"Pergilah jika itu pilihanmu! Tapi ingatlah, setelah kau menginjakkan kakimu di luar tanah Keluarga Jing. Sejak itulah, kau bukan lagi suamiku!" Jing Yue berucap tanpa menoleh sedikit pun.
"Kalau begitu, aku tidak akan pergi dari sisimu!" teriak Jiu Wang merasa sangat berat hati meninggalkan anak dan istrinya ini. "Aku tidak akan meninggalkanmu dan anak kita, Ah Yue!" "Tuan Muda, tuan muda kecil dan seluruh klan sudah menunggumu!" Salah seorang pengawal Keluarga Han mengingatkan sekali lagi. "Aaaaaaaarrgghh!" Sebuah jeritan panjang bernada tinggi dengan lambaran ilmu tenaga dalam terlepas dari mulut Jiu Wang. Para pengawal dari Keluarga Han pun harus berusaha keras menahan akibatnya. Darah segar seketika mengalir dari telinga dan hidung mereka. Para pria pengawal dari Keluarga Han saling memberi isyarat satu sama lain. Salah satu seorang dari mereka bergerak bangkit dan maju mendekati sang tuan muda. Pria itu memukul tengkuk Jiu Wang hingga tak sadarkan diri. "Maaf, Tuan Muda! Tak ada pilihan lain bagimu." "Nyonya! Ketua klan kami berpesan pada kami, bahwa anak itu tidak diperkenankan memakai nama dengan marga Keluarga Han. Karena dia terlahir akibat dari sebuah misi penghancuran. Jadi, selamanya dia tidak akan diakui oleh klan ayahnya. Ingat itu, Nyonya!" Selesai berucap mereka semua bersiap untuk pergi dari tempat berdarah itu. Mereka mengangkat tubuh Jiu Wang yang sudah dalam keadaan pingsan. "Baiklah. Aku berjanji untuk hal itu. Anak ini tidak akan pernah memakai nama asli pemberian dari ayahnya!" Jing Yue berucap dengan suara datar, dingin dan penuh dendam. "Baguslah, Nyonya! Anda masih sangat beruntung, karena kami tidak menghabisi Anda dan juga putra dari tuan muda pertama kami. Itu adalah yang sangat patut Nyonya syukuri!" ucap salah seorang dari para pengawal itu tanpa memedulikan perasaan istri kedua dari tuan mudanya ini. Para pengawal Keluarga Han segera membawa tubuh Jiu Wang yang ternyata adalah tuan muda pertama dari Keluarga Han dalam keadaan tidak sadarkan diri dan segera dibawa pulang ke wilayah utara di Daerah Huang Yun. Jiu Wang harus rela meninggalkan Jing Yue dan sang bayi yang baru berusia empat puluh hari, untuk kembali kepada istri pertamanya. Pria itu sebelumnya pernah memberikan Kitab Tujuh Kunci Langit dan sebilah tombak dengan sebuah tanda khusus agar kelak dia menemukan kembali putranya. Tinggalah Jing Yue berdua dengan bayinya menatap mayat-mayat yang berserakan. Mereka semua adalah keluarga dan orang-orang dari Keluarga Jing yang tinggal di kediaman itu. Dalam hati wanita itu hanya ada rasa dendam yang membara. Wanita itu telah bertekad untuk mendidik putranya untuk menjadi seorang yang lebih tidak berperasaan melampaui ayah dari bayi lelaki ini. "Anakku, kamu harus bisa menjadi orang yang sangat kuat agar dapat mengalahkan pembunuh Jing Zhao, kakekmu!" Jing Yue berucap sambil membelai kepala anaknya. "Ibu akan menjadikanmu sebagai penakluk dunia persilatan dari Puncak Gunung Naga!" "Kamu akan menjadi Kaisar Puncak Naga!" "Selamat datang, Kaisar Puncak Naga!" Jing Yue berteriak di tengah-tengah sisa-sisa kepulan asap pembakaran kediamannya. "Dan tombak ini!" Jing Yue meraih tombak yang tergeletak di samping mayat ayahnya. "Senjata inilah yang yang telah membunuh ayahku! Dan tombak ini juga yang akan menghabisi pembuatnya kelak!" Jing Yue yang masih memeluk bayi dan tombaknya tidak menyadari sama sekali akan keberadaan seseorang yang sudah lama memperhatikannya dari balik ilmu Tanpa Bayangan. "Ah Yue, pada akhirnya pria itu mengkhianatimu." Hua Yan berucap dalam hati sembari tersenyum tipis. Sepertinya, dia sedang merasa senang atas peristiwa yang terjadi di depan matanya. "Bagus! Ini juga sebuah jalan untuk mendapatkanmu, Ah Yue!" "Memangnya apa bagusnya, jika anakku ini memakai Marga Han?" Jing Yue tiba-tiba tertawa panjang dan menangis sembari memeluk anaknya. "Sampai kapan pun dia tak akan pernah memakai nama itu!" "Lihatlah, anakku! Sekarang mereka telah menjadi mayat akibat dari perbuatan ayahmu. Suatu hari nanti saat kau sudah menjadi pria yang kuat tak terkalahkan, kau balaslah perbuatan dan berikan kepala laki-laki biadab itu untuk menghias makam Jing Zhao kakekmu!" Jing Yue meraih tombak berwarna keemasan itu dan Kitab Tujuh Kunci Langit pemberian dari Jiu Wang. "Baguslah, dia memberikan senjata dan kitab itu untuk membunuh dirinya sendiri kelak!" "Ah Yue, kamu ikutlah bersamaku! Aku akan membantumu untuk membalaskan dendammu pada pria tak bermoral seperti dia." Sesosok tubuh tinggi besar dengan jubah hanfu biru dan suara dingin namun tajam, mengejutkan Jing Yue dari tangisnya. "Hua Yan Shi Xiong!" Wanita cantik itu mendongakkan wajah menatap pria berwajah tampan dengan ekspresi dingin yang memancar. Tak ada senyuman sama sekali. Hua Yan sedikit melengkungkan badannya ke depan mengulurkan tangan, menawarkan sebuah pegangan bagi Jing Yue yang sedang merasa sangat terpuruk dalam kesedihan terdalamnya. "Jadilah istriku. Aku akan merawat kalian berdua seumur hidupku dan membantu anak itu menemukan keadilannya!" ucap pria itu masih dengan suara datar dan dinginnya. Mata tajam Hua Yan tertuju kepada bayi lelaki mungil dalam dekapan Jing Yue. Tanpa pikir panjang lagi, Jing Yue mengangkat tubuh bayi laki-laki berbalut kain sutera merah dan memberikannya pada pria itu. Dia lalu berucap, "Aku percayakan anak ini padamu, jadikanlah dia muridmu!" "Baiklah." Pria tersebut menerima tubuh bayi laki-laki berwajah tampan nan cantik. Bayi itu memiliki wajah sang ibu dengan kulit sewarna dengan ayahnya. Pria berjubah biru mengangkat tinggi-tinggi tubuh si bayi bagai menyerahkannya pada langit sambil berseru, "Wahai langit dan bumi yang bersaksi di malam ini! Juga bintang dan rembulan yang terus bersembunyi! Saksikanlah seruan dan janjiku! Mulai saat ini, bayi lelaki yang ada di tanganku ini adalah muridku dan juga anakku! Dia akan meninggalkan marga ayah kandungnya serta akan mewarisi seluruh ilmuku!" "Mulai sekarang, namanya adalah Hua Ling! Dan dia akan kuresmikan menjadi tuan muda Sekte Lembah Berawan!" Selesai Hua Yan berseru, terdengarlah suara ledakan petir hingga beberapa kali bagai hendak menghancurkan angkasa malam. Ya! Dialah Hua Yan, seorang pria berjuluk Pembunuh Dalam Bayangan yang sangat ditakuti dengan kehebatan ilmu Tapak Dewa Petir-nya. "Ah Yue, ikut aku sekarang. Kita akan menikah secepatnya!" Hua Yan berucap seraya merengkuh tubuh lemah Jing Yue sambil masih menggendong bayi yang telah diangkat menjadi muridnya dan diberi nama Hua Ling. Jing Yue hanya sanggup berkata dengan setengah berbisik, "Baiklah, lakukan saja! Selama itu bisa membalaskan sakit hati kami!" "Bersiaplah, Ah Yue!" Hua Yan merengkuh tubuh wanita yang telah lama dia idamkan untuk dibawa kembali ke tempatnya saat ini. "Terima kasih, Shi Xiong!" Wanita itu telah bertekad untuk mengikuti dan mengabdi kepada pria ini demi membalaskan dendamnya. Jing Yue berbisik dalam hati. "Jiu Wang, tunggulah pembalasanku yang akan dilakukan oleh anakmu sendiri!" Hua Yan tersenyum tipis dalam keremangan. Dia merasa cukup puas atas apa yang didapatkannya pada malam ini. Pria itu pun melesat bagai terbang bersama para pengikutnya yang baru saja selesai membakar mayat-mayat korban dari keganasan Raja Arak. Mereka juga membawa tubuh Jing Zhao untuk dimakamkan sebagaimana layaknya seorang pemimpin sebuah keluarga besar. Perasaan Hua Yan terlalu bahagia setelah berhasil membawa Jing Yue dan bayinya meninggalkan puing-puing reruntuhan kediaman Keluarga Jing yang telah di bumi hanguskan oleh menantu mereka sendiri.Jing Ling menoleh cepat, menatap Hua Lin dengan alis terangkat. "Paman Kecil, itu kan dulu. Sekarang aku sudah tidak seperti itu. Mengapa Paman selalu mengungkitnya? Aku adalah orang yang paling bijaksana dan berhati lembut seperti kapas sutra." "Itu kalau kamu berada di depan ayah dan ibumu, tapi tidak kalau sedang sendirian atau bersama kami. Bukankah begitu, Ah Fei?" sergah Hua Lin, tak mau kalah. Hua Fei, yang sedari tadi duduk diam di pojok kereta, akhirnya tersenyum kecil. Dengan nada lembut tapi penuh kewibawaan, ia berkata, "Kalian berdua sama saja." Hua Yan menghela napas panjang, pandangannya memang tenang meski ada sirat kekhawatiran pada cahaya mata tajam pria tersebut. Hua Yan akhirnya berkata, "Sudahlah. Aku hanya berharap, semoga kalian benar-benar saling menjaga. Dunia luar adalah tempat yang penuh misteri dan bahaya yang tidak pernah bisa kita tebak. Jika sesuatu terjadi ... ingatlah, hubungan keluarga adalah kekuatan kalian." "Baik, Ayah." Jing Ling berseru.
"Hei, Ah Ling. Kami juga harus berpamitan." Hua Lin berucap seraya melangkah, menabrak sisi lengan Jing Ling yang sedang menghalangi jalan."Kalian ini!" Jing Ling berkacak pinggang, lalu mengibaskan tangannya. "Ya sudah. Pergi, pergi, pergi!" Jing Yue menoleh perlahan, napasnya tertahan ketika dua pemuda berdiri di hadapannya.Mata mereka diwarnai kesenduan, menyiratkan perasaan sedih yang tak bisa disembunyikan. Meski berusaha keras menahan tangis, matanya yang sembab tidak mampu menyembunyikan kesedihan mendalam. Dua garis air mata yang mengering tampak membekas di pipinya. Ia tersenyum lemah saat Hua Fei dan Hua Lin mendekat, keduanya bersiap untuk berpamitan. Mereka bukan sekadar anak didik bagi Jing Yue, kedua pemuda itu sudah seperti bagian dari jiwa dan hatinya.Kini, mereka akan meninggalkan rumah ini menuju Sekte Pilar Suci, sebuah tempat penuh misteri dan mungkin ada banyak bahaya menghadang di dalam perjalanan mereka menuju ke sana.Hua Fei memilih maju lebih dulu. Deng
Hua Yan masih berdiri tegak di depan paviliun utama Sekte Lembah Berawan. Sorot matanya tajam, menatap barisan kereta barang yang tak kurang dari sepuluh gerbong kereta. Ia berpikir, sebenarnya ini hendak pelatihan ataukah hendak pergi bertamasya? Para tetua ini sungguh berlebihan!Di hadapannya, barisan pria berseragam lengkap berdiri dengan disiplin. Setiap dari mereka membawa senjata berkilauan dan bendera kebesaran sekte, sementara empat kereta kuda mewah, dihiasi ukiran naga dan burung hong, telah siap mengiringi perjalanannya.“Haruskah seperti ini?” gumam Hua Yan, setengah mengeluh sambil menepuk dahinya.Tetua Hua Ming, yang berdiri tak jauh darinya, melangkah maju. “Pemimpin besar, ini semua telah diatur dengan cermat. Kewibawaan sekte harus dijaga, terlebih saat Anda berangkat ke misi penting seperti ini.”Namun, Hua Yan mengibaskan tangannya. "Sekali lagi, aku dan anak-anak itu bukan akan berangkat ke medan perang, Tetua Hua Ming. Para tuan muda kita butuh belajar kesederh
Jing Ling memejamkan matanya saat merasa ada kilat energi dingin memasuki dahinya. Energi itu semula terasa dingin, tetapi kemudian menjadi hangat. "Ini disebut sebagai Mata Dewa. Dengan penglihatan ini, kamu bisa melihat berbagai macam hal yang sebelumnya tak bisa kamu lihat." Leluhur Jing Shuang berkata setelah menarik kembali jarinya dari dahi Jing Ling. "Kamu tinggal memfokuskan penglihatan dan pikiranmu ketika melihat sesuatu yang kamu anggap tidak biasa. Dan kamu akan segera mengetahui rahasia-rahasia yang tidak bisa dilihat oleh orang biasa." "Mata Dewa?" Jing Ling membuka matanya, dan merasa penglihatannya menjadi semakin cemerlang. "Penglihatan Mata Dewa merupakan ilmu tingkat tinggi yang dipelajari dari Kitab Mata Dewa milik Keluarga Yu yang kutemukan dua ratus tahun lalu di peti mayat ahli waris yang tak diakui yang bernama Qing Yuan." Ada kesedihan dalam nada ucapan Leluhur Jing Shuang saat menyebutkan nama misterius ini. Jing Ling berpikir, 'Dua ratus tahun lalu ...
"Jangan takut. Aku adalah Jing Shuang, orang yang menciptakan cincin ini." Jing Ling sedikit panik, merasa bahwa pendengarannya saat ini sedang tidak normal. Pandangan matanya terus tertuju ke arah bayangan berwujud manusia yang terjebak di gumpalan sinar merah yang tampak samar. "Sudah sangat lama aku terjebak di tempat ini, menunggu seseorang dari penerusku datang dan menemukanku." Suara anggun dan lembut itu kembali terdengar dengan jelas. Jing Ling terkejut. Ternyata, sinar berwujud manusia itu bisa berbicara? Dan dia mengaku bernama Jing Shuang? Tunggu! Bukankah itu adalah nama yang disebutkan oleh Jing Yue, ibunya? "Jing Shuang?" Jing Ling luar biasa terkejut. "Jadi, Anda adalah Jing Shuang, pencipta dan pemilik Cincin Segala Ruang ini?" "Benar. Itu aku." Leluhur Jing Shuang berbalik dengan anggun, jubahnya berkibar, dan sinar merah yang menyelimutinya seketika menghilang. Sekarang, wujud asli pria muda yang sangat menawan bak seorang kaisar langit terlihat jelas. W
"Bagaimana mungkin itu adalah benda yang rusak? Kamu cobalah sekali lagi, Ah Lin!" Hua Lin mencoba memberi semangat kepada keponakannya. "Semangat!""Baiklah. Aku akan mencobanya sekali lagi." Jing Ling mengangguk, kemudian kembali memfokuskan pikiran agar dapat terhubung dengan cincin segala ruang miliknya.Namun, masih tidak ada yang terjadi meskipun ia telah mencobanya hingga berulang kali.Jing Ling menarik napas sesaat dengan perasaan kecewa. "Tetap tidak bisa.""Aneh ... mengapa tetap tidak bisa?" Hua Fei juga tak mengerti.Jing Ling tak bisa lagi menyembunyikan kekecewaan sekaligus rasa penasarannya.Ia menghadap kembali kepada sang ibu. "Ibu, aku tak bisa menggunakan cincin ini. Meskipun aku berusaha keras menyatukan pikiranku, tetapi aku tak bisa merasakan apa pun. Aku jadi berpikir kalau benda ini tidak berjodoh denganku, atau mungkin saja benda ini memang sudah rusak.""Itu tidak rusak. Tapi memang cincin milikmu itu sedikit berbeda dengan benda ruang milik Ah Fei dan Ah Li