Share

48 - Di mana Kaisar?

Author: Luna Maji
last update Last Updated: 2025-10-12 21:00:57

Kabut pagi turun pelan, seperti benang halus yang menutupi hutan. Suara serangga dan desir dedaunan membentuk harmoni lembut di sekitar pondok kecil itu. Di tanah lapang tak jauh dari pondok, Cailin duduk bersila di tengah lingkaran spiritual yang baru digambar Guru Fen. Lingkaran itu memancarkan cahaya samar, memantulkan warna perak pucat dari energi bulan yang berusaha ia tekan.

“Fokus pada napas dan energi Vermilion-mu,” suara Guru Fen terdengar tenang tapi tegas. “Sembunyikan Bulan di balik Vermilion. Seperti menyembunyikan bulan di balik awan.”

Cailin menarik napas dalam, menutup matanya. Tapi hawa dingin di dalam tubuhnya terus berontak. Ia sudah mencoba menekan energi bulan itu sejak tadi, tapi setiap kali pikirannya goyah, kilau perak selalu muncul di u

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    105 - Dekret

    Pagi hari di Istana Vermilion, genderang istana berdentum tiga kali.“Dekret Kaisar!” teriak pengawal istana di halaman depan. “Pertunangan resmi antara Yang Mulia Kaisar Vermilion dan Nona Daiyu dari Klan Timur diumumkan demi stabilitas kerajaan!”Berita itu menyebar seperti badai. Rakyat di pasar saling berbisik, antara percaya dan bingung. Ada yang bersorak karena mengira itu tanda damai, ada pula yang cemas karena cahaya merah di langit malam sebelumnya masih jadi bayang-bayang di pikiran mereka.Bendera-bendera kerajaan dikibarkan. Anak-anak menatap langit, mencari burung vermilion merah yang katanya menjaga Kaisar mereka.Di ruang dewan istana, kursi kaisar kosong. Para tetua saling pandang, beberapa mulai merasa ada sesuatu yang tak beres.Guru Fen berdiri di tengah aula, memegang gulungan Dekret Kekaisaran yang disegel dengan Vermilion. Wajahnya dingin dan serius.“Kalian menuntut kepastian!” Guru Fen menggelegar. “Kaisar

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    104 - Belenggu  Vermilion

    Shangkara kembali ke ruang kerjanya. Ia menatap ke luar jendela, di mana langit Istana Vermilion tampak damai, sebuah kontras yang kejam dengan badai yang berkecamuk di dalam dirinya. “Berani sekali dia mengancamku,” bisiknya pada diri sendiri. Tangannya menggenggam erat lengan kursi. Ia mengulurkan tangan, mencoba memanggil api Vermilion penuh, tetapi yang keluar hanyalah nyala api yang kecil dan berkedip. Ia mengerutkan kening. Mengingat amukannya di Pegunungan Utara malam sebelumnya, ia seharusnya merasakan letusan energi, tetapi kini, ia merasakan sumbatan. Ada tali tipis yang melilit Inti Qi-nya, terasa dingin dan memuakkan—gema dari ikatan paksa Daiyu. “Sialan!” umpatnya. Itu adalah bukti nyata, ancaman Daiyu kini memenjarakan kekuatannya. Dengan wajah tegang, ia segera bergegas menuju Kuil Guru Fen. Guru Fen menyambutnya dengan sorot mata yang serius. “Kau membuat dunia gempar, Yang Mulia.” “Biarkan,” jawab Shangkara tanpa basa-basi, ia mencengkeram dadanya. “Aku perlu

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    103 - Permainan

    Keesokan paginya, Cailin duduk di dekat jendela, memandang hilir mudik aktivitas warga desa. Suara penduduk dan desiran angin gunung terdengar lembut.Shangkara datang diam-diam, duduk di sebelahnya.Cailin menoleh, ia menyentuh lengan Shangkara. “Lenganmu bergetar,” bisiknya. “Kau terluka lebih dari yang kau akui.”Shangkara tersenyum tipis. “Hanya kelelahan. Aku sudah lama tidak membakar seluruh gunung.” Ia meraih tangan Cailin, menggenggamnya dengan erat. “Aku harus kembali ke istana. Sebentar.”Cailin memandangnya dengan pengertian, “Aku tahu. Kewajibanmu sebagai kaisar—”“Bukan sebagai kaisar,” potong Shan

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    102 - Duka

    Ruang belakang kedai mi di kaki Pegunungan Naga Hitam kini menjadi ruang perawatan darurat. Cahaya pagi menyelinap melalui jendela kayu, menerangi suasana kehancuran dan kelegaan yang pahit. Jenazah Moyan telah diselimuti jubah Klan Bulan dan diletakkan di sudut ruangan.Di tengah ruangan, Ren terbaring pucat di atas kasur darurat. Luka di perutnya masih menyebarkan racun spiritual hitam, yang terus menjalar.Guan berlutut di sisi Ren, tangannya gemetar. Dia menggunakan Es Bulan yang dingin untuk mengisolasi luka, mencegah racun mencapai jantung. Wajahnya yang biasanya tenang kini terlihat sangat putus asa.“Jangan menyerah, Tuan Ren,” gumam Guan, suaranya parau. Ia melihat bayangan Moyan di sudut. Ia tidak akan kehilangan orang lagi. “Kita akan singkirkan racun ini. Kita harus.”Setiap kali racun bereaksi, api Vermilion di tubuhnya menyala pelan, lalu meredup lagi.Lian hanya bisa duduk di dekatnya, air matanya menetes tanpa suara. Ia mengatupkan gigi, frustrasi karena ia tidak memil

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    101 - Pengorbanan

    Di ruang alkimia yang kini silau dengan aura vermilion sang kaisar, udara terasa panas dan sesak. Shangkara berdiri di ambang pintu yang hancur. Di depannya, Pemimpin Klan Naga Hitam berdiri di samping altar tempat Cailin terikat.“Mundur, Kaisar!” Pemimpin Klan Naga Hitam menyeringai, mengambil mangkuk kristal berisi ramuan darah Cailin. “Atau ramuan ini akan ku lemparkan ke wajahmu! Kau akan terikat pada sihir jiwa Naga Hitam selamanya!”“Jiwa Vermilion tak tunduk pada kegelapan,” ucapnya, suara rendah yang bergetar oleh kemarahan yang tertahan. Namun, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, sang Kaisar yang perkasa itu benar-benar terpaku. Bukan karena takut pada ancaman, tapi karena takut satu kesalahan akan merenggut nyawa Cailin.Suara langkah mendekat. Batu berderak. Guan, da

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    100 - Neraka

    Benteng Klan Naga Hitam telah berubah menjadi neraka. Batu-batu pecah. Dinding runtuh. Udara berbau darah dan abu. Shangkara berdiri di tengah kobaran api. Sayap Vermilion membentang di punggungnya, membuat langit menyala merah. Setiap langkahnya meninggalkan bara. Prajurit yang mencoba mendekat tak sempat menjerit, mereka terbakar jadi debu sebelum pedangnya terangkat.Gelombang api Vermilion raksasa menghantam formasi perlindungan benteng utama. Suara benturan energi itu memekakkan telinga, menciptakan gempa di seluruh gunung. Ribuan prajurit Klan Naga Hitam yang berada di luar benteng hancur lebur menjadi abu hanya karena panas api Vermilion sang kaisar.Shangkara terus berjalan melempar bola api vermilion tanpa henti. Napasnya berat, bukan karena kelelahan, tetapi karena usaha ia menahan diri. Setiap detik ia menahan energi yang mendesak keluar dari dalam dadanya. Karena Cailin masih di dalam.Pemimpin Klan Naga Hitam menggeram dari ruang komandonya. “Sialan! Kekuatan itu! Dia tid

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status