Share

PUNCAK NAGA MEMBARA

Jiu Wang kembali dengan membawa syarat sayembara dan penuh suka cita pria itu menikahi Jing Yue, Persik Gunung Naga yang memiliki kecantikan bak bidadari pada masa mudanya. Dia bahkan tak pernah membiarkan lelaki menatap dan menikmati keindahan wanitanya. Jiu Wang tak akan pernah segan-segan untuk menarik dan membenamkan ujung tombaknya ke dalam tubuh lelaki lain yang berani mencuri pandang terhadap Jing Yue.

Pernikahan mereka berjalan dengan lancar dan berhasil membuahkan seorang bayi lelaki. Sebagai rasa bahagianya atas kehadiran sang putra, Jiu Wang telah menempa sepasang tombak kembar bermata dari batu bintang hitam merah.

Pada bilah kedua tombak tersebut, masing-masing berhiaskan ukiran nama Jing Yue dan nama sang bayi pemberian dari Jiu Wang. Sebatang tombak lainnya sengaja dia simpan secara rahasia dan tidak ada satu pun orang yang mengetahuinya. Sepertinya, pria itu sengaja menyimpannya untuk orang lain.

Namun rupanya, kebahagiaan pasangan itu tidak bisa berlangsung lama. Keluarga kecil yang semula sangat bahagia tersebut harus berakhir dengan sangat singkat. Jiu Wang menerima sebuah surat rahasia dari Klan Wen yang memaksa Jiu Wang harus membantai seluruh keluarga istrinya dan mencari sebuah benda pusaka yang diinginkan oleh Klan Wen sejak lama.

Walaupun barang pusaka kuno itu tak berhasil ia dapatkan, akan tetapi Jiu Wang harus tetap memenuhi sumpahnya untuk menghancurkan Keluarga Jing. Hal itu dikarenakan keluarganya juga di bawah ancaman Klan Wen. Sebagai seorang tuan muda pertama penerus keluarga besarnya, Jiu Wang harus bertanggung jawab dan memikul beban seberat Gunung Hua San.

Selain Jing Yue dan putranya yang baru berusia empat puluh hari, tak ada seorang pun yang dibiarkan hidup oleh Jiu Wang di malam pembantaian ini. Raja Arak menatap nanar pada kobaran api dan mayat-mayat yang bergelimangan akibat ulahnya sendiri. Tombak Naga Emas telah meminum darah dari orang-orang yang menjadi korban pembantaian.

"Suamiku, kau benarkah kau yang telah membunuh ayahku? Kau ... kau yang melakukan semua ini?" Jing Yue masih menatap darah di telapak tangannya dengan uraian air mata yang mengalir deras laksana rinai hujan di musim keenam. Hatinya bagaikan disayat-sayat oleh tajam sembilu kulit bambu.

"Ah Yue, maafkan aku!" Pria bergelar Pembunuh Tak Berperasaan dan juga Raja Arak itu hanya bisa melontarkan sekalimat kata yang terlalu murah untuk diucapkan, setelah dia menghilangkan ratusan nyawa di kediaman Keluarga Jing.

Lalu, bagaimana bisa hanya dengan sebuah kata maaf, seorang Jing Yue bisa melepaskan kekecewaan, dendam dan perasaannya yang telah hancur lebur? Malam itu juga, hati wanita itu seketika mati rasa dan membeku terhadap suaminya sendiri. Keadaan jasad sang ayah dan puluhan penghuni kediaman terlampau mengerikan.

Jing Yue pun dengan suara lirih menahan perasaan perih, bertanya seolah kepada dirinya sendiri. "Maaf? Hanya sepatah kata maaf?"

"Mengapa tidak sekalian saja kau menghabisi kami berdua?"Jing Yue beralih menatap bayi lelaki yang mulai meredakan tangisnya. Bayi merah itu terlihat lelah dan sedikit tenang setelah mengisap ujung ibu jarinya sendiri. Wajah tampannya yang mungil dan lucu membuat perasaan sang ibu semakin tersayat-sayat kepiluan. "Lalu, kau bunuhlah kami berduaaaa!"

"Tidak, Ah Yue! Kau adalah istriku dan dia darah dagingku! Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menyakiti kalian berduaaa! Tidak akan ... tidak akaaaan!" Jiu Wang berteriak dalam tangis penyesalannya. "Aku menyesal! Aku sungguh sangat menyesal, Ah Yueeee!"

Jing Yue merasa sangat muak dengan ucapan suaminya. Dia pun lalu bertanya, "Menyesal? Kau bilang menyesal?"

Jiu Wang hanya bisa menganggukan kepalanya yang terasa sangat berat dan kaku. Air mata masih terus berlinangan, akan tetapi rasa dan kata menyesal pun tidak akan pernah untuk menghapus dosa dan kesalahannya terhadap Jing Yue. Penyesalan yang terlalu terlambat dan sangat tidak berguna tentu saja.

"Mengapa tidak bisa? Mengapa kau keberatan melakukannya? Bukankah kau dengan sangat mudah membantai orang-orang di kediaman ini?" Jing Yue bertanya dengan nada tajam.

"Tidak, Ah Yue! Aku tidak akan pernah menyakitimu dan anak kitaaaa!" Jiu Wang berteriak dengan suara parau. "Bahkan seandainya mereka yang telah membuatku melakukan hal ini, memintaku untuk membunuhmu dan bayi kita. Maka, lebih baik aku yang membunuh diriku sendiri!"

"Omong kosong! Kau bahkan telah membunuh ayahku yang sudah menjadi ayah keduamu! Dia bahkan tak pernah bertanya tentang asal usulmu, karena engkau adalah yang berhasil memenangkan sayembara itu. Sekaligus memenangkan hatiku, tapi ternyata kau telah menyalahgunakan ketulusan kami!" Jing Yue berucap di sela isak tangis, sembari memeluk bayinya yang kembali menangis.

"Jangan mendekat!" Jing Yue tidak ingin Jiu Wang mendekatinya. Dia sudah merasa jijik dan benci pada pria pembunuh Jing Zhao ayah kandungnya.

Hati Jiu Wang merasa sangat tersayat-sayat oleh ucapan sang istri, terlebih lagi dengan suara tangisan putra tercintanya. Lelaki itu merangkak ingin meraih kedua orang yang sangat dia sayangi. Namun, Jing Yue bangkit dan bergerak menjauh dari jangkauan tangan suaminya.

"Jangan mendekaaat!" Jing Yue membentak suaminya dengan air mata yang terus bercucuran. "Jangan sentuh kami!"

"Ah Yue! Ah Yue, maafkan akuuu! Ini sungguh bukan keinginanku! Bukan rencanaku, tapi merekalah yang memaksaku!" Pria itu hanya bisa terus meratapi yang sudah terjadi. "Ini sungguh bukan kemauankuuuu!"

Sementara itu, mereka tidak menyadari akan kehadiran orang-orang berpakaian seragam biru tua yang merasa sangat terkejut melihat kekacauan di tempat tersebut. Seorang pria muda tampan beraura dingin dengan sorot mata tajam menikam, baru saja tiba bersama dengan para pengikutnya. Mereka mendapati keadaan kediaman Keluarga Jing yang sudah menjadi lautan api.

"Ah Yue! Paman Zhao!" Wajah pria muda itu terlihat cemas, hingga dia dengan setengah berlarian mencari orang-orang yang sangat penting baginya. "Di mana mereka?"

"Benar-benar malam yang sangat mengerikan!" bisik Hua Yan dalam hati seraya menatap kobaran api. "Gunung Naga telah menjadi lautan api!"

"Puncak Naga membara!" seru Hua Yan dalam kesedihannya, mengingat tempat ini juga sangat berarti baginya.

"Tuan Mudaaa!" Salah seorang dari mereka mengejar pria muda yang sekarang berlari ke arah bangunan tempat tinggal Jing Yue.

"Kalian semua! Segera periksa tempat yang lainnya. Kumpulkan siapa saja yang mungkin masih hidup!" Pria muda itu memberi perintah.

"Siap!" Para pria pengikut pria muda berjubah biru itu pun segera berhamburan ke segala arah.

"Ah Yueeee!" Pemuda tampan berjubah biru berteriak saat dirinya tiba di pelataran kediaman Jing Yue.

Wisma kecil nan indah, berdiri dengan anggun di tengah-tengah taman bunga peony yang cantik dan tumbuhan lili laba-laba merah. Keduanya adalah bunga kesayangan mendiang ibu dari Jing Yue, sedangkan di sisi yang lain ditumbuhi oleh beberapa batang pohon loquat yang sedang berbuah meskipun belum matang.

Di dinding wisma dan pagar keliling juga terdapat banyak sekali pohon anggrek tumbuh menempel erat pada tembok bangunan tersebut. Mereka menjuntaikan sulur-sulur batang penuh bunga yang tengah bermekaran, seperti dengan sengaja memamerkan kecantikan kelopak-kelopak mahkotanya.

Sesuatu yang aneh adalah, hanya wisma itu saja yang masih utuh tanpa ada kerusakan sedikit pun atau kobaran api seperti di tempat yang lain. Hal itu membuat perasaan pemuda berambut hitam lurus menjadi sedikit lega. Dia sungguh berharap, jika orang yang dicarinya dalam keadaan selamat.

"Ah Yue!" Tuan muda itu menjadi sangat panik karena keadaan wisma tersebut sangat sepi. "Ah Yueeeeee!"

"Ah Yue, buka pintunyaaaaa!"

Comments (8)
goodnovel comment avatar
Serpihan Salju
Bangeeeettt
goodnovel comment avatar
Serpihan Salju
Iyaaaa, tp yaa gitu
goodnovel comment avatar
Serpihan Salju
para penolong ......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status