Share

70 - Ikatan Terbalik

Author: Luna Maji
last update Last Updated: 2025-10-21 17:58:35
Cahaya perak dari menara di atas reruntuhan perlahan meredup. Dinding es yang memisahkan Cailin dengan para penjaganya akhirnya retak, dan tiga penjaga itu menerobos masuk.

“Putri!” seru Xun begitu melihat Cailin berdiri di tengah altar dengan napas tersengal.

Cailin menoleh, tersenyum. “Aku baik ... kitabnya sudah terbuka.”

Xun berlutut, memeriksa sekeliling altar, lalu mengambil ‘Kitab Bulan Sejati’ dan beberapa gulungan tua yang masih bergetar pelan. “Sudah ku pilih kitab dan gulungan yang paling penting. Ini harus dibawa untuk dipelajari nanti.”

Cailin mengangguk, lalu menatap perpustakaan yang kini tenang. “Mari kembali ke luar.”

Begitu mereka keluar, udara di lembah terasa lebih jernih.

Ren dan Lian sudah menunggu di luar, berdiri di antara batu-batu besar yang hangus. Asap tipis mengepul dari bekas pertempuran. Mayat-mayat pasukan Klan Naga Hitam tampak bergelimpangan, sementara sisanya melarikan diri ke hutan karena tak kuat menahan cahaya perak yang menyilaukan.

Ren bersandar
Luna Maji

Siapa yang udah nyangka kalau ritual gagal ini malah jadi ikatan terkutuk antara Shangkara dan Daiyu? Takdir mereka makin rumit aja ya 😩 Kira-kira... Cailin bakal tahu soal ini nggak, ya? 👀 Kalau tahu, apa yang bakal Cailin lakukan? Jangan lupa kasih 💬 komentar, ❤️ vote, atau ⭐ ulasan buat kasih semangat ke Cailin & Shangkara biar ikatannya nggak makin kusut 😭💞 ~Luna yang otaknya ikutannya kusut

| 1
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    85 - Racun

    Cahaya pagi yang lembut menyusup melalui celah tirai, menerangi lantai di kamar Kaisar. Shangkara dan Cailin masih berpelukan, diselimuti selimut sutra. Untuk sesaat, waktu terasa berhenti. Cailin menikmati kedamaian, melupakan kekacauan di luar tembok istana.Cailin membuka matanya perlahan, kepalanya bersandar nyaman pada dada Shangkara. Ia bisa merasakan detak jantung pria itu yang kuat dan napasnya yang stabil.Jemari Cailin dengan ringan menelusuri segel di dada Shangkara. Tanda segel itu terasa halus dan hangat. Senyum kecil mengembang di bibirnya.Saat tangannya bergerak, Shangkara bergumam pelan dan matanya terbuka perlahan. Ia melihat Cailin dan senyum lelahnya muncul.“Selamat pagi,” bisik Cailin.“Pagi,” jawa

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    84 - Pemulihan

    Cailin, Ren, dan Guan yang kini menyamar sebagai pelayan baru Cailin menyusup kembali ke istana dengan lancar. Suasana istana masih tegang, namun langkah Cailin terasa ringan. Misi berhasil, dan kini ia memiliki sekutu di dalam dan luar tembok istana.“Ren, tolong antarkan Guan ke barak pelayan dan atur dia sebagai pelayan untukku,” pinta Cailin.Ren mengangguk, memahami tanpa perlu penjelasan lebih. “Saya akan pastikan identitasnya aman.”“Guan,” Cailin menoleh pada wanita itu, “berlatihlah bersamaku besok pagi. Aku ingin segera mempelajari teknik penyembuhan itu.”“Siap, Putri,” jawab Guan dengan hormat kemudian mengikuti Ren.Dengan hati yang lebih ringan, Cailin bergegas menuju kamar Shangkara. Ia mendorong pintunya perlahan dan menemukan Shangkara sedang berdiri di dekat jendela, menatap bulan sabit di luar. Angin malam memainkan helaian rambutnya, dan wangi dupa menguar pelan.“Shangkara,” panggil Cailin lembut.Ia menoleh, senyum tipis muncul di wajahnya yang lelah. “Kau sudah

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    83 - Sekutu

    Sore itu, di dalam kamar Kaisar, Shangkara berdiri mengenakan jubah ringan, wajahnya sedikit pucat tapi matanya jernih. Di hadapannya, Cailin bersiap dengan hanfu sederhana berwarna kelabu, rambutnya disanggul rendah seperti seorang pedagang biasa.Ren berdiri tak jauh, menunggu perintah terakhir.Shangkara menatap Cailin lama sebelum akhirnya berkata “Kau tidak perlu melakukan ini. Dunia di luar sedang berbahaya. Aku bisa kirimkan pasukan bayangan untuk menghubunginya.”Cailin menggeleng. “Tidak, aku harus datang sendiri.”Ren menunduk hormat, tapi suaranya tenang. “Saya sudah atur semuanya, yang mulia. Jalan menuju pasar timur aman.”Shangkara menatap Ren dalam-dalam. “Ren,” s

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    82 - Diplomasi

    Cailin masuk ke kamar Kaisar tanpa suara. Shangkara sudah terbaring, walau matanya masih terbuka, menatap langit-langit. Ada kerutan samar di antara alisnya, bukti bahwa ia belum sepenuhnya pulih.“Kau tidak tidur?” bisik Cailin, mendekat.“Aku tidak bisa,” jawab Shangkara, suaranya lelah. “Aku bisa merasakan apa yang terjadi di luar. Berita itu sudah meracuni ibu kota. Mereka takut.”Cailin duduk di tepi ranjang. Ia menggenggam tangan Shangkara, dan mengalirkan energi bulan yang sejuk. Kemudian, dengan nada serius, ia mulai bercerita.“Ada hal yang belum kuceritakan tentang perjalanan pulang dari kuil bulan. Waktu itu, kami mampir di Kota Angin.” Cailin menceritakan tentang pelayan tua keluarga Lian, cincin giok, dan perte

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    81 - Komunikasi

    Di ruang bawah tanah yang lembap di bawah kedai mi tua di sudut kota, cahaya dari kristal spiritual bulan memantul di wajah tiga anggota Klan Bulan yang setia. Moyan, pemuda yang melihat selebaran pagi itu, berbicara dengan suara rendah namun membara.“Istana dan rakyat sudah dimanipulasi,” tegas Moyan. “Mereka menyebut putri kita sebagai kutukan. Penyihir! Kita harus segera menyelamatkannya.”Pemilik kedai mi, seorang pria tua bernama Kong, menghela napas berat. “Kita harus berhati-hati, Moyan. Kita adalah sisa-sisa terakhir. Bergerak terburu-buru hanya akan mengkhianati Putri. Kita harus tetap bersembunyi.”Guan, seorang wanita muda di sudut lain berkata lirih, “Kita tak bisa menentang kekaisaran secara terbuka, Moyan. Jika kita gegabah, justru Putri bisa dalam bahaya.&rdq

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    80 - Badai

    Angin malam menyusup melalui kisi-kisi jendela kamar Shangkara. Wangi dupa obat masih tercium samar di udara. Shangkara duduk bersila di tepi ranjang, matanya terpejam, berusaha menstabilkan aliran Qi-nya yang masih bergejolak.Pintu kamar berderit pelan. Cailin masuk dan menutup pintu di belakangnya. Ia berjalan mendekat, berhenti beberapa langkah di depan Shangkara.“Shangkara,” panggilnya lirih.Pria itu membuka mata perlahan. “Cailin?”Cailin menatapnya tanpa berkata-kata untuk sesaat, lalu dengan suara yang tenang tapi tajam, ia bertanya,“Apa benar ... kau terikat pada Daiyu?”Shangkara terdiam. Hanya tangan kirinya yang mengepal pelan di atas lutut, ototnya menegang.Cailin maju satu langkah. “Aku butuh kebenaran.”“Ledakan ritual itu menciptakan sesuatu yang tidak seharusnya,” katanya akhirnya dengan suara serak. “Inti vermilion ku yang retak … tertarik ke jiwa Daiyu yang terluka. Sekarang sebagian qi ku terikat padanya. Jika dia mati,” ia berhenti, sorot matanya meredup, “aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status