Home / Romansa / KURIR CINTA / 1. Nyanyian Beo

Share

KURIR CINTA
KURIR CINTA
Author: Laode Insan

1. Nyanyian Beo

Author: Laode Insan
last update Last Updated: 2021-12-18 13:27:01

Malam ini, di salah satu sudut jalanan kota metropolitan Surabaya yang gemerlap oleh lampu jalan, Ode sedang berdiri di trotoar bersama sahabat dekatnya, Dido.

“Ode, kita pulang saja, sudah cukup ngamennya,” ajak Dido sambil menyeka keringat di dahinya. Ia juga sudah mulai merasakan haus dan kehabisan air minum, belum sempat membelinya lagi. Terpaksa hanya ditahan saja dan berkali-kali coba menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya. Sedangkan keringat masih terus membasahi kening, bahkan badannya.

Dido menyeka lagi keringatnya. Tubuhnya kurus, tinggi badan hanya seratus enam puluh sembilan sentimeter, warna kulitnya sawo matang, rambut agak kribo brekele dan bicaranya selalu medhok Surabaya. Kadang juga jika bicara sering bercampur antara bahasa Indonesia dan bahasa jawa.

Pakaian khas yang sedang digunakan Dido berupa baju kemeja lengan panjang aneka motif warna, agak press body, dan berpadu dengan celana kain warna krem disertai sepatu pantofel warna hitam mengkilap. Model celananya agak sempit di paha tapi ukuran dari betis hingga kaki makin lebar.

Kegemarannya pada baju model tersebut mulai muncul sejak masuk SMA, ketika pertama kali melihat sebuah tayangan di televisi yang menampilkan konser grup band papan atas yang cukup populer di tanah air sejak era tahun 70-an. Dari situlah ia mengidolakan dan terobsesi meniru gaya berpakaian grup band ternama. Baju model idolanya itu dianggap sebagai baju kebesaran ketika akan bepergian, termasuk juga selalu dipakai saat ke kampus. Meskipun model baju seperti itu sudah lewat masanya, sudah sangat jarang orang yang pakai, tapi Dido tetap menyukainya.

Di kampus hanya Dido saja yang masih memakai baju dengan model dan motif aneka warna seperti itu. Ada dua hal yang ia dapat dari gaya berpakaiannya di kampus. Pertama, ia jadi tampil beda sendiri meski dianggap aneh oleh kebanyakan mahasiswa. Kedua, dengan gaya pakaian itu telah membuatnya mudah dikenali karena hanya ia seorang yang pakai. Gaya yang sama setiap hari dan jadi ciri khasnya.

Di kos juga sama pakaiannya, seperti pakaian bertamu, rapi. Padahal ia hanya duduk santai di kursi bawah pohon depan rumah kos, nongkrong ngobrol bersama teman satu kos yang kadang hanya pakai singlet dan sarungan tanpa celana pendek. Jika sedang sial, kadang kala ada semut pohon yang nyasar sampai ke dalam sarung dan menggigit hingga bikin panik.

Sejenak Ode memandangi Dido yang mukanya tampak mulai lelah, mata mengantuk. Gitar bututnya telah ia gantungkan di pundak. Berbeda dengan penampilan Dido, pakaian yang dikenakan Ode hanyalah kaos oblong leher bundar warna hitam bertuliskan: “Kurir Cinta”. Berpadu dengan celana jeans biru tua yang kedua lututnya sudah sedikit sobek-sobek. Ciri khas kebanyakan mahasiswa pada umumnya.

“Jadi serius nih, ngamen malam ini cukup?” Ode kembali memastikan.

Dido hanya mengangguk dan sempat menguap.

Melihat kondisi Dido, Ode hanya menggeleng kepala sejenak. Ia maklum dengan apa yang dialami sahabat dekatnya.

Tanpa bicara lagi, tangan kanan Ode yang tidak memegang biola bergerak meraih sebuah kantong permen dari genggaman Dido yang baru saja ia keluarkan dari saku celananya. Kantong bungkus permen itu berisi uang receh hasil mengamen mereka di beberapa warung kaki lima tepi trotoar, dekat kawasan kampus.

“Lumayan hasil untuk malam ini” pikir Ode. Dengan sedikit bantuan sinar penerangan lampu jalan, tampak di dalam kantong besar pembungkus permen ada beberapa uang koin lima ratusan, uang kertas seribu rupiah, tapi ada juga uang koin seratusan.

Sebenarnya tujuan utama mereka mengamen, begitu juga dengan kebanyakan mahasiswa lainnya yang suka ngamen, bukan untuk mencari uang. Tapi lebih kepada mengasah mental, mengikis rasa malu. Di benak Ode, kalau pun masih ada rasa malu saat mengamen, itu masih mending dan lebih baik, asalkan tidak bikin malu alias malu-maluin.

Ode bergegas memasukkan biola ke dalam tas kopernya, lalu disampirkan kembali di pundaknya. Mereka berdua kembali berjalan menyusuri trotoar lebar untuk pulang ke kos.

Baru beberapa langkah, Dido menguap lagi. Ode heran, karena Dido tidak seperti biasanya yang setiap malam kuat begadang. Tapi malam ini Dido sudah tidak tahan kantuk. Beberapa kali ia sempat memejamkan mata sejenak sambil tetap berjalan. Tidak peduli dengan ramainya suara hilir mudik kendaraan. Hampir saja ia tersandung di trotoar dan jatuh masuk got jika tidak spontan tangannya ditahan oleh Ode.

Dengan kondisinya yang seperti itu, Ode memang setuju untuk pulang. Itu lebih baik, keputusan yang tepat. Apabila Dido dipaksa untuk tetap lanjut mengamen, suaranya pasti akan terdengar aneh seperti kaset pita kusut atau kepingan VCD yang tergores, akibat menyanyi sambil sesekali menguap. Jika sudah seperti itu suaranya, akan sangat mungkin bukan lagi uang receh yang mereka dapat, melainkan pemberhentian tidak terhormat. Bahkan yang lebih buruk dari itu adalah mendapatkan amarah, umpatan dan diusir para pendengar.

Uwes ta. Cukup! Masih lebih bagus nyanyian burung Beo aku daripada nyanyianmu.!” Ingatan tentang ucapan lantang bernada protes dari seorang bapak tua beruban yang beberapa bulan lalu pernah mereka dengar di sebuah warung kaki lima kembali terngiang di benak Ode.

“Apaaa..? Masih lebih bagus suara burung beo daripada suara kami, manusia?” protes Ode dalam hati ketika mendengar ocehan bapak tua itu. Ode dan Dido spontan berhenti mendadak sambil ternganga melihat bapak tua tersebut.

Tetapi, belum juga sempat Ode dan Dido berpikir lebih jauh, mereka berdua kembali dikejutkan dengan reaksi dari orang lain yang ada di warung makan kaki lima tersebut. Ode dan Dido spontan beralih melihat ke tempat duduk pengunjung lainnya. Tampaklah beberapa gadis mahasiswi langsung berhenti makan setelah mendengar ocehan Bapak tua beruban. Mereka semua bersamaan menoleh sejenak pada Ode dan Dido dengan ekspresi datar tanpa senyum. Tapi beberapa detik kemudian tawa mereka pecah terbahak-bahak, meski susah payah ditahan.

Oh Tuhan, malunya minta ampun. Muka Ode jadi berubah merah bagaikan udang rebus karena tak kuasa menyembunyikan rasa malu. Sedangkan Dido, ia hanya tersenyum nyengir memerhatikan gadis mahasiswi cantik tersebut.           

“Ayo, mau berhenti nyanyi apa nggak? Cari tempat lain saja.” lanjut bapak tua beruban itu tanpa basa basi, tanpa senyum.

Ode dan Dido saling pandang dan, bahkan sempat saling senggol kaki. Dido yang sudah dapat kode dari Ode masih coba tetap memetik gitarnya dan berusaha tegar di tengah rasa malu.

“Kalau ndak berhenti, apa mau saya ambilkan burung beo-nya biar saingan nyanyi dan dengerin bagusan siapa? Kalau perlu nanti biar beo ngajarin nyanyi yang bagus, mau gitu?” lanjutnya lagi dengan sedikit nada penekanan dan raut muka yang terlihat seperti kesal.

Sekejap senyum Dido hilang dan kembali saling pandang dengan Ode.

Semua menunggu apakah Ode dan Dido masih akan tetap lanjut menyanyi meskipun telah kena serangan mental? Menunggu apa reaksi dan keputusan yang akan diambil Dido dan Ode.

                                                      ۞        ۞       ۞

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KURIR CINTA   46. Hasil Akhir

    Dirapikannya kembali baju kemeja putih dan dasinya, mengusap keringat yang masih ada, kemudian Ode melangkah masuk ke dalam untuk kembali menemui tiga orang dosen yang telah selesai berunding memutuskan apakah Ode lulus atau tidak.Setelah dipersilakan duduk, ketiga dosen melihat Ode dengan bermacam ekspresi. Ada yang semula senyum, tapi setelah itu wajahnya menjadi datar. Begitu juga dengan dosen ketiga yang jadi penguji utama. Ia tidak ada senyum sama sekali. Terakhir, Ode melirik dosen pembimbingnya, tapi ia sedang melihat kembali skripsi Ode di mejanya. Ia juga tanpa senyum sedikitpun.Pikiran Ode semakin kalut setelah melihat tanda ekspresi wajah dosen. Ode dihinggapi kecemasan kemungkinan tidak lulus ujian.Tapi Ode mencoba tenang dan menunggu apa yang akan mereka sampaikan.”Baiklah saudara Laode, kami telah berunding setelah melakukan pengujian skripsi Anda. Kami berharap, apapun hasilnya nanti, Anda harus tetap memenuhi janji almameter Anda

  • KURIR CINTA   45. Keringat Dingin

    Adanya telepon darurat telah membuat Ode mengebut dan menuntaskan pengerjaan skripsinya. Siang malam ia banyak habiskan waktu mengerjakan dan melupakan sejenak urusan persahabatannya. Kegiatannya lebih banyak di kamar, perpustakaan kampus, bertemu dosen di tempat janjian demi jemput bola menyusul dan mengetahui perbaikan. Semua itu dilakukan dengan serius hingga akhirnya membuahkan hasilPagi ini, Ode telah berada diujung perjuangan skripsinya. Sejak sepuluh menit yang lalu, Ode telah duduk di kursi depan ruang sidang seorang diri. Meskipun ruangan ini dilengkapi dengan AC, tapi ternyata hal tersebut tidak menghalangi keringat dinginnya keluar membasahi keningnya.Dadanya berdetak cukup kencang dan ia tidak tenang karena pikirannya terus terbawa pada kejadian yang baru saja selesai dia alami lima menit yang lalu. Ya, di depan kursi tempat dia duduk ini, ada sebuah ruangan yang menjadi tempat diadakannya ujian skripsi. Tempat yang telah membuat Ode gugup, cemas, bimbang

  • KURIR CINTA   44. Telepon Darurat

    Dengan wajah sendu, akhirnya kakak Dido bicara juga untuk menjawab pertanyaan tentang Dido.“Dido sakit. Belum tahu sakit apa, sampai sekarang belum sembuh. Katanya dadanya sakit,” jelas kakaknya sambil menahan sedihnya. Bahkan kali ini ibu Dido juga mulai tidak kuasa menahan air matanyaLalu mulailah kakak Dido melanjutkan ceritanya, dari awal mula sakitnya hingga sekarang, dengan begitu serius dan terharu. Meskipun ia tahu bahwa ibunya tidak sanggup menahan rasa sedih ketika mendengar apa yang menimpa Dido, anak yang jadi harapan keluarga, tapi dia tetap berusaha menceritakannya.Dengan serius mereka semua mendengarkan ceritanya dari awal. Dona juga terbawa perasaan hatinya karena sedih ketika mengetahui apa yang terjadi pada Dido.“Tadinya kesehatan Dido bisa membaik, tapi ndak ngerti kenapa, seminggu belakangan kambuh lagi. Dadanya bahkan semakin terasa sakit dari sebelumnya. Pikirannya juga kadang ndak ibu mengerti. Kata dokter di p

  • KURIR CINTA   43. Arti Persahabatan

    Ekspresi kemarahan kakak Dido semakin tinggi, ia seperti tidak dapat menahan diri lagi dan tanpa banyak basa basi, ia langsung luapkan kemarahan itu.“Ooooh, jadi ini tho yang namanya Aryo?! Kamu yang suruh preman untuk mengeroyok Dido. Untuk apa kamu ke sini?!” tanya kakak Dido dengan nada tegas dan ekspresi marah.Semua terkejut, apalagi Dona. Suara kakak Dido yang tadinya masih terdengar ramah dan halus, seketika berubah menjadi keras. Kakak Dido melihat Aryo dengan tatapan serius. Ia sama sekali tidak menyangka jika tamu yang datang siang ini adalah orang yang dianggapnya telah menjadi biang keladi dari sakit yang diderita adiknya.Dona yang kebetulan duduk di dekat Aryo memandang Aryo dan kakak Dido bergantian.“Apa maksudnya nih?” pikir Dona heran sembari melihat Aryo dan kakak Dido bergantian. Ia masih bingung belum paham apa yang terjadi. Bagi Dona, tuduhan itu tidak bisa diterimanya. In

  • KURIR CINTA   42. Kunjungan Sahabat

    Aryo tetap ngotot dan terus melangkah. Teman-teman yang datang menjenguk semua semakin penasaran. Ode tidak menyangka dengan apa yang ingin dilakukan Aryo.Di sisi lain, Ode bersyukur karena akhirnya rasa kekeluargaan dalam persahabatan mereka sepertinya kembali terjalin. Meskipun Ode tahu keputusan Aryo konyol dan pasti akan dilarang dokter, tapi ada sebuah harapan dalam dirinya bahwa semoga saja Dido bisa ditolong dan dibawa ke rumah sakit karena ada donatur.Sementara itu, beberapa adik kelas yang baru saja datang untuk menjenguk Aryo juga tampak terkejut. Mereka tidak menyangka jika pasien yang akan dijenguknya telah berdiri layaknya orang sehat.“Eeaaalaaahh.. Uweis waras ta rek?” celetuk salah seorang adik kelas OdeMereka yang baru saja datang ini adalah gadis-gadis kampus yang dulu pernah memuja Aryo. Tapi kini sebagian dari mereka tidak datang sendirian lagi karena ada belahan jiwa yang telah mengisi hatinya. Kecuali satu ora

  • KURIR CINTA   41. Keputusan Mendadak

    Siang ini, Ode dan beberapa teman dekat yang satu angkatan dengan Aryo, datang menjenguk Aryo ke rumah sakit. Kondisinya kali ini lebih baik dari kemarin, meskipun sudah bisa bangun, duduk, bahkan berdiri, tapi tetap saja tangannya masih sakit untuk digerakkan. Bahkan digantung dengan alat bantu yang diikat di bahu dan leher. Sedangkan Dona, ia hanya mengalami luka lecet di siku dan diperban saja.Setelah berhasil mengumpulkan uang sumbangan sukarela, akhirnya Ode dan teman-temannya datang dengan membawa amplop dan sekantong buah-buahan.”Aryo, ini dari teman-teman semua. Mungkin cuma sekedarnya, tapi semoga bisa membantu. Cepat sembuh ya,” kata Santy, teman yang satu angkatan juga dengan Aryo. Karena Aryo tidak bisa menerima, maka Dona yang selalu setia menemaninya, menerima pemberian tersebut.”Makasih ya, sudah merepotkan,” kata Dona dengan riang.”Nggak repot kok, ini semua keinginan dari teman-teman. Pokoknya nggak ada y

  • KURIR CINTA   40. Insiden

    Sejak kejadian sakitnya ibu Aryo yang sempat mendadak masuk UGD dan seminggu dirawat inap di rumah sakit, lalu dirawat hampir sebulan di rumahnya, persoalan sidang cerai Aryo dan Dona di Pengadilan Agama kembali dilanjutkan. Sakit yang sempat membuat ibunya masuk UGD cukup membuat Aryo berpikir lebih jauh.Pendirian dan keegoisannya dalam diri Aryo dan Dona sepertinya berubah akibat peristiwa jatuh sakitnya ibu Aryo. Apalagi nasehat-nasehat yang mereka dengar sejak sakit kerasnya ibu Aryo terus saja mengalir tanpa henti. Pihak keluarga masing-masing dari mereka seperti ingin menyadarkan Aryo dan Dona dari mimpi keduanya. Seakan ingin menyadarkan kembali arti dan tujuan kebersamaan mereka dalam ikatan rumah tangga.Pagi ini Aryo dan Dona kembali datang ke kantor Pengadilan Agama Surabaya. Tujuan Aryo dan Dona ternyata tidak seperti persidangan sebelumnya yang ingin melakukan perceraian.“Kami minta waktu untuk konsultasi dengan yang mulia majelis Hakim,&rdq

  • KURIR CINTA   39. Harapan Keluarga

    Ode terkejut mendengar perkataan kakak Dido yang tampak marah. Tanpa menunggu penjelasan, ia langsung lanjut meluapkan emosinya yang terpendam sejak lama.”Kamu ngerti ndak, adikku sekarang jadi sakit keras gara-gara di keroyok sama preman suruhanmu! Untuk apa kamu ke sini?!” tanyanya dengan emosi tinggi.Mendengar tuduhan itu, Ode kaget dan jadi salah tingkah. Sebenarnya Ode ingin menyanggah, tapi dia yakin telah terjadi salah paham. Ode juga mengerti bahwa kemarahan tersebut adalah luapan emosi yang terpendam. Ode jadi ingat dengan kasus pengeroyokan.“Bukan mbak, bukan saya,” jelas Ode agak panik.Suasana sempat berubah tegang. Bahkan ibu Dido yang tadinya sedang ada di dalam, tiba-tiba muncul karena mendengar ada keributan. Ia pun heran melihat keadaan yang terjadi di ruang tamu rumah sederhananya.Tapi untungnya, dalam keadaan yang sedang tegang tersebut, paman Dido langsung menyela.”Tunggu, nduk,

  • KURIR CINTA   38. Burung Jatuh

    Sudah hampir dua minggu berlalu sejak kepulangan Dido ke Lamongan, tapi Ode belum mendapat kabar tentangnya. Ode sempat was-was dan bertanya-tanya tentang apakah yang sedang terjadi dengan Dido. Teman-teman di kampusnya juga tidak ada yang tahu pasti.“Kok Dido belum balik lagi ke kampus ya?” pikir Ode di dalam kamarnya. Ia sudah menunggu beberapa hari tapi Dido belum juga kembali. Biasanya hanya satu atau dua hari libur pulang ke kampung, sekarang sudah hampir seminggu lebih tapi belum juga kembali. Tidak ada juga kabar tentangnya, teman-teman di kampus Ode juga tidak tahu.Akibat gelisah dan kebetulan sedang lowong, akhirnya Ode memutuskan untuk datang ke rumah Dido di Lamongan.“Lebih baik aku main ke rumahnya, sekalian silaturahim dan liburan,” pikir Ode.Kebetulan juga ia sudah pernah diajak Dido ke rumah orang tuanya di Lamongan, pada saat liburan semester empat.Meskipun Ode ragu dan agak tidak yakin jika ia masih men

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status