengambil bajuku yang tergeletak di lantai itu, dan menyabetkan ke arah tubuhku berkali-kali. Dia sepertinya benar-benar marah."Siapa itu, Bunga? Katakan. Tak perlu lagi, kamu tutupi. Jika memang kamu mencintainya, nikahi dia. Tapi sebelumnya, ceraikan dulu, aku!"Ucapan Luna terdengar begitu menggelegar. Belum pernah dia berbicara sekeras itu. Meskipun Luna terkesan mandiri, namun dia selalu bersikap lembut terhadapku. Dan aku tahu, bahwa dia sangat mencintaiku. Dia nyaris sempurna, sebagai seorang istri."Cepat katakan! Jangan diam saja! Aku tidak sudi, diselingkuhi!" teriaknya lagi.Untung saja, kamar ini kedap suara. Jadi orang yang ada di luaran, tidak bisa mendengar keributan ini.Aku masih berusaha memeluk tubuhnya. Tak kupedulikan rasa perih di dadaku, karena cakaran kuku-kukunya yang panjang itu."Sayang, aku nggak bohong. Yakin, aku hanya mencintaimu. Jika pun kamu menyuruhku untuk bersumpah, aku pasti akan melakukannya. Aku tidak takut, karena memang aku tidak pernah berselingkuh. Aku hanya mencintaimu saja. Tidak ada yang lainnya. Aku berani sumpah, demi apapun."Tanpa latihan, aku pun semakin lihai dalam meracik kebohongan. Kututup kebohongan yang satu, dengan kebohongan yang lain, demi untuk tidak menyakiti istriku yang seputih kapas itu.Tidak ada jalan lain. Aku sudah terlanjur melakukan perselingkuhan itu. Aku harus berbohong untuk tetap bisa mempertahankan rumah tanggaku. Apalagi aku memang sangat mencintai istriku. Bunga, saat ini hanya kujadikan sebagai mainan saja. Bunga hanya kujadikan sebagai hiburan belaka."Atau kamu mau, aku loncat dari jendela ini? Jika memang itu mau kamu, aku rela melakukannya, asal kamu percaya, bahwa cintaku hanyalah untukmu."Kali ini Luna terdiam. Dia menatapku dengan gamang.Aku semakin maju ke depan, ke arah jendela. Aku yakin, Luna pasti akan memanggilku. Tidak mungkin, dia akan membiarkan aku loncat dari kamar setinggi ini.Aku mulai menghitung langkahku. Luna masih diam, tidak melarangku.Bahkan saat aku menoleh ke belakang, Luna sama sekali tidak bergeming.Dia seolah justru sedang menguji perkataanku. Bagaimana ini?Apakah aku harus berjalan maju, dan melakukan hal konyol, loncat dari kamar hotel, yang menjorok ke pantai ini?"I love you, Bunga ...."Aku yang semula masih terpejam pun langsung membuka mataku karena terkejut. Spontan, kudorong tubuhnya dengan sekuat tenaga, hingga dia terjengkang.Hati istri mana yang tidak remuk, jika mendapati kenyataan seperti itu.Suami yang begitu kucinta sepanjang waktu, ternyata justru memanggil nama perempuan lain, saat memberikan nafkah batin.Aku kecewa, aku marah, aku sakit. Kini aku semakin yakin, bahwa suamiku memanglah telah berselingkuh. Aku terluka, mendapati kenyataan bahwa dia telah mendua.Aku menjadi teringat dengan beberapa kejanggalan yang telah terjadi terhadapnya. Dan sekarang aku sudah mengantongi sebuah nama, yaitu Bunga. Akan kucari perempuan itu. Akan kupastikan, dia akan menuai balas, atas ulahnya yang berani bermain api dengan suamiku itu.Saat ini bahkan aku gagal mengendalikan diriku sendiri. Kamar hotel yang sejatinya menjadi tempat kami untuk bersenang-senang dengan memadu cinta, mendadak menjadi tempat pertengkaran yang hebat. Bukan perten
Kuusap wajah tampannya, kubersihkan pasir pantai yang menempel di bawah lubang hidungnya, juga di bibirnya. Bibir yang selalu mengucapkan kata-kata yang menenangkan. Bibir yang selalu memanggilku dengan panggilan Sayang. Bibir yang selalu mengucapkan kata-kata yang membuat hatiku begitu berbunga. Bibir yang sudah memberiku berjuta bahagia.Dan hanya satu kali saja, bibir itu salah berucap. Semuanya menjadi begitu fatal. Ibarat nila setitik yang merusak susu sebelanga. Kenapa aku begitu keras kepala?"Untung saja, tempat ini tidak begitu keras, karena memang hanya ada pasir pantai. Coba, jika dia jatuh di sebelah sana. Pasti sudah mati," ucap salah satu orang yang ada di sini."Anda, istrinya? Pihak hotel sedang menelpon rumah sakit," ucap orang yang lainnya."Pak, tolong angkatkan suami saya ke mobil. Biar saya sendiri yang membawanya ke rumah sakit!"Aku berbicara dengan panik, bercampur tangis yang begitu keras. Seandainya aku tahu akan seperti ini jadinya. Tentu tadi aku tidak akan
Namun tidak ada yang mencurigakan. Tidak ada riwayat chat dengan perempuan. Daftar nama yang sering dihubungi pun adalah daftar namaku. Daftar nama yang terakhir dihubungi, juga adalah aku.Wallpaper ponsel itu juga masih sama. Foto kami berdua.Semua terlihat normal. Tidak ada tanda-tanda dia sedang berselingkuh. Apakah mungkin, dia bermain dengan terlalu pintar, dan hati-hati? Tanpa melibatkan ponsel sama sekali?Kucoba tuk memejamkan mataku. Berusaha melupakan semuanya. Hingga akhirnya aku benar-benar lupa. Entah berapa lama aku tertidur.Aku terbangun, saat ada seorang yang memanggilku."Bu Luna, bangun, Bu." Begitulah yang kudengar.Kubuka mataku dengan pelan, sambil berusaha mengumpulkan kesadaranku. Kuputar tubuhku ke kanan dan ke kiri, untuk menggerakkan tulang-tulangku yang terasa begitu kaku."Bu Luna, suami Ibu, sudah sadar. Beliau sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Beliau menanyakan Ibu."Seseorang berpakaian serba putih, dengan kerudung di kepalanya. Dia berbicara den
POV. Aksa"Aksa, kenapa bisa terjadi seperti ini?" tanya Mama sambil menangis.Mama memelukku, dengan begitu erat. Tentu saja, wanita yang telah melahirkan aku itu, merasa begitu khawatir. Karena aku adalah anak satu-satunya. Dan sejauh ini, aku tidak pernah mengecewakan mereka.Prestasi akademisku bagus. Dan setelah bekerja pun, aku juga menjadi salah satu karyawan teladan di perusahaan. Hal itu membuat Papa bertambah bangga.Bahkan saat mereka berniat ingin menjodohkan aku dengan Luna, aku pun menerima dengan senang hati."Ceritakan kepada Mama. Apa yang terjadi. Mama membeli voucher itu, agar kalian bisa bersenang-senang," kini tangis Mama bertambah pilu, sambil mengusap kakiku yang diperban.Kulirik istriku yang duduk di sampingku. Dia seperti ketakutan. Mungkin jika aku sudah tidak mencintai Luna, aku akan bilang, bahwa perempuan itu, yang mendorongku. Semua orang pasti akan percaya begitu saja. Apalagi, di sini juga ada polisi. Sudah bisa dipastikan, istriku itu akan masuk ke pe
POV. Aksa"Memang benar adanya seperti yang Mas Aksa ceritakan, Ma. Waktu itu, saya sedang tiduran di ranjang, tiba-tiba saja, Mas Aksa jatuh. Saya langsung berlari ke bawah, mencari Mas Aksa di samping hotel. Kemudian saya bawa ke rumah sakit."Luna menjawab dengan kalimatnya yang sangat sopan. Perempuan yang selalu berkerudung ketika ke luar rumah itu, berhasil meyakinkan mamaku.*****Tiga hari sudah, aku di rumah sakit. Segala kebutuhanku, Luna yang memenuhinya. Mulai dari makan, mengelap badan, hingga untuk urusan buang air pun, Luna yang melayaniku. Dia juga membersihkan semuanya, setelah aku selesai buang air. Diam-diam aku merasa berdosa, telah mengkhianatinya.Kakiku belum bisa digerakkan, sehingga aku hanya bisa berbaring. Segala keperluan, hanya bisa kulakukan di ranjang tempat tidurku.Sore ini, kami sudah diperbolehkan pulang, untuk selanjutnya melakukan kontrol, dua hari lagi.Istriku yang kukira tidak punya tenaga, ternyata dia kuat memapah tubuhku, untuk kemudian memas
"Risa, aku pulang dulu, tolong kamu handle semuanya, seperti biasanya, ya?" ucapku."Iya, Bu," jawab Risa.Kulajukan roda empatku, membelah jalanan yang ramai lancar. Rasanya sudah tidak sabar ingin segera sampai ke rumah."Maaf, Mas, aku terlambat pulang ...." ucapku, begitu aku sampai di rumah."Tidak apa-apa, santai saja ...." Lelaki itu mengulaskan senyumnya."Mas, mau pipis, atau mau buang air besar?" tanyaku sambil mendekat ke arahnya."Oh, enggak. Belum terasa mau pipis atau pup. Aku mencoba untuk tidak terlalu banyak makan dan minum, supaya tidak terlalu menyusahkan kamu. Kasihan kamu, setiap hari harus mengurus kotoranku. Aku minta maaf, sudah menyusahkan kamu," jawabnya."Aku yang seharusnya meminta maaf, aku sudah berprasangka buruk terhadap kamu."Kata-kata yang tadi tersimpan dalam hati, kini kuungkapkan dengan perasaan masygul."Tidak apa-apa. Asal kamu tahu, cintaku hanya untukmu. Tidak ada yang lain. Malam itu, bahkan aku sudah berfikir, lebih baik aku mati, daripada h
POV. AksaBu Indah melirik kami sekilas, kemudian keluar begitu saja tanpa berpamitan lagi. Bagaimana jika nanti dia mengadu kepada istriku?"Bunga, sebaiknya kamu segera pergi dari sini, sebelum istriku pulang," ucapku kepada Bunga.Lagi-lagi aku merutuki kebodohanku. Kenapa juga, aku tadi justru menyuruhnya masuk? Bukankah sebaiknya, aku tadi mengusirnya?Apalagi, jika dipikir-pikir, keadaan Bunga di sini, tidaklah aman. Istriku bisa sewaktu-waktu pulang. Istriku bukan pekerja kantoran yang terikat oleh waktu dan peraturan. Dia adalah bos, di tempat usahanya. Dia bisa sesuka hati, datang dan pergi.Bagaimanapun juga, saat ini aku merasa sangat tidak tenang. Bagaimana jika Luna tiba-tiba pulang, sementara Bunga masih di sini? Bisa terjadi perang dunia ketiga, nantinya.Aku tahu benar karakter Luna. Dia bukan orang yang lemah lembut dan mau mengalah, jika dia merasa tersakiti. Dia akan berubah menjadi keras dan mau menang sendiri. Bisa jadi, nanti Bunga akan menjadi bulan-bulanannya.
POV. Aksa Terus terang, aku tidak suka dengan jawabannya. Dia terkesan merendahkan aku."Maaf, saya cuma bercanda," ucapnya lagi.Mungkin dia merasa tidak enak, melihat perubahan raut wajahku. Biar saja dia menyadari, jika ucapannya itu, telah menyinggung perasaanku.Tidak lama kemudian, Bara pulang ke rumahnya. Selang beberapa menit, istriku pun pulang ke rumah.Dengan telaten, Luna melayani semua keperluanku, hingga akhirnya aku tertidur.Aku bangun tidur, mendapati Luna dengan wajah yang penuh kesedihan. Pipinya memerah, ujung hidungnya memerah. Matanya juga memerah, dan terlihat sembab. Bahkan mata yang sejatinya begitu indah itu, kini nampak sembab.Saat aku tanya, dia menjawab tidak ada apa-apa. Tapi dia seperti orang yang habis menangis.Hingga malam pun, dia tetap lebih banyak terdiam.Apa jangan-jangan dia sudah ketemu Bu Indah? Dan Bu Indah sudah mengadukan tentang kedatangan Bunga tadi pagi?"Sayang, besok aku harus kontrol di rumah sakit, kamu temani aku, ya?" ucapku.Lun