"Lha, tapi siapa yang mau jadi istriku, Bu kalau Ibu nuntut seperti itu terus? Aku juga nggak mau gagal terus berumah tangga. Aku sudah kehilangan anak karena terpaksa berpisah dari Mia, aku nggak mau ngulanginnya lagi, Bu!" seru Azmi masih dengan nada tinggi."Makanya kamu nggak usah ngeyel! Biar ibu saja yang nyarikan istri buat kamu. Perempuan yang mau disuruh kerja keras tapi patuh sama suami dan mertua. Tunggu saja, nanti ibu carikan. Kalau sudah ketemu, kamu jangan nolak jodoh pilihan ibu. Oke?!""Tapi, Bu ....""Tidak ada tapi-tapi. Tunggu saja sampai ibu mendapatkan calon istri baru untuk kamu itu! Dan jangan menolak!" sergah Bu Rina dengan nada tegas dan keras. Lalu setelah berucap demikian, wanita itu segera meninggalkan kamar Azmi setelah sebelumnya membanting pintu kamar anaknya kuat-kuat.💌💌💌💌💌💌"Gimana, Mbak? Dikabulkan hakim nggak gugatan mbak?" tanya Sindy usai kakaknya menerima telepon dari pengacaranya yang katanya baru saja keluar dari ruangan sidang."Alhamdu
"Maafkan Azmi tadi malam ya, Bu. Azmi sangat emosi sampai-sampai nyalahin Ibu seperti itu," ucap Azmi pagi harinya setelah perasaannya mulai tenang dan tidak lagi tertekan.Semalam karena rasa kecewa yang begitu besar pada keadaan yang tidak berpihak padanya, ia memang jadi tak bisa mengontrol diri hingga menyalahkan sang ibu yang meskipun bersalah tapi tidak seharusnya juga ia caci maki hingga mengeluarkan kata-kata yang ia rasa memang kurang pantas diucapkan pada ibunya. Sekarang baru ia merasa menyesal."Nggak papa, Az. Ibu maafkan. Tapi lain kali jangan diulangi lagi ya. Nggak ada satu pun ibu yang mau anaknya hidup menderita, termasuk ibu sendiri. Mia memang menantu yang patuh, tidak banyak membantah perintah mertua, tapi saat itu dia nggak punya apa-apa. Pekerjaan nggak punya, orang tua juga miskin. Nggak ada yang bisa ibu harapkan dari istri kamu itu. Ibu pengennya punya menantu yang selain bisa diandalkan untuk mengurus keperluan ibu dan adik-adikmu, juga bisa bantu mencari na
Bu Rina tersenyum sumringah saat berjalan menuju warung janda muda yang menjadi incarannya untuk dijadikan calon menantu yang baru itu.Pagi ini, selain hendak berbelanja sayuran, ia juga ingin berbincang bincang dengan wanita itu. Ingin tahu keseharian dan kepribadian targetnya itu. Apakah sesuai dengan kriteria calon menantu yang ia inginkan atau tidak. Tapi yang paling penting sih, ingin menanyakan maukah wanita itu dijodohkan dengan anaknya yang juga seorang duda atau tidak.Pemilik warung yang belum sempat ia ketahui namanya itu balas tersenyum saat melihat kedatangannya."Bu Rina, tumben kesiangan, Bu belanjanya?" sapa wanita itu dengan sikap ramah pada Bu Rina "Iya, Dik. Tadi ngobrol ngobrol dulu sama anak. Maklum, anak lelaki ibu kan belum punya istri, jadi pagi-pagi gini ibunya deh yang diajakin ngobrol," sahut Bu Rina memancing, sambil tersenyum.Ia berharap wanita di depannya ini terpancing dan bertanya soal Azmi padanya. Dan benar saja, wanita itu kemudian bertanya soal
"Gimana, Bu perempuan yang Ibu ceritain kemarin? Mau nggak dia menikah sama aku?" tanya Azmi saat ibunya baru saja pulang dari berbelanja di warung.Mendengar pertanyaan anaknya, Bu Rina hanya menghela nafas panjang lalu berlalu begitu saja menuju dapur dan meletakkan barang belanjaan di atas meja dapur dengan gerakan tak bersemangat. Melihat ekspresi ibunya, Azmi mengerutkan kening dengan heran."Ada apa, Bu? Kok Ibu diam saja? Gimana? Ibu sudah ketemu dan nanya kesediaan dia buat kenalan sama aku belum?" kejar Azmi lagi dengan perasaan yang mulai dipenuhi semangat.Tadi di kantor, ia sempat mencari tahu tentang kehidupan Mia saat ini. Lewat akun Instagram mantan istrinya itu, ia menemukan kenyataan bahwa Mia saat ini memang sudah berubah hampir seratus delapan puluh derajat dengan Mia yang dulu. Dan itu membuatnya makin merasa penasaran pada mantan istrinya itu.Selain sukses sebagai olshoper, ternyata Mia juga sukses meniti karier sebagai penulis buku. Itu membuatnya tiba-tiba mer
"Nggak usah. Biar aku bayar sendiri," tolak Mia buru-buru saat Azmi mengulurkan uang.Sesaat kasir ragu-ragu. Namun, saat Mia memberi isyarat agar wanita itu mengembalikan uang Azmi, sembari Mia mengulurkan uangnya sendiri, maka kasir pun segera menyerahkan kembali uang Azmi pada lelaki itu.Ya, Mia tak mau berhutang budi sedikit pun pada Azmi karena sedikit banyak ia sadar jika saat ini lelaki itu tengah melancarkan jurus ingin merayunya agar ia luluh kembali. Dan ia tak mau itu terjadi.Saat dekat, bau comberan. Sementara saat sudah jauh dan tak mungkin lagi dimiliki, berubah sewangi bunga. Begitulah mungkin peribahasa yang tepat untuk menggambarkan apa yang dirasakan Azmi saat ini terhadapnya. Pura-pura tak enak hati, Azmi menjadi salah tingkah sendiri. Namun, sesaat kemudian ia ambil juga uang dari tangan kasir yang membuat Mia tersenyum sinis di dalam hati. Ternyata cuma segitu saja keberanian seorang Azmi dalam berkorban. Untuk keperluan anak kandung sendiri saja masih hitung-
"Kita ke rumah sakit ya? Sepertinya kamu mau melahirkan, Mi. Sini belanjaannya, kita pergi dengan mobilku saja. Masih bisa jalan kan?" Azmi memapahnya sambil sebelah tangannya meraih kantong belanjaan berukuran besar berisi pakaian bayi di tangannya.Karena rasanya sudah tidak tahan lagi, Mia pun terpaksa menurut. Kalau dalam kondisi normal, walaupun demi anak mereka sama-sama, Mia tetap tak akan sudi pergi bareng dengan lelaki di sampingnya itu. Tetapi karena saat ini keadaannya sedang darurat, ia pun terpaksa menerima juga uluran tangan Azmi.Azmi melarikan mobilnya dengan kecepatan tinggi meski tetap hati-hati, menuju rumah sakit yang direkomendasikan sang dokter spesialis, saat Mia menelpon dalam kondisi kesakitan.Dokter pun menyatakan akan segera menuju rumah sakit tersebut untuk segera melakukan operasi karena bayinya tampaknya sudah tak sabar lagi ingin segera lahir ke dunia meski belum cukup bulan.Tiba di lobi rumah sakit, Azmi buru-buru memanggil petugas unit gawat darurat
"Assalamualaikum, Bu, Pak ... sudah selesai ya operasi Caesar Mia? Maaf, saya datang terlambat. Tadi macet di jalan." Rika muncul dengan wajah diliputi rasa khawatir saat bapak Mia hendak masuk kamar di mana Mia dirawat saat ini usai menolak Azmi masuk ke sana. Barusan Sindy memang memberi tahu gadis itu jika kakaknya saat ini sedang berada di rumah sakit hingga gadis itu pun buru-buru datang ke sana.Sebagai sahabat, Rika memang selalu ada saat Mia butuh pertolongan, begitu pun sebaliknya. Berdua, sahabat itu saling mendukung dan memperhatikan. Tak pernah lepas saling bantu satu sama lainnya. Namun, kedatangan Rika ke rumah sakit kali ini nampaknya sedikit terlambat karena sahabatnya itu ternyata sudah selesai dioperasi dan sudah dipindahkan ke kamar perawatan."Alhamdulillah, Nak Rika. Mia barusan memang sudah selesai dioperasi, tetapi bayinya masih dirawat di ruang perawatan bayi karena paru-parunya belum bisa bekerja secara sempurna karena lahir kurang bulan. Tapi kata dokter,
"Cukup, Azmi! Saya ucapkan terima kasih atas bantuan kamu telah mengantarkan anak saya ke sini, tapi tolong mengertilah. Jangan ganggu Mia lagi. Kalian sudah bukan suami istri lagi, jadi jangan pernah usik dia lagi!""Tidak Pak, saya mohon ....""Keluarga Nyonya Mia?" Kata-kata Azmi terputus saat dari arah lorong kamar perawatan, dua orang petugas rumah sakit berpakaian putih-putih, tiba-tiba datang mendekat dengan langkah tergopoh-gopoh."Benar, Bu. Ada apa?" Bapak Mia menyahut dengan kening mengernyit."Maaf, Pak kami hendak menyampaikan kabar jika bayi Nyonya Mia tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran karena paru-parunya tidak bisa berkembang dengan baik, begitu pun organ yang lain sehingga ... .""Sehingga apa, Bu? Cucu saya kenapa?" sergah bapak Mia tak sabar karena petugas di depannya tiba-tiba menjeda ucapannya."Bayi Nyonya Mia tidak bisa diselamatkan, Pak. Maaf, kami sudah berusaha melakukan yang terbaik, tapi Tuhan ternyata berkehendak lain."Degg! Lutut lelaki paruh baya i