Share

DILEMA

Di dinding wisma dan pagar keliling juga terdapat banyak sekali pohon anggrek tumbuh menempel erat pada tembok bangunan tersebut. Mereka menjuntaikan sulur-sulur batang penuh bunga yang tengah bermekaran, seperti dengan sengaja memamerkan kecantikan kelopak-kelopak mahkotanya.

Sesuatu yang aneh adalah, hanya wisma itu saja yang masih utuh tanpa ada kerusakan sedikit pun atau kobaran api seperti di tempat yang lain. Hal itu membuat perasaan pemuda berambut hitam lurus menjadi sedikit lega. Dia sungguh berharap, jika orang yang dicarinya dalam keadaan selamat.

"Ah Yue!" Tuan muda itu menjadi sangat panik karena keadaan wisma tersebut sangat sepi. "Ah Yueeeeee!"

"Ah Yue, buka pintunyaaaaa!"

"Ah Yue! Ah Yueee, apa kau baik-baik sajaaa?" Pemuda itu berkali-kali mengetuk pintu rumah Jing Yue. Tak ada sahutan ataupun pintu yang dibuka dari dalam. Hal itu membuat pemuda itu semakin cemas dan merasa sangat penasaran. "Ah Yue! Maafkan aku, kalau aku sedikit mengganggumu. Aku hanya ingin memastikan keadaanmu!"

Pria yang bersama sang tuan muda ikut memeriksa keadaan sekitar rumah yang sunyi. Lelaki itu berkata, "Tuan Muda, sepertinya tempat ini sepi. Mungkin, Nona Jing Yue sudah pergi dari sini."

"Mungkin saja, aku berharap demikian juga. Tapi, di mana dia?" Pria muda berpakaian hanfu biru itu tidak menemukan orang yang dicarinya.

"Bagaimana, Tuan Muda Hua Yan?"

"Sepertinya memang sepi. Kalau begitu, aku akan melihatnya ke dalam!" Hua Yan yang masih merasa penasaran disertai kecemasan, segera dengan perlahan membuka pintu kediaman yang ternyata tidak dikunci sama sekali. Keduanya segera masuk dan berpencar ke segala arah untuk mencari keberadaan Jing Yue.

"Tuan Muda Yan! Aku tidak menemukan apa pun. Tidak ada siapa-siapa di wisma ini!" Pria pengawal melaporkan kepada Hua Yan yang merupakan kakak seperguruan dari Jing Yue.

"Benar sekali. Memang tidak ada siapa pun!" sahut Hua Yan dengan perasaan masih diliputi kecemasan. "Kita cari ke tempat lain!"

"Baiklah, Tuan Muda!" Mereka berdua pun memutuskan untuk kembali ke pusat kekacauan dan bergabung kembali dengan kawan mereka.

Pria muda tampan itu melangkahkan kaki di antara reruntuhan bangunan. Sesekali pula dia menyibak puing-puing dan mendapati mayat-mayat dengan luka tikam sebuah senjata yang sangat tajam. Pemuda itu bertanya-tanya sendiri dalam hati. "Siapa yang melakukan semua ini?"

"Tuan muda, sepertinya kita terlambat! Tidak ada satu pun dari orang-orang ini yang masih hidup!" Salah seorang penjaga berseru dari kejauhan sembari memeriksa beberapa tubuh mayat yang dia ketemukan.

"Benarkah? Adakah di antara mereka, orang yang kau kenal?" bertanyalah Hua Yan kepada para pengikutnya yang lain.

"Mereka semua para penjaga dan pelayan kediaman ini," jawab pria yang sedang meneliti para mayat.

Hua Yan berbisik dalam hati. "Ah Yue, maafkan atas keterlambatanku kali ini!"

"Tuan Muda, apakah yang akan kita lakukan sekarang?" bertanya salah seorang di antara pengikut Hua Yan.

"Kalian semua, cepat padamkan api dan bantulah orang-orang itu mengurus mayat-mayat itu! Bagaimanapun juga, Ah Yue adalah adik seperguruanku. Membantunya adalah hal yang wajar." Hua Yan menjawab sekaligus memberi perintah. "Kalian bertindaklah! Aku akan mencari Ah Yue dan ayahnya. Aku masih merasa khawatir dengan keadaan mereka."

"Siap laksanakan perintah, Tuan Muda!" Para pria pengikut Hua Yan membungkukkan badan sembari melakukan salam soja sebagai penghormatan. Mereka pun segera melaksanakan perintah dari sang tuan muda mereka.

"Pergilah!" Hua Yan berkata sembari melesat pergi dengan menggunakan ilmu peringan tubuh. Tujuannya kali ini adalah kediaman Jing Zhao dan pada saat pemuda itu tiba di pelataran tempat tinggal kepala Keluarga Jing, dirinya sangat terkejut melihat Jing Yue sedang duduk bersimpuh sambil menangis di sisi mayat pria tua yang sangat dia kenal.

"Paman Zhao!" Mata Hua Yan terbelalak lebar dengan mulut ternganga. "Pria itu, bukankah suaminya?"

Hua Yan tidak ingin kedatangannya diketahui oleh pasangan suami istri yang terlihat dalam kondisi yang sedang tidak baik-baik saja. Pemuda itu memutuskan menyembunyikan diri dengan sebuah ilmu menghilang yang bernama ilmu Tanpa Bayangan.

"Ah Yue, jika dia berani menyakitimu. Maka akulah yang akan menjadi pembelamu. Bahkan jika aku harus bertarung dengan suamimu itu sekalipun!" Yan Hua berkata-kata sendiri dalam lingkup ruang bayang ilmunya. Tentu saja setiap ucapan lelaki muda itu, tidak akan bisa didengar oleh siapa pun.

"Ah Yue, maafkan aku! Aku terpaksa menyakitimu dan anak kita!" Jiu Wang dengan rasa bersalahnya berkata, "Ah Yue istriku! Sejujurnya, sejak pertama kali aku melihatmu. Aku benar-benar lupa pada tugas yang diberikan para tetua klan padaku. Di hadapanmu, aku juga telah lupa pada istri dan anakku yang lain!"

"Ternyata dia memang sudah memiliki istri sebelum menikahiku," bisik Jing Yue dalam hati dengan kepedihan yang dalam.

Jing Yue duduk bersimpuh di tengah puing-puing kediaman keluarganya yang telah hancur dan terbakar. Wanita yang masih merasa lemah akibat dari melahirkan itu pun hanya bisa menangis sesenggukan menahan kepedihan yang tiada tara.

"Ah Yue, jika hari saat kau meminta pembalasan atas semua yang aku lakukan padamu itu tiba." Jiu Wang berkata penuh kepasrahan. "Maka aku melepaskan senjata dan tidak akan menggunakan semua ilmu."

"Aku tak akan melawanmu dan aku akan menyerahkan nyawaku dengan suka rela, sebagai ganti atas penderitaan kalian!" Jiu Wang telah merelakan hidupnya untuk diambil oleh sang istri. Bagaimanapun juga, dia sangat menyesali semua tindakannya.

"Suamiku! Jika kau benar-benar pergi kali ini! Maka, jangan harap anak ini memakai Margamu untuk namanya! Jangan harap kau mendengar suaranya untuk memanggilmu ayah!" Jing Yue menangis histeris sembari memeluk bayinya yang terus menangis.

"Atau, kau bunuh saja kami berdua seperti kau membantai seluruh Keluarga Jing!" Jing Yue berteriak dengan suara keras.

"Ah Yue, meskipun menumpas Keluarga Jing adalah misiku. Tetapi, aku tidak memiliki niat untuk membunuh istri dan anaku! Aku mencintaimu, Ah Yue! Aku mencintaimu hingga sudah tak terbilang berapa banyak tuan muda yang aku bunuh, hanya karena mereka mendaratkan pandangannya pada kecantikanmuu!" Jiu Wang berkata dengan setengah berteriak.

"Aku juga sangat mencintainya!" Sepasang mata elang Jiu Wang yang telah sembab menatap kepada bayi lelakinya. Betapa manis dan mungilnya bayi itu, membuat hati lelaki itu sungguh merasa semakin tersayat.

Jing Yue segera menyahut, "Omong kosong apa yang kau bicarakan? Toh pada akhirnya, kau tetap mengkhianati dan akan meninggalkan kamiii!"

"Ah Yue, aku pun tak ingin melakukan semua ini! Aku juga terpaksa ... Ah Yue, aku memiliki alasan yang tak bisa kujelaskan padamu!" Jiu Wang merangkak ingin memeluk istri dan bayinya.

"Jangan sentuh kami!"

Bersambung

Comments (11)
goodnovel comment avatar
Serpihan Salju
primadona kampus
goodnovel comment avatar
Serpihan Salju
Kenapaaaaaaa?
goodnovel comment avatar
Serpihan Salju
Ntar jg jelas
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status