Tanpa bisa lagi menyembunyikan perasaannya, apalagi terlihat dari ekspresi wajahnya, Dona spontan langsung bicara.
”Iya ... aku bertengkar sama dia!” jawab Dona secara terang-terangan. Sepertinya ia tidak bisa lagi membendung kekecewaan dan ingin meluapkan kemarahan yang sudah dipendam cukup lama. Perkataannya yang terlontar dengan nada tegas, sama sekali berbeda dengan karakternya yang lembut. Bahkan bagi Ode dan Dido, baru kali ini ia melihat ekspresi kemarahan Dona, tidak seperti ekspresi kemarahan biasa.
Tapi walau ekspresi dan nada bicaranya seperti itu, sangat jelas kemarahan Dona bukan ditujukan pada Ode dan Dido yang ada di dekatnya, agak jauh dari panggung. Sedangkan Wahyu sudah bergabung bersama penonton lainnya beberapa saat lalu.
Ode dan Dido menyadari jika Dona seperti butuh teman untuk meluapkan dan curahkan kemarahannya. Pertengkaran mereka telah membuat Dona hanya bisa memendam, dan malam ini seolah jadi bagian dari meletupnya k
Pelaksanaan ospek telah usai, dan perkuliahan sudah mulai berlangsung kembali. Terlihat semangat yang tinggi, terutama bagi mahasiswa baru, tingkat kehadiran mereka bisa dibilang seratus persen. Semua semangat dan suasana perkuliahan juga menyenangkan bagi mereka.Tetapi kondisi tersebut berbanding terbalik, setidaknya bagi mahasiswa lama, apalagi mahasiswa akhir yang makin mendekati tahun kelulusan. Tugas berat telah menanti mereka.“Ha? Dapat D?” ucap Ode kaget setelah melihat hasil nilai tugas kelompoknya. Ia sama sekali tidak menduga, dan kini kecemasan mulai menghantui. Sedangkan mahasiswa lain banyak yang terlihat riang gembira saat melihat hasil nilai tugas kelompok mereka.Ode langsung menghampiri Dido yang masih asik duduk santai melihat foto di kameranya. Ia belum begitu menanggapi serius hasil tersebut karena masih terpesona dengan foto gadis cantik hasil jepretannya.Setelah melihat hasil nilai kelompoknya, Ode langsung menghampiri
“Ayo Do, urusan ini harus segera beres!” ajak Ode menarik tangan Dido. Walaupun agak malas, akhirnya Dido menurut juga karena ini menyangkut urusan kuliahnya. Mereka berdua langsung menuju parkiran, Dido segera menarik motor vespa miliknya yang terlihat antik dan kuno. Dengan perasaan setengah hati, akhirnya ia mengenakan helm kesayangan yang modelnya seperti helm sang pilot zaman dulu. Kemudian ia membunyikan motor butut tuanya, vespa lambreta. Mereka langsung meninggalkan kampus, menerobos ramainya kendaraan dan panasnya terik matahari kota Surabaya. Sebenarnya Ode juga merasa malas untuk pergi ke rumah Aryo. Selain karena jaraknya yang jauh, menghabiskan waktu sekitar satu setengah jam, apalagi bila macet, juga karena siang ini udara kota Surabaya memang panas. Tapi jika mereka tidak ke rumah Aryo sekarang maka urusan tugas kelompok akan terbengkalai terus. Bahkan bisa jadi mereka tidak lulus dan tentu akan lebih menyakitkan lagi, sementara kelompok lain
Dido membenahi segera bajunya yang basah akibat tumpahan air minum dari mulutnya. Ia spontan mengambil tisu untuk mengelap bajunya yang basah, tapi tidak fokus karena matanya juga masih sambil melihat Aryo dan Dona yang berdiri diam mematung.Aryo dan Dona juga terkejut setelah melihat kedua sahabatnya. Aryo tidak menduga ada Ode dan Dido di ruang tamu rumahnya. Pikirannya tidak bisa tenang, semua bercampur aduk dan ia masih diliputi amarah pada Dona. Di satu sisi ia ingin terus menyahut Dona, tapi di sisi lain ia merasa tidak enak hati karena ada kedua sahabat dekatnya.Aryo terhenti bicara dan ia masih terkejut. Padahal sebenarnya Aryo bisa tahu kedatangan Ode dan Dido karena di depan garasi ada motor Dido. Tapi itulah kemarahan, kadang telah membuat seseorang sering lupa dengan yang lain.“Jadi kalian sudah menikah?” tanya Dido mendahului, ucapannya keluar spontan begitu saja. Kalimat yang spontan terucap tanpa berpandangan lebih dulu dengan Ode s
Kejadian di rumah Aryo untuk sementara coba dilupakan oleh Ode dan Dido, terutama Ode. Apalagi Aryo belum menghubungi mereka sejak dua hari lalu mereka ke rumahnya. Ode berpikir biarlah mereka tenang dulu. Saat ini ia ingin fokus dulu ke urusan kuliahnya.Sejak pagi, Ode telah hadir di kampus menyiapkan keperluan tugasnya. Ia jadi orang pertama yang masuk perpustakaan begitu pintu perpustakaan di buka. Ia mencari beberapa buku yang dibutuhkan dan berharap ada, tidak lebih dulu dipinjam oleh mahasiswa lain. Cukup lama ia di perpustakaan menghabiskan waktu dengan membaca dan mengoreksi beberapa hal yang terkait tugasnya. Juga mengumpulkan bahan untuk pengerjaan tugasnya.“Mudah-mudahan revisi kemarin beres, dan sekarang fokus kebut proposal,” ucap Ode bicara sendiri. Ia baru saja keluar dari ruang perpustakaan untuk meminjam buku yang berkaitan dengan proposal skripsinya. Sebenarnya ia masih ingin terus di perpustakaan tapi karena ada janji bertemu dosen, ter
Pandangan mata Ode akhirnya menemukan apa yang sedang dilihat oleh Dido. Ia sedang memperhatikan seorang gadis yang baru saja datang dan duduk di meja kantin, tidak jauh dari tempat Ode dan Dido duduk.Dido masih terus melihat dan ia mulai agak tersenyum sumringah seorang diri.”Kamu kenapa Do?” tanya Ode. Tapi pertanyaan itu tidak ia lanjutkan walau Dido tidak menjawab. Ia sudah mengerti apa yang sedang dialami Dido, terpesona pada gadis berjilbab biru.“Cie, terpesona nih,” goda Ode melihat Dido.Ode mengakui bahwa usaha untuk mendapatkan sebuah cinta yang berbalas memang bukan hal mudah. Diperlukan ikhtiar yang disertai niat tulus ikhlas, berani berjuang, juga berani malu dan kecewa.Kali ini Dido termasuk di antara orang yang sedang menyadari dan merasakan lagi kehadiran cinta untuk yang kesekian kalinya.”De, kamu harus bantu aku,” bisik Dido agak pelan dan gugup, tapi pandangannya masih tetap tidak b
Ode masih terdiam, mereka berdua belum beranjak dan masih teringat Aryo.“Aku sangat nggak setuju, kasihan sih. Padahal waktu itu mereka sudah berusaha mati-matian untuk bertunangan, bahkan menikah walaupun kita nggak dikasih tahu. Dan sekarang dia mau cerai,” jelas Ode.“Iya aku juga mikir gitu. Malah jadi sia-sia usaha kita selama ini,” sahut Dido.“Nanti kita pikirin, kita coba cari cara gimana supaya bisa bantu tapi nggak terkesan ikut campur. Ya udah, sekarang balik kantin dulu,” jelas Ode.Mendengar kata kantin, seketika Dido seperti tersadar sesuatu. Ia baru ingat karena tadi teralihkan masalah Aryo.“Oh iyo rek, sampai lali aku,” jelas Dido dan ia justru bergegas pergi duluan meninggalkan Ode yang terkejut.Ketika sampai di kantin, Dido mencoba melihat sekitar, tapi sudah memperhatikan beberapa kali ke area kantin, ia tidak menemukan apa yang dicarinya.Ode yang berhasil
Bunyi deru kipas angin di kamar Ode terdengar sesekali seperti suara lengkingan. Kipas angin tua yang masih berfungsi dan cukup untuk membuat kamar menjadi sedikit nyaman.Ode baru ingin membuka buku-bukunya di atas meja kamar kosnya. Ia ingin kembali melanjutkan pengerjaan proposal skripsi dan beberapa tugas kuliah yang cukup menumpuk karena waktunya dalam pekan yang sama.Ketika sedang membaca sejenak sebuah buku ilmu komunikasi, Ode berhenti dan mengambil pena untuk menulis sesuatu.“Ini penting nih, bisa jadi sumber kerangka pemikiran, harus dikutip,” ucap Ode bicara sejenak. Ia langsung menulis di buku agendanya untuk jadi kumpulan bahan materi proposal skripsi, bahkan untuk bahan skripsi jika nanti telah disetujui.Tangan Ode mulai bergerak lincah menulis. Tulisannya terlihat rapi dan ia sendiri gemar menulis. Ada banyak hal yang jadi indikasi ketika ia asik menulis, salah satunya adalah tulisannya rapi seperti tulisan indah. Tetapi jika
Suasana kelas yang semula tenang, seketika ramai riuh karena kelas baru saja usai. Mahasiswa bergegas keluar ruangan, sebagian juga masih ada di dalam berbincang sejenak, sebagian lain menghampiri dosen. Sementara itu Ode dan Dido berjalan keluar kelas. Dido yang tampak ceria dan semangat langsung menghampiri Ode“Gimana, sudah ada kan puisinya? Aku mau kasih dia sekarang aja, sebentar lagi kelasnya bubar,” pinta Dido sambil merangkul bahu Ode dan berjalan santai.Mendengar perkataan Dido, mendadak Ode merasa terkejut. Ia baru ingat dengan permintaan Dido yang ingin dibuatkan puisi. Rencananya Ode ingin buatkan puisi itu jelang tidur karena ia sejak siang kemarin masih mengerjakan tugasnya. Tapi ternyata semalam karena kelelahan, ia ketiduran dan belum membuat puisi, bahkan lupa jika Dido tidak menagihnya saat ini.“Aduh, maaf Do,” ucap Ode sembari menepuk jidatnya.Dido yang semula bersemangat dan ceria, mendadak berhenti dan meli