Dido membenahi segera bajunya yang basah akibat tumpahan air minum dari mulutnya. Ia spontan mengambil tisu untuk mengelap bajunya yang basah, tapi tidak fokus karena matanya juga masih sambil melihat Aryo dan Dona yang berdiri diam mematung.
Aryo dan Dona juga terkejut setelah melihat kedua sahabatnya. Aryo tidak menduga ada Ode dan Dido di ruang tamu rumahnya. Pikirannya tidak bisa tenang, semua bercampur aduk dan ia masih diliputi amarah pada Dona. Di satu sisi ia ingin terus menyahut Dona, tapi di sisi lain ia merasa tidak enak hati karena ada kedua sahabat dekatnya.
Aryo terhenti bicara dan ia masih terkejut. Padahal sebenarnya Aryo bisa tahu kedatangan Ode dan Dido karena di depan garasi ada motor Dido. Tapi itulah kemarahan, kadang telah membuat seseorang sering lupa dengan yang lain.
“Jadi kalian sudah menikah?” tanya Dido mendahului, ucapannya keluar spontan begitu saja. Kalimat yang spontan terucap tanpa berpandangan lebih dulu dengan Ode s
Kejadian di rumah Aryo untuk sementara coba dilupakan oleh Ode dan Dido, terutama Ode. Apalagi Aryo belum menghubungi mereka sejak dua hari lalu mereka ke rumahnya. Ode berpikir biarlah mereka tenang dulu. Saat ini ia ingin fokus dulu ke urusan kuliahnya.Sejak pagi, Ode telah hadir di kampus menyiapkan keperluan tugasnya. Ia jadi orang pertama yang masuk perpustakaan begitu pintu perpustakaan di buka. Ia mencari beberapa buku yang dibutuhkan dan berharap ada, tidak lebih dulu dipinjam oleh mahasiswa lain. Cukup lama ia di perpustakaan menghabiskan waktu dengan membaca dan mengoreksi beberapa hal yang terkait tugasnya. Juga mengumpulkan bahan untuk pengerjaan tugasnya.“Mudah-mudahan revisi kemarin beres, dan sekarang fokus kebut proposal,” ucap Ode bicara sendiri. Ia baru saja keluar dari ruang perpustakaan untuk meminjam buku yang berkaitan dengan proposal skripsinya. Sebenarnya ia masih ingin terus di perpustakaan tapi karena ada janji bertemu dosen, ter
Pandangan mata Ode akhirnya menemukan apa yang sedang dilihat oleh Dido. Ia sedang memperhatikan seorang gadis yang baru saja datang dan duduk di meja kantin, tidak jauh dari tempat Ode dan Dido duduk.Dido masih terus melihat dan ia mulai agak tersenyum sumringah seorang diri.”Kamu kenapa Do?” tanya Ode. Tapi pertanyaan itu tidak ia lanjutkan walau Dido tidak menjawab. Ia sudah mengerti apa yang sedang dialami Dido, terpesona pada gadis berjilbab biru.“Cie, terpesona nih,” goda Ode melihat Dido.Ode mengakui bahwa usaha untuk mendapatkan sebuah cinta yang berbalas memang bukan hal mudah. Diperlukan ikhtiar yang disertai niat tulus ikhlas, berani berjuang, juga berani malu dan kecewa.Kali ini Dido termasuk di antara orang yang sedang menyadari dan merasakan lagi kehadiran cinta untuk yang kesekian kalinya.”De, kamu harus bantu aku,” bisik Dido agak pelan dan gugup, tapi pandangannya masih tetap tidak b
Ode masih terdiam, mereka berdua belum beranjak dan masih teringat Aryo.“Aku sangat nggak setuju, kasihan sih. Padahal waktu itu mereka sudah berusaha mati-matian untuk bertunangan, bahkan menikah walaupun kita nggak dikasih tahu. Dan sekarang dia mau cerai,” jelas Ode.“Iya aku juga mikir gitu. Malah jadi sia-sia usaha kita selama ini,” sahut Dido.“Nanti kita pikirin, kita coba cari cara gimana supaya bisa bantu tapi nggak terkesan ikut campur. Ya udah, sekarang balik kantin dulu,” jelas Ode.Mendengar kata kantin, seketika Dido seperti tersadar sesuatu. Ia baru ingat karena tadi teralihkan masalah Aryo.“Oh iyo rek, sampai lali aku,” jelas Dido dan ia justru bergegas pergi duluan meninggalkan Ode yang terkejut.Ketika sampai di kantin, Dido mencoba melihat sekitar, tapi sudah memperhatikan beberapa kali ke area kantin, ia tidak menemukan apa yang dicarinya.Ode yang berhasil
Bunyi deru kipas angin di kamar Ode terdengar sesekali seperti suara lengkingan. Kipas angin tua yang masih berfungsi dan cukup untuk membuat kamar menjadi sedikit nyaman.Ode baru ingin membuka buku-bukunya di atas meja kamar kosnya. Ia ingin kembali melanjutkan pengerjaan proposal skripsi dan beberapa tugas kuliah yang cukup menumpuk karena waktunya dalam pekan yang sama.Ketika sedang membaca sejenak sebuah buku ilmu komunikasi, Ode berhenti dan mengambil pena untuk menulis sesuatu.“Ini penting nih, bisa jadi sumber kerangka pemikiran, harus dikutip,” ucap Ode bicara sejenak. Ia langsung menulis di buku agendanya untuk jadi kumpulan bahan materi proposal skripsi, bahkan untuk bahan skripsi jika nanti telah disetujui.Tangan Ode mulai bergerak lincah menulis. Tulisannya terlihat rapi dan ia sendiri gemar menulis. Ada banyak hal yang jadi indikasi ketika ia asik menulis, salah satunya adalah tulisannya rapi seperti tulisan indah. Tetapi jika
Suasana kelas yang semula tenang, seketika ramai riuh karena kelas baru saja usai. Mahasiswa bergegas keluar ruangan, sebagian juga masih ada di dalam berbincang sejenak, sebagian lain menghampiri dosen. Sementara itu Ode dan Dido berjalan keluar kelas. Dido yang tampak ceria dan semangat langsung menghampiri Ode“Gimana, sudah ada kan puisinya? Aku mau kasih dia sekarang aja, sebentar lagi kelasnya bubar,” pinta Dido sambil merangkul bahu Ode dan berjalan santai.Mendengar perkataan Dido, mendadak Ode merasa terkejut. Ia baru ingat dengan permintaan Dido yang ingin dibuatkan puisi. Rencananya Ode ingin buatkan puisi itu jelang tidur karena ia sejak siang kemarin masih mengerjakan tugasnya. Tapi ternyata semalam karena kelelahan, ia ketiduran dan belum membuat puisi, bahkan lupa jika Dido tidak menagihnya saat ini.“Aduh, maaf Do,” ucap Ode sembari menepuk jidatnya.Dido yang semula bersemangat dan ceria, mendadak berhenti dan meli
Setiap niat kebaikan yang muncul dalam diri tidak selalu harus dilakukan jika tanpa persiapan dan situasi yang tepat. Keinginan semula untuk membantu menyelesaikan persoalan orang lain justru ternyata bukannya membawa kebaikan, melainkan membawa keburukan. Hal itu terjadi pada Ode dan Dido. Niat mereka untuk menolong dan membantu membujuk Aryo agar berdamai dengan Dona, ternyata tidak membawa hasil apa-apa. Bahkan sepertinya mereka ikut terbawa arus konflik antara Aryo dan Dona untuk mendukung perceraiannya.“Akhirnya sampai juga,” ucap Ode ketika turun dari motor vespa Dido.“Iyo, tadi lumayan macetnya,” sahut Dido sembari membuka helm yang dipakainya. Motor juga telah ia parkir di halaman dekat garasi. Mereka berdua langsung masuk ke dalam rumah setelah disilakan si mbok yang membuka pagar saat mereka datang tadi.Siang ini, Ode dan Dido telah sampai di rumah Aryo. Keduanya duduk di ruang tamu meskipun susasana di ruang tamu rumah Aryo
Aryo terlihat masih tetap emosi dan telah menyampaikan maksudnya yang meminta bantuan kedua sahabat dekatnya agar jadi saksi dan mendukung keputusan bercerai. Tapi Ode berusaha tenang dan tidak ingin menunjukkan rasa terkejut, termasuk juga ketidaksetujuannya terhadap apa yang diinginkan Aryo. Sedangkan Dido, hampir saja ingin menyahut protes jika tidak mendapatkan tanda diam dari Ode dengan kakinya diinjak saat akan bicara.Untung saja di saat dalam kondisi psikologis membingungkan tersebut, sempat hadir sebuah ide di benak Ode.“Iya nanti kita coba bantu Yo. Intinya aku dan Dido ingin yang terbaik, bagi kalian berdua,” sahut Ode diplomatis.Aryo hanya mengangguk dan merasa kedua temannya mendukung.“Oya, tugas kelompok kan satu sudah beres nih. Nanti saat mata kuliahnya minggu depan kamu datang Yo, karena dosen nanyain, jangan absen nggak hadir, nanti malah tambah berat nilaimu nanti untuk lulus mata kuliah ini,” jelas Ode
Malam ini Ode membongkar kembali buku-buku yang ada dalam lemari meja belajarnya. Semua bukunya jadi berantakan tidak beraturan. Satu persatu ia meneliti setiap buku hanya untuk mencari sesuatu, yaitu buku tentang kisah asmara.Pekerjaan mencari buku ia lakukan setelah sebelumnya terjadi perdebatan yang panjang antara Ode dan Dido. Diskusi mereka berdua siang tadi setelah pulang dari rumah Aryo memang terbilang alot. Mereka berusaha mencari tahu cara apa yang bisa membantu agar upaya untuk menghentikan Aryo dari sidang perceraiannya bisa berhasil. Antara Ode dan Dido terjadi perbedaan pendapat tentang hal apa yang seharusnya mereka lakukan secara praktis tapi menyentuh pusat kesadaran Aryo dan Dona.Hasil perdebatan akhirnya ditemukan. Ode sepakat juga dengan ide Dido yang ingin agar semua tulisan konsep surat-surat cinta yang pernah dibuatkan Ode untuk Aryo sebagai surat cintanya pada Dona, kembali akan mereka serahkan pada Aryo. Niat dan harapan Ode dan Dido sederhan