"Mas, aku butuh penjelasan kamu. Kenapa kaos yang kamu pakai, ada noda lipstiknya?" ucapku sambil menahan sesak.
Mas Aksa menampilkan ekspresi terkejut, mendengar kalimat yang kuucapkan. Tidak lama kemudian, mengambil kaos yang terpuruk di lantai itu, kemudian membolak-balik, memeriksanya.Dan saat matanya mendapati noda lipstik itu, dia seolah-seolah seperti sedang berfikir.Kemudian dia bergumam dengan lirih, namun telingaku masih bisa menangkap suara itu."Apa mungkin pas di lift itu, ya?" gumamnya."Maaf, Sayang, kemarin kan di lift itu, berdesakan, terus ada perempuan yang tubuhnya terdorong sampai wajahnya sempat menempel ke pundak aku," ucapnya."Aku berani sumpah. Aku nggak pernah macem-macem. Masak iya sih, aku mau menukar berlian yang ada di rumah, sama batu kerikil di jalanan. Aku nggak sebodoh itu, Sayang ...." ucap suamiku dengan begitu yakin.Bahkan dia berani menatap mataku. Tidak sedikit pun, terlihat menyimpan kebohongan."Sayang, aku punya kejutan buat kamu. Sebentar lagi, kita langsung berangkat. Aku mandi dulu."Dan tiba-tiba saja, dia sudah mencuri pipiku, kemudian berlalu begitu saja, membawa kaos kotor itu. Dengan setengah berlari, dia menaiki tangga, masuk ke kamar.Aku hanya bisa berdiri mematung, sambil mengusap bekas bibirnya di pipiku. Kelakuannya masih sama mesranya. Aku bingung.Selang beberapa detik, sudah terdengar suara air yang mengalir dari shower kamar mandi.Tidak butuh waktu yang lama, dia sudah menyelesaikan semuanya.Aku sengaja tidak menyiapkan pakaian gantinya. Aku masih belum mempercayai semua alibinya.Bisa jadi, dia sedang berusaha mengelabuhiku, membuat satu alasan yang terdengar paling masuk akal, agar aku percaya dengan kebohongannya.Kulihat dia mulai mengambil pakaian yang ada di lemari. Tanpa bertanya kenapa aku tidak menyiapkannya.Dan setelah semua tubuhnya tertutup dengan pakaian dengan sempurna, dia mulai mengambil beberapa pakaian lagi. Dua steel pakaian untuknya, juga dua stell pakaianku, lengkap dengan semua pakaian dalam kami.Dan dia juga meraih dua lembar baju tidurku. Dua duanya berwarna merah. Hanya modelnya saja, yang berbeda. Warna merah. Warna yang dia tidak suka memakainya, namun dia bilang dia sangat suka, saat aku mengenakan pakaian dengan warna seperti itu."Kita berangkat sekarang," ucapnya sambil menyeret lenganku.Aku yang tidak mengerti dengan semua rencananya hanya bisa berdiri mematung. Namun tangan itu kemudian menyeretku mengajak pergi. Bahkan dia juga sudah membawakan tas dan ponsel yang biasa kubawa. Akhirnya aku hanya bisa menurut ketika dia membawaku ke mobil.Satu jam kemudian, mobil sudah memasuki sebuah hotel bintang lima. Hotel yang aku bahkan belum pernah menjejakkan kakiku di sini, sebelumnya."Mama memberikan ini, buat kita. Dia bilang, dia sudah ingin segera punya cucu. Kayaknya kita harus sering lembur. Kalau perlu, tiap malam harus usaha."Dia berbicara sambil tertawa kecil. Tangannya mengeluarkan sebuah voucher untuk menginap di hotel itu, selama sehari semalam.Ada rasa bahagia yang menyeruak dari dalam dada. Namun rasa penasaran tentang noda di kaos putih itu, juga masih begitu meraja.Aku pun duduk menunggu di lobi hotel, sementara suamiku menemui salah satu resepsionis yang sedang bertugas.Tidak lama kemudian, salah satu petugas hotel mengantar kami, ke salah satu kamar.Betapa aku dibuat takjub dengan kamar ini. Benar-benar kamar yang mewah. Kamar yang ada di lantai tiga, dengan kaca yang lebar, dengan tirai berwarna putih transparan. Dari jendela ini, mata pun dimanjakan dengan pemandangan laut yang begitu luas, tiada batas. Entah berapa uang yang Mama mertuaku keluarkan, demi membeli voucher ini.Desain kamar pun terlihat begitu romantis. Dengan ranjang yang bertabur kelopak bunga. Sudah seperti kamar pengantin saja."Bagaimana, Sayang? Kamu suka?"Mas Aksa sudah memeluk pinggangku dari belakang.Aku pun memutar badanku, menghadap ke arahnya. Ah, seandainya saja, tadi pagi aku tidak melihat noda di bajunya itu. Tentu, malam ini akan menjadi malam yang sempurna."Jika aku memiliki perempuan lain, tentu bukan kamu yang kuajak ke sini," ucapnya."Kamu tidak perlu meragukan aku. Bukankah selama dua tahun ini, tidak pernah kau temukan kejanggalan dalam perilakuku?" ucapnya lagi."Suami yang berselingkuh itu, dia cenderung akan menjadi tidak sayang dengan istrinya. Karena apa? Karena yang diluar, konon terlihat jauh lebih menggoda. Sedangkan aku, tetap menyayangimu. Tidak berkurang sedikit pun. Ponselku juga isinya, kamu bebas melihatnya. Itu artinya, aku tidak selingkuh, Sayang. Kalau cuma soal noda di baju, itu bukan hal yang serius. Jangan terlalu dipikirkan. Malam ini, aku ingin bersenang-senang denganmu."Lagi-lagi, dia berbicara dengan sangat lembut. Bohong, jika aku tidak terbuai dengan semua perlakuannya."Ayo, pakai baju tidur kamu, biar kamu terlihat bertambah cantik."Dia mengambil baju tidur dari dalam tas, dan mengulurkannya kepadaku.Aku pun segera melakukan perintahnya. Mengganti pakaianku, dengan baju tidur yang diberikan suamiku.Dan setelah kami bercengkrama, sambil menikmati pemandangan lampu-lampu kapal nelayan yang terapung di laut malam, nafkah batin itu pun dia berikan.Lagi-lagi, aku tidak kuasa untuk menolak semua perlakuan manisnya. Meskipun hati kecilku masih mengganjal, namun ragaku begitu menerimanya.Hingga akhirnya, aku mendengar suaranya, di detik-detik terakhir saat pelepasan itu."I love you, Bunga ...."POV. AksaSetelah menghabiskan waktu bersenang-senang bersama Bunga dan mengantarnya pulang, aku pun berniat hendak pulang ke rumahku.Kulajukan mobilku menuju rumah, dan mendapati istriku yang merajuk gara-gara mendapati noda lipstik di kaosku. Ya, itu adalah noda lipstiknya Bunga. Aku yakin, itu. Untunglah aku bisa berkilah, dan bisa meyakinkan Luna.Apalagi aku punya senjata ampuh pemberian Mama, yaitu voucher menginap di hotel bintang lima. Luna pun tampak berbinar bahagia, begitu menyaksikan pemandangan dari dalam hotel itu.Dan akhirnya, kuberikan lagi nafkah batin itu. apalagi Luna memang sangatlah cantik dan menggoda, tatkala memakai baju tidur yang kubawakan tadi.Namun ternyata dalam memberikan nafkah batin itu, aku justru melakukan kesalahan besar yang sama sekali tidak kusengaja.Aku justru teringat dengan tubuh Bunga yang sedang dilulur oleh pegawai salon itu. Hingga saat aku merasa melayang, aku justru menyebut nama Bunga.Mendengar ucapanku yang memang tidak semestinya,
"I love you, Bunga ...."Aku yang semula masih terpejam pun langsung membuka mataku karena terkejut. Spontan, kudorong tubuhnya dengan sekuat tenaga, hingga dia terjengkang.Hati istri mana yang tidak remuk, jika mendapati kenyataan seperti itu.Suami yang begitu kucinta sepanjang waktu, ternyata justru memanggil nama perempuan lain, saat memberikan nafkah batin.Aku kecewa, aku marah, aku sakit. Kini aku semakin yakin, bahwa suamiku memanglah telah berselingkuh. Aku terluka, mendapati kenyataan bahwa dia telah mendua.Aku menjadi teringat dengan beberapa kejanggalan yang telah terjadi terhadapnya. Dan sekarang aku sudah mengantongi sebuah nama, yaitu Bunga. Akan kucari perempuan itu. Akan kupastikan, dia akan menuai balas, atas ulahnya yang berani bermain api dengan suamiku itu.Saat ini bahkan aku gagal mengendalikan diriku sendiri. Kamar hotel yang sejatinya menjadi tempat kami untuk bersenang-senang dengan memadu cinta, mendadak menjadi tempat pertengkaran yang hebat. Bukan perten
Kuusap wajah tampannya, kubersihkan pasir pantai yang menempel di bawah lubang hidungnya, juga di bibirnya. Bibir yang selalu mengucapkan kata-kata yang menenangkan. Bibir yang selalu memanggilku dengan panggilan Sayang. Bibir yang selalu mengucapkan kata-kata yang membuat hatiku begitu berbunga. Bibir yang sudah memberiku berjuta bahagia.Dan hanya satu kali saja, bibir itu salah berucap. Semuanya menjadi begitu fatal. Ibarat nila setitik yang merusak susu sebelanga. Kenapa aku begitu keras kepala?"Untung saja, tempat ini tidak begitu keras, karena memang hanya ada pasir pantai. Coba, jika dia jatuh di sebelah sana. Pasti sudah mati," ucap salah satu orang yang ada di sini."Anda, istrinya? Pihak hotel sedang menelpon rumah sakit," ucap orang yang lainnya."Pak, tolong angkatkan suami saya ke mobil. Biar saya sendiri yang membawanya ke rumah sakit!"Aku berbicara dengan panik, bercampur tangis yang begitu keras. Seandainya aku tahu akan seperti ini jadinya. Tentu tadi aku tidak akan
Namun tidak ada yang mencurigakan. Tidak ada riwayat chat dengan perempuan. Daftar nama yang sering dihubungi pun adalah daftar namaku. Daftar nama yang terakhir dihubungi, juga adalah aku.Wallpaper ponsel itu juga masih sama. Foto kami berdua.Semua terlihat normal. Tidak ada tanda-tanda dia sedang berselingkuh. Apakah mungkin, dia bermain dengan terlalu pintar, dan hati-hati? Tanpa melibatkan ponsel sama sekali?Kucoba tuk memejamkan mataku. Berusaha melupakan semuanya. Hingga akhirnya aku benar-benar lupa. Entah berapa lama aku tertidur.Aku terbangun, saat ada seorang yang memanggilku."Bu Luna, bangun, Bu." Begitulah yang kudengar.Kubuka mataku dengan pelan, sambil berusaha mengumpulkan kesadaranku. Kuputar tubuhku ke kanan dan ke kiri, untuk menggerakkan tulang-tulangku yang terasa begitu kaku."Bu Luna, suami Ibu, sudah sadar. Beliau sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Beliau menanyakan Ibu."Seseorang berpakaian serba putih, dengan kerudung di kepalanya. Dia berbicara den
POV. Aksa"Aksa, kenapa bisa terjadi seperti ini?" tanya Mama sambil menangis.Mama memelukku, dengan begitu erat. Tentu saja, wanita yang telah melahirkan aku itu, merasa begitu khawatir. Karena aku adalah anak satu-satunya. Dan sejauh ini, aku tidak pernah mengecewakan mereka.Prestasi akademisku bagus. Dan setelah bekerja pun, aku juga menjadi salah satu karyawan teladan di perusahaan. Hal itu membuat Papa bertambah bangga.Bahkan saat mereka berniat ingin menjodohkan aku dengan Luna, aku pun menerima dengan senang hati."Ceritakan kepada Mama. Apa yang terjadi. Mama membeli voucher itu, agar kalian bisa bersenang-senang," kini tangis Mama bertambah pilu, sambil mengusap kakiku yang diperban.Kulirik istriku yang duduk di sampingku. Dia seperti ketakutan. Mungkin jika aku sudah tidak mencintai Luna, aku akan bilang, bahwa perempuan itu, yang mendorongku. Semua orang pasti akan percaya begitu saja. Apalagi, di sini juga ada polisi. Sudah bisa dipastikan, istriku itu akan masuk ke pe
POV. Aksa"Memang benar adanya seperti yang Mas Aksa ceritakan, Ma. Waktu itu, saya sedang tiduran di ranjang, tiba-tiba saja, Mas Aksa jatuh. Saya langsung berlari ke bawah, mencari Mas Aksa di samping hotel. Kemudian saya bawa ke rumah sakit."Luna menjawab dengan kalimatnya yang sangat sopan. Perempuan yang selalu berkerudung ketika ke luar rumah itu, berhasil meyakinkan mamaku.*****Tiga hari sudah, aku di rumah sakit. Segala kebutuhanku, Luna yang memenuhinya. Mulai dari makan, mengelap badan, hingga untuk urusan buang air pun, Luna yang melayaniku. Dia juga membersihkan semuanya, setelah aku selesai buang air. Diam-diam aku merasa berdosa, telah mengkhianatinya.Kakiku belum bisa digerakkan, sehingga aku hanya bisa berbaring. Segala keperluan, hanya bisa kulakukan di ranjang tempat tidurku.Sore ini, kami sudah diperbolehkan pulang, untuk selanjutnya melakukan kontrol, dua hari lagi.Istriku yang kukira tidak punya tenaga, ternyata dia kuat memapah tubuhku, untuk kemudian memas
"Risa, aku pulang dulu, tolong kamu handle semuanya, seperti biasanya, ya?" ucapku."Iya, Bu," jawab Risa.Kulajukan roda empatku, membelah jalanan yang ramai lancar. Rasanya sudah tidak sabar ingin segera sampai ke rumah."Maaf, Mas, aku terlambat pulang ...." ucapku, begitu aku sampai di rumah."Tidak apa-apa, santai saja ...." Lelaki itu mengulaskan senyumnya."Mas, mau pipis, atau mau buang air besar?" tanyaku sambil mendekat ke arahnya."Oh, enggak. Belum terasa mau pipis atau pup. Aku mencoba untuk tidak terlalu banyak makan dan minum, supaya tidak terlalu menyusahkan kamu. Kasihan kamu, setiap hari harus mengurus kotoranku. Aku minta maaf, sudah menyusahkan kamu," jawabnya."Aku yang seharusnya meminta maaf, aku sudah berprasangka buruk terhadap kamu."Kata-kata yang tadi tersimpan dalam hati, kini kuungkapkan dengan perasaan masygul."Tidak apa-apa. Asal kamu tahu, cintaku hanya untukmu. Tidak ada yang lain. Malam itu, bahkan aku sudah berfikir, lebih baik aku mati, daripada h
POV. AksaBu Indah melirik kami sekilas, kemudian keluar begitu saja tanpa berpamitan lagi. Bagaimana jika nanti dia mengadu kepada istriku?"Bunga, sebaiknya kamu segera pergi dari sini, sebelum istriku pulang," ucapku kepada Bunga.Lagi-lagi aku merutuki kebodohanku. Kenapa juga, aku tadi justru menyuruhnya masuk? Bukankah sebaiknya, aku tadi mengusirnya?Apalagi, jika dipikir-pikir, keadaan Bunga di sini, tidaklah aman. Istriku bisa sewaktu-waktu pulang. Istriku bukan pekerja kantoran yang terikat oleh waktu dan peraturan. Dia adalah bos, di tempat usahanya. Dia bisa sesuka hati, datang dan pergi.Bagaimanapun juga, saat ini aku merasa sangat tidak tenang. Bagaimana jika Luna tiba-tiba pulang, sementara Bunga masih di sini? Bisa terjadi perang dunia ketiga, nantinya.Aku tahu benar karakter Luna. Dia bukan orang yang lemah lembut dan mau mengalah, jika dia merasa tersakiti. Dia akan berubah menjadi keras dan mau menang sendiri. Bisa jadi, nanti Bunga akan menjadi bulan-bulanannya.