Pertengkaran
"Siapa lelaki tua tadi Clara?" teriak Rendy pada wanita yang setahun ini membersamainya.
"Dia pacar aku, kenapa? Kamu mau marah?" jawab Clara dengan nada biasa saja. Seolah tidak menanggapi bahwa Rendy sedang marah. Sedang murka dengan sikapnya yang diluar batas.
"Aku itu suamimu, tidak sepantasnya kamu bersikap seperti itu! Kamu jalan dengan lelaki tua yang seharusnya menjadi ayah kamu! Sedangkan kamu sadar bahwa kamu sudah menikah."
"Terus?"
"Maksud kamu apa? Apakah kamu menyesal menikah denganku? Apakah cintaku tidaklah berarti bagimu?"
"Cinta? Dulu, memang aku cinta sama kamu. Tapi itu dulu, ketika kakimu belum lumpuh! Kamu masih bisa memberiku semuanya. Tapi lihat sekarang, kamu bisa apa? Mau berjalan saja kamu tidak bisa, apalagi memberikan nafkah batin?"
"Astagfirullahaladzim, apakah hanya karena aku tidak bisa memberimu nafkah batin lantas kamu selingkuh terang-terangan?" Amarah lelaki ity sudah naik ke ubun-ubun. Mendengar setiap jawaban yang diberikan Clara. Begitu menyakitkan, meskipun pada kenyataannya dia memang lumpuh adanya. Dia memang tidak bisa memberinya nafkah batin.
Tapi keadaannya yang lumpuh bukanlah keinginan dia. Ini adalah sebuah ujian, ujian yang Allah berikan pada Rendy. Meskipun yang dia rasakan cukup berat.
Kecelakaan tujuh bulan lalu mengakibatkan kakinya lumpuh.
Kecelakaan yang terjadi ketika dia pulang dari kantor saat itu. Jalanan yang lumayan sepi ditengah hujan rintik-rintik membuatnya sedikit mengantuk. Rasa lelah yang dia rasakan. Setelah seminggu bekerja lembur, membuatnya tak lagi bisa menahan kantuk yang luar biasa. Hingga akhirnya lelaki itu menabrak truk yang tengah berhenti.
Hingga mengalami kecelakaan yang lumayan parah. Membuat kedua kaki sulit digerakkan. Alhasil, dokter memvonis jika kedua kakinya mengalami kelumpuhan. Meskipun kata dokter masih ada kemungkinan dia bisa berjalan kembali.
Tapi untuk saat ini entah apakah dia masih bisa berjalan atau tidak? Tujuh bulan lamanya aku sudah berusaha. Terapi ke dokter maupun alternatif sudah dijalani. Namun hasilnya masih jauh dari harapan, hingga akhirnya Rendy menyerah. Berpasrah karena sudah banyak asetk yang di jual untuk menanggung biaya terapi dan juga kebutuhan sehari-hari.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja kini dia bergantung dengan Clara, sang istri. Wanita yang dia kenal dua tahun lalu menjadi teman satu kantor saat itu.
Singkat cerita mereka saling suka, hingga akhirnya memutuskan menikah. Awal pernikahan begitu bahagia. Menjadi pasangan suami istri memiliki jabatan yang cukup tinggi dengan bayaran perbulan lumayan besar.
Sengaja mereka menunda momongan, bukan karena tidak suka. Tapi sayang dengan karir Clara yang cemerlang harus dikorbankan demi mengasuh bayi.
"Aku nggak mau punya anak dulu, Mas. Aku pengen ngejar karir aku dulu. Kan sayang kalau tiba-tiba aku resign karena punya anak. Cari pekerjaan jaman sekarang susah."
"Iya sayang, apapun yang ingin kamu kejar aku selalu mendukung kok," jawabnya dengan rasa percaya. Percaya jika semua akan baik-baik saja.
Hingga akhirnya perselingkuhan istrinya tercium juga oleh Rendy. Dia dengan terang-terangan bercumbu di depan mata kepalanya. Saat lelaki tua itu mengantar pulang Clara dengan mobil miliknya.
Apakah dirinya sudah tidak ada harga
dirinya lagi di mata Clara? Hingga dia tega bersikap demikian didepan lelaki itu.
Entah berapa lama mereka menjalin kasih?
Lamunan Rendy buyar ketika Clara melempar beberapa lembar uang ratusan ribu tepat didepan wajah lelaki itu .
"Ni, uang buat kebutuhan kamu! Jangan khawatir, aku masih baik padamu. Mau menampung pria lumpuh sepertimu!" Mendengar perlakuan Clara dan juga ucapannya membuat dada itu nyeri. Sakit, menambah luka yang masih menganga di dalam hati ini.
Jika dia bisa, dia akan menamparnya dan memberinya pelajaran. Namun sayang, dia lemah dia hanya lelaki lemah yang tidak bisa apa-apa.
Rendy hanya memiliki Clara seorang, dia satu-satunya wanita yang menjadi teman hidup. Kedua orang tua Rendy sudah lama meninggal, dia tak memiliki saudara. anak tunggal.
Jika Clara pergi meninggalkannya, dengan siapa lagi dia hidup? Rendy bisa mat* kesepian.
"Tidak perlu sedih seperti itu, Nak Rendi. Bukannya menjadi dirimu saat ini begitu menyenangkan? Tidak bekerja, dikasih duit sama anakku. Benar-benar enak kan? Tidak perlu susah payah mencari duit, duit sudah datang sendiri kepadamu. Dasar pria lumpuh!" Wanita tua itu mengumpat. Wanita yang seharusnya malu memiliki anak yang durhaka dengan suaminya. Justru dia malah mengolok-olok menantunya yang lemah ini.
"Ibu kok berbicara seperti itu?" Rendy masih tidak percaya mendengar ucapan Ibu Ana, ibu mertuanya.
"Lantas mau bicara seperti apa? Kamu itu lumpuh, tidak bisa berbuat apa-apa. Mau ngurusin diri sendiri saja tidak bisa. Apalagi ngurus anak'ku!" Wanita itu berkacak pinggang menghadapi kearah Rendy.
Tangannya memegang erat roda yang ada pada kursi. Berharap ada keajaiban jika dia berdiri dengan kekuatan yang di miliki saat ini. Mampu membuat mereka bungkam. Jika dia bisa berdiri dan berjalan, dia akan membuat perhitungan kepada mereka.
Kakinya diturunkan dari kursi roda. Semua orang melihat ke arahnya dengan raut wajah meremehkan.
Ancaman Ana"Kamu mau ngapain?" Clara mencebik seolah tidak percaya dengan apa yang Rendy lakukan. Lelaki itu berusaha berdiri meski tahu akan sulit pastinya. Kakinya sudah lama tak mampu bertumpu. Hingga dia lupa rasanya berdiri. Tapi tidak hari ini, dia ingin mereka tahu bahwa dia pasti bisa berjalan seperti dulu.Bruk ….Tubuhnya terjatuh ke lantai. Kaki benar-benar tidak bisa lagi bertumpu. Hati semakin hancur ketika melihat kedua wanita yang ada dihadapannya tersenyum. Seolah menertawakan dengan segala kekurangan.Demi Tuhan, ini begitu menyakitkan. Hingga tidak disadari air mata itu menetes."Kamu itu laki-laki, masak nangis? Gak punya malu," ucap Ana penuh kemenangan. Dia benar-benar senang ketika apa yang dia yakini selama ini tidak pernah terjadi. Dia selalu berkata pada Rendy bahwa dia akan lumpuh selamanya. Dan dia akan bergantung selamanya pada Clara, putrinya."Rendi … Rendi, kamu itu kok nggak pernah sadar-sadar. Kamu itu akan selamanya seperti ini! Jangan harap semuanya
Dia Ibumu bukan Ibuku POV Author 'Apa yang harus aku lakukan? Ya Allah beri aku petunjuk.' Rendi berbicara dalam hati. Mendengar Clara meminta sertifikat rumah ini. Dia pasti akan menghabiskannya untuk bersenang-senang dengan lelaki tua itu. Padahal, semua aset yang Rendi miliki adalah hasil dari kerja kerasnya dahulu. Dia tidak akan membiarkan mereka mengambilnya begitu saja. "Kamu bisa memilih, Clara. Tinggal disini bersamaku atau keluar dari rumah ini bersama Ibu." "Maksud kamu apa, Mas? Dia ini Ibuku lho. Kamu tidak bisa mengusir dia dengan mudah, sedangkan aku ini anak kandungnya." "Dia Itu Ibumu tapi bukan Ibuku." "Eh, Rendi. Jangan sombong ya, kamu itu lumpuh kalau bukan karena anakku mana bisa kamu hidup enak seperti ini! Sekarang malah sok-sokan mengusirku dari rumah ini. Jangan mimpi, aku tidak akan pergi, seharusnya yang pergi itu kamu!" Suara Ana begitu lantang. Dia sangat marah ketika Rendi mengatakan itu. Dia harus pergi dari rumah ini. Agar rumah tangga Rendi ma
#Rania"Saya Rania, wanita yang tadi Anda bantu." Rendi mengangguk dia ingat. Setelah kepergian wanita itu dia membayar semua hutang-hutangnya dan meminta pemilik warung memberinya beras. Penampilan wanita tadi berbeda, sangat berbeda hingga Rendi tak bisa mengingatnya. "Oh," jawab Rendi singkat."Saya mau mengucapkan terima kasih banyak, tapi maaf saya belum bisa mengembalikan uang Anda.""Ndak perlu, saya ikhlas.""Tapi maaf, saya Tidak terbiasa mendapat bantuan secara cuma-cuma.""Tidak apa-apa, anggap saja saya bersedekah." Rendi masih bersikap biasa saja. Wanita itu memang tidak ada yang spesial jika dilihat. Mereka memang tetangga, tapi tak saling kenal. Jarak rumah antara keduanya bisa dibilang cukup jauh. Jadi wajar jika mereka tidak saling mengenal."Dengan Bapak siapa ya kalau boleh tahu?""Rendi," jawab Rendi biasa saja.Deru mobil terdengar berhenti tepat di depan rumah Rendi. Lelaki itu tahu siapa yang datang. Netra kedua insan yang tengah berhadapan itu saling menatap k
Bab 5 Talak Teriakkan Clara begitu memekikkan telinga. Dia begitu histeris ketika melihat koper miliknya sudah siap. Dia juga melihat apakah koper itu benar- benar berisi pakaian miliknya. Jika itu terjadi berarti Rendi sudah kehilangan akal. "Apa sih Clara teriak-teriak kek orang kesurupan gitu?" tanya Ana, Ibu Clara. "Ini, Bu. Lihat Mas Rendi benar-benar mengusir Clara." "Laki-laki cac*t itu benar-benar keterlaluan. Jika tidak ada kita memangnya dia mau hidup dengan siapa? Dia benar-benar cari masalah," ucap Ana sambil berkacak pinggang. Lalu pergi ke kamarnya memastikan apakah dia juga ikut diusir oleh Rendi dari rumah itu. "Allahuakbar, Rendi kamu bener-bener ya!" Teriakan Ana juga terdengar dari kamarnya. Clara yakin bahwa pakaian Ana sudah rapi dalam koper. Mereka tidak pernah menyangka Rendi akan berbuat senekat ini. "Mas, aku ini istrimu lho. Mau tinggal dimana aku? Lagian siapa yang akan mengurusmu nanti?" "Aku bisa lakukan semuanya sendiri. Nggak perlu khawatir!"
Kehilangan arahRendi tertunduk. Matanya mengembun, dia tidak pernah mengira jika kata talak benar-benar sudah diucapkan. Dia harus bisa menerima semuanya. Hidup sendiri tanpa ada orang yang menemani. Meskipun pernikahan yang ia bangun masih seumur jagung. Namun dia harus bisa menerima. Jika Clara bersamanya terus bukan hanya Rendi yang akan terluka tapi Clara juga akan terluka. Dia butuh sentuhan butuh nafkah batin. Sedangkan Rendi, dia tidak bisa memberikannya. Rendi sudah memikirkan matang-matang keputusannya ini. Selama ini dia cukup pandai mengurus hidupnya sendiri. Jadi jika tidak ada lagi Clara dia sudah bisa menjalani hidupnya seperti biasa.Meskipun tak pernah ia pungkiri. Dia masih menyimpan cinta itu untuk Clara. Tapi luka yang diberikan wanita itu juga terlalu dalam. Cukup untuk mengubur rasa itu dalam-dalam.****"Bu, kamu itu jangan tertipu dengan muka Rendi yang sok lugu itu. Dia memang begitu kok!" ucap Ana sembari memberikan kode pada Clara.Clara hanya diam dia me
Putus AsaIni malam pertama bagi Rendi tanpa Clara tanpa Ana. Dia benar-benar sendiri. Benar-benar merasakan sepi. Rendi kembali menatap kakinya. Dia benar-benar putus asa. Tanpa ada satu orang pun yang menguatkannya. Lelaki itu malam ini begitu lemah. Hingga dia berpasrah kepada Allah. Mencurahkan segala gundah dalam hati. Meminta diberikan kekuatan dan juga kesabaran.Rendi duduk termenung di sisi Ranjang. Dia benar-benar berusaha keras melakukan semuanya sendiri. Meskipun baginya begitu luar biasa sulitnya.Bayangan Clara sekelebat terbesit dalam pikirannya. Clara yang cantik, anggun dan juga cerdas. Dia wanita yang mengagumkan. Hingga akhirnya Rendi jatuh hati pada wanita itu.Dulu dia berharap Clara adalah wanita terakhir untuknya. Wanita terbaik dan juga wanita tercantik yang ia miliki. Namun sayang, takdir membuat Clara berkhianat. Ketika Rendi tak lagi bisa memberi nafkah batin.Kini takdir benar-benar berjalan. Takdir yang akan memisahkan mereka. Tak pernah ada rencana maupun
Rania menyelesaikan tugasnya di depan rumah. Kini dia berniat mencuci baju di halaman belakang. Satu persatu baju dia pisah lalu ia masukan dalam mesin cuci. Sesekali matanya melirik di celah-celah pagar besi yang menjadi pembatas antara rumah Bu Husen dengan Rendi. Entah mengapa perasaannya selalu tertuju pada rumah orang baik yang sudah membantunya tempo hari. Matanya membulat sempurna karena mendapati sosok yang ia cari sedang menangis sesenggukan. Rania kembali menajamkan indera penglihatannya agar bisa jelas melihat Rendi sedang melakukan apa? Mata Rania memindai, melihat tangan Rendi sedang memegang sebotol obat nyamuk. "Astagfirullahaladzim, Mas … Mas Rendi, mau ngapain?" Rania menggedor-gedor pagar besi. Berharap Rendi mau merespon panggilannya. Namun sayang, Rendi masih fokus dengan barang ditangan. Seperti kehilangan arah, lelaki itu kembali menangis tersedu-sedu. Padahal semalam dia sudah mencurahkan isi hatinya pada Tuhan. "Ya Allah, Mas Rendi. Istighfar," teriak
Kejutan besar"Lihat, Pak RT. Mereka sedang berzina. Jangan buang-buang waktu. Kita arak saja, seperti kebanyakan pelaku zina yang sudah tertangkap basah. Daripada nanti mereka kabur!" tutur Clara dengan nada bicara menggebu-gebu. Wanita itu benar-benar lupa, lelaki yang dia fitnah baru saja adalah suaminya sendiri. "Sabar … sabar, Mbak Clara. Semua bisa dibicarakan baik-baik, kita akan mengambil keputusan jika semua sudah jelas.""Lho Pak RT ini bagaimana? Mereka ini jelas-jelas berzina, nggak bisa dimaafkan. Menjijikan!" sahut Ana dengan lantang. Wanita tua itu berusaha mengompori warga. Namun sayang, tak ada satupun yang mengucapkan sepatah kata. Mereka hanya terdengar saling kasak-kusuk dari belakang."Ayo kita duduk dulu, tolong Pak, Mas Rendi di bantu ke ruang tamu. Kita bicara baik-baik disana." jawab Pak RT dengan penuh ketenangan. Beruntung tadi Pak RT sedang berada di rumah, jika tidak mungkin akan berbeda cerita."Sekarang Mbak Clara silahkan menjelaskan kronologinya. Baga