Jiu Wang kembali dengan membawa syarat sayembara dan penuh suka cita pria itu menikahi Jing Yue, Persik Gunung Naga yang memiliki kecantikan bak bidadari pada masa mudanya. Dia bahkan tak pernah membiarkan lelaki menatap dan menikmati keindahan wanitanya. Jiu Wang tak akan pernah segan-segan untuk menarik dan membenamkan ujung tombaknya ke dalam tubuh lelaki lain yang berani mencuri pandang terhadap Jing Yue.
Pernikahan mereka berjalan dengan lancar dan berhasil membuahkan seorang bayi lelaki. Sebagai rasa bahagianya atas kehadiran sang putra, Jiu Wang telah menempa sepasang tombak kembar bermata dari batu bintang hitam merah.Pada bilah kedua tombak tersebut, masing-masing berhiaskan ukiran nama Jing Yue dan nama sang bayi pemberian dari Jiu Wang. Sebatang tombak lainnya sengaja dia simpan secara rahasia dan tidak ada satu pun orang yang mengetahuinya. Sepertinya, pria itu sengaja menyimpannya untuk orang lain.Namun rupanya, kebahagiaan pasangan itu tidak bisa berlangsung lama. Keluarga kecil yang semula sangat bahagia tersebut harus berakhir dengan sangat singkat. Jiu Wang menerima sebuah surat rahasia dari Klan Wen yang memaksa Jiu Wang harus membantai seluruh keluarga istrinya dan mencari sebuah benda pusaka yang diinginkan oleh Klan Wen sejak lama.Walaupun barang pusaka kuno itu tak berhasil ia dapatkan, akan tetapi Jiu Wang harus tetap memenuhi sumpahnya untuk menghancurkan Keluarga Jing. Hal itu dikarenakan keluarganya juga di bawah ancaman Klan Wen. Sebagai seorang tuan muda pertama penerus keluarga besarnya, Jiu Wang harus bertanggung jawab dan memikul beban seberat Gunung Hua San.Selain Jing Yue dan putranya yang baru berusia empat puluh hari, tak ada seorang pun yang dibiarkan hidup oleh Jiu Wang di malam pembantaian ini. Raja Arak menatap nanar pada kobaran api dan mayat-mayat yang bergelimangan akibat ulahnya sendiri. Tombak Naga Emas telah meminum darah dari orang-orang yang menjadi korban pembantaian."Suamiku, kau benarkah kau yang telah membunuh ayahku? Kau ... kau yang melakukan semua ini?" Jing Yue masih menatap darah di telapak tangannya dengan uraian air mata yang mengalir deras laksana rinai hujan di musim keenam. Hatinya bagaikan disayat-sayat oleh tajam sembilu kulit bambu."Ah Yue, maafkan aku!" Pria bergelar Pembunuh Tak Berperasaan dan juga Raja Arak itu hanya bisa melontarkan sekalimat kata yang terlalu murah untuk diucapkan, setelah dia menghilangkan ratusan nyawa di kediaman Keluarga Jing.Lalu, bagaimana bisa hanya dengan sebuah kata maaf, seorang Jing Yue bisa melepaskan kekecewaan, dendam dan perasaannya yang telah hancur lebur? Malam itu juga, hati wanita itu seketika mati rasa dan membeku terhadap suaminya sendiri. Keadaan jasad sang ayah dan puluhan penghuni kediaman terlampau mengerikan.Jing Yue pun dengan suara lirih menahan perasaan perih, bertanya seolah kepada dirinya sendiri. "Maaf? Hanya sepatah kata maaf?""Mengapa tidak sekalian saja kau menghabisi kami berdua?"Jing Yue beralih menatap bayi lelaki yang mulai meredakan tangisnya. Bayi merah itu terlihat lelah dan sedikit tenang setelah mengisap ujung ibu jarinya sendiri. Wajah tampannya yang mungil dan lucu membuat perasaan sang ibu semakin tersayat-sayat kepiluan. "Lalu, kau bunuhlah kami berduaaaa!""Tidak, Ah Yue! Kau adalah istriku dan dia darah dagingku! Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menyakiti kalian berduaaa! Tidak akan ... tidak akaaaan!" Jiu Wang berteriak dalam tangis penyesalannya. "Aku menyesal! Aku sungguh sangat menyesal, Ah Yueeee!"Jing Yue merasa sangat muak dengan ucapan suaminya. Dia pun lalu bertanya, "Menyesal? Kau bilang menyesal?"Jiu Wang hanya bisa menganggukan kepalanya yang terasa sangat berat dan kaku. Air mata masih terus berlinangan, akan tetapi rasa dan kata menyesal pun tidak akan pernah untuk menghapus dosa dan kesalahannya terhadap Jing Yue. Penyesalan yang terlalu terlambat dan sangat tidak berguna tentu saja."Mengapa tidak bisa? Mengapa kau keberatan melakukannya? Bukankah kau dengan sangat mudah membantai orang-orang di kediaman ini?" Jing Yue bertanya dengan nada tajam."Tidak, Ah Yue! Aku tidak akan pernah menyakitimu dan anak kitaaaa!" Jiu Wang berteriak dengan suara parau. "Bahkan seandainya mereka yang telah membuatku melakukan hal ini, memintaku untuk membunuhmu dan bayi kita. Maka, lebih baik aku yang membunuh diriku sendiri!""Omong kosong! Kau bahkan telah membunuh ayahku yang sudah menjadi ayah keduamu! Dia bahkan tak pernah bertanya tentang asal usulmu, karena engkau adalah yang berhasil memenangkan sayembara itu. Sekaligus memenangkan hatiku, tapi ternyata kau telah menyalahgunakan ketulusan kami!" Jing Yue berucap di sela isak tangis, sembari memeluk bayinya yang kembali menangis."Jangan mendekat!" Jing Yue tidak ingin Jiu Wang mendekatinya. Dia sudah merasa jijik dan benci pada pria pembunuh Jing Zhao ayah kandungnya.Hati Jiu Wang merasa sangat tersayat-sayat oleh ucapan sang istri, terlebih lagi dengan suara tangisan putra tercintanya. Lelaki itu merangkak ingin meraih kedua orang yang sangat dia sayangi. Namun, Jing Yue bangkit dan bergerak menjauh dari jangkauan tangan suaminya."Jangan mendekaaat!" Jing Yue membentak suaminya dengan air mata yang terus bercucuran. "Jangan sentuh kami!""Ah Yue! Ah Yue, maafkan akuuu! Ini sungguh bukan keinginanku! Bukan rencanaku, tapi merekalah yang memaksaku!" Pria itu hanya bisa terus meratapi yang sudah terjadi. "Ini sungguh bukan kemauankuuuu!"Sementara itu, mereka tidak menyadari akan kehadiran orang-orang berpakaian seragam biru tua yang merasa sangat terkejut melihat kekacauan di tempat tersebut. Seorang pria muda tampan beraura dingin dengan sorot mata tajam menikam, baru saja tiba bersama dengan para pengikutnya. Mereka mendapati keadaan kediaman Keluarga Jing yang sudah menjadi lautan api."Ah Yue! Paman Zhao!" Wajah pria muda itu terlihat cemas, hingga dia dengan setengah berlarian mencari orang-orang yang sangat penting baginya. "Di mana mereka?""Benar-benar malam yang sangat mengerikan!" bisik Hua Yan dalam hati seraya menatap kobaran api. "Gunung Naga telah menjadi lautan api!""Puncak Naga membara!" seru Hua Yan dalam kesedihannya, mengingat tempat ini juga sangat berarti baginya."Tuan Mudaaa!" Salah seorang dari mereka mengejar pria muda yang sekarang berlari ke arah bangunan tempat tinggal Jing Yue."Kalian semua! Segera periksa tempat yang lainnya. Kumpulkan siapa saja yang mungkin masih hidup!" Pria muda itu memberi perintah."Siap!" Para pria pengikut pria muda berjubah biru itu pun segera berhamburan ke segala arah."Ah Yueeee!" Pemuda tampan berjubah biru berteriak saat dirinya tiba di pelataran kediaman Jing Yue.Wisma kecil nan indah, berdiri dengan anggun di tengah-tengah taman bunga peony yang cantik dan tumbuhan lili laba-laba merah. Keduanya adalah bunga kesayangan mendiang ibu dari Jing Yue, sedangkan di sisi yang lain ditumbuhi oleh beberapa batang pohon loquat yang sedang berbuah meskipun belum matang.Di dinding wisma dan pagar keliling juga terdapat banyak sekali pohon anggrek tumbuh menempel erat pada tembok bangunan tersebut. Mereka menjuntaikan sulur-sulur batang penuh bunga yang tengah bermekaran, seperti dengan sengaja memamerkan kecantikan kelopak-kelopak mahkotanya.Sesuatu yang aneh adalah, hanya wisma itu saja yang masih utuh tanpa ada kerusakan sedikit pun atau kobaran api seperti di tempat yang lain. Hal itu membuat perasaan pemuda berambut hitam lurus menjadi sedikit lega. Dia sungguh berharap, jika orang yang dicarinya dalam keadaan selamat."Ah Yue!" Tuan muda itu menjadi sangat panik karena keadaan wisma tersebut sangat sepi. "Ah Yueeeeee!""Ah Yue, buka pintunyaaaaa!"Di dinding wisma dan pagar keliling juga terdapat banyak sekali pohon anggrek tumbuh menempel erat pada tembok bangunan tersebut. Mereka menjuntaikan sulur-sulur batang penuh bunga yang tengah bermekaran, seperti dengan sengaja memamerkan kecantikan kelopak-kelopak mahkotanya.Sesuatu yang aneh adalah, hanya wisma itu saja yang masih utuh tanpa ada kerusakan sedikit pun atau kobaran api seperti di tempat yang lain. Hal itu membuat perasaan pemuda berambut hitam lurus menjadi sedikit lega. Dia sungguh berharap, jika orang yang dicarinya dalam keadaan selamat."Ah Yue!" Tuan muda itu menjadi sangat panik karena keadaan wisma tersebut sangat sepi. "Ah Yueeeeee!""Ah Yue, buka pintunyaaaaa!""Ah Yue! Ah Yueee, apa kau baik-baik sajaaa?" Pemuda itu berkali-kali mengetuk pintu rumah Jing Yue. Tak ada sahutan ataupun pintu yang dibuka dari dalam. Hal itu membuat pemuda itu semakin cemas dan merasa sangat penasaran. "Ah Yue! Maafkan aku, kalau aku sedikit mengganggumu. Aku hanya ingin memasti
"Jangan sentuh kami dengan tangan kotormu itu! Kau telah membasuhnya dengan darah ayah dan juga saudara-saudaraku! Kau pikirkan saja sekarang! Masih pantaskah kau menyentuh kami berdua?" Jing Yue berteriak sembari menghindar. Dirinya sudah merasa teramat jijik dengan pria yang masih bergelar suaminya."Ah Yue, maafkan aku! Aku sangat terpaksa melakukannyaaa! Keluargaku yang lain juga dalam ancaman. Aku-aku ... aaaarrhhh! Haruskah aku meninggalkan merekaaa?" Jiu Wang berteriak setinggi gunung pencakar langit."Mengapa tidak ada pilihan lain?" Jiu Wang meremas-remas rambutnya sendiri dengan penuh penyesalan, kegeraman dan kemarahan yang bercampur menjadi satu. "Mengapaa aku disudutkan pada persoalan seperti ini?""Mengapaaaaaa?""Mengapa kau bertanya padaku? Jika kau pergi malam ini juga. Maka, sejak kau melangkah keluar dari tanah kediaman ini. Aku Jing Yue, sudah bukan istrimu lagi! Dan jangan pernah berharap kau bisa melihat anak ini tumbuh dengan menggunakan nama margamu! Bahkan, aku
"Pergilah jika itu pilihanmu! Tapi ingatlah, setelah kau menginjakkan kakimu di luar tanah Keluarga Jing. Sejak itulah, kau bukan lagi suamiku!" Jing Yue berucap tanpa menoleh sedikit pun."Kalau begitu, aku tidak akan pergi dari sisimu!" teriak Jiu Wang merasa sangat berat hati meninggalkan anak dan istrinya ini. "Aku tidak akan meninggalkanmu dan anak kita, Ah Yueee!""Tuan Muda, tuan muda kecil dan seluruh klan sudah menunggumu!" Salah seorang pengawal Keluarga Han mengingatkan sekali lagi."Aaaaaaaarrgghh!" Sebuah jeritan panjang bernada tinggi dengan lambaran ilmu tenaga dalam terlepas dari mulut Jiu Wang. Para pengawal dari Keluarga Han pun harus berusaha keras menahan akibatnya. Darah segar seketika mengalir dari telinga dan hidung mereka.Para pria pengawal dari Keluarga Han saling memberi isyarat satu sama lain. Salah satu seorang dari mereka bergerak bangkit dan maju mendekati sang tuan muda. Pria itu memukul tengkuk Jiu Wang hingga tak sadarkan diri. "Maaf, Tuan Muda! Tak a
17 tahun kemudian.Pada suatu hari yang cerah di Gunung Naga.Sinar mentari sudah tidak lagi menyengat, tetapi masih terasa cukup hangat di permukaan kulit. Cahayanya menembus hutan pinus di perbatasan perbukitan, menambah keelokan pemandangan di sana.Di padang rumput yang tak seberapa luas, seorang anak muda berlarian menerobos semak belukar dan kelebatan rumput ilalang. Dia bahkan tidak memedulikan kulit halus kaki-kaki kokohnya yang sesekali tergores oleh duri-duri dari tanaman liar hingga berdarah. Tampaknya, pemuda itu sedang memburu sesuatu.Anak muda itu berhenti di depan semak perdu yang cukup rimbun. Mata indah dengan iris birunya mengawasi suatu pergerakan kecil pada tumbuhan berumpun berdaun kecil, panjang dan memiliki warna hijau kekuningan.Mulut pemuda itu lirih bergumam, "Di mana dia? Bukankah tadi dia lari ke sini?"Suara gemerisik nan samar disertai desisan lembut telah menjatuhkan sepasang mata cantik itu mengalihkan perhatian pada sisi semak yang lain. Seutas benda
"Mengapa dia selalu saja tidak sabaran sekali?" Hua Fei hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang kali. Dia berjalan menyusul saudara mudanya sembari menggendong keranjang milik Jing Ling.Di sepanjang perjalanan, mulut bocah itu terus bergumam seperti sedang menghafalkan sesuatu."Daun mongoose, minyak kelapa, minyak lavender, lalu ... apa lagi?" Hua Fei berjalan sembari membuka buku tentang pengobatan. "Mungkinkah batu giok hitam juga bisa untuk menyerap racun pada luka bekas gigitan ular.""Mengisap racun dari bekas luka justru tidak diperbolehkan, karena racun bisa tertelan dan mengakibatkan hal yang sangat berbahaya bagi si pengisap." Hua Fei masih sibuk dengan buku metode penanganan pertama pada korban gigitan ular.Baru beberapa ratus langkah Hua Fei berjalan, dia dikejutkan oleh suara ramai anak-anak lain tertawa. Anak itu berlari-lari ke arah suara keributan dan mendapati pemandangan yang membuatnya bukan hanya terkejut, tetapi juga merasa sangat marah. Hua Fei bergegas meng
"Apa kau bilang? Apakah aku sudah salah dengar?" Hua Fei yang menjadi tertawa kali ini. Dia merasa sangat geli mendengar perkataan Jing Yanxi yang sedang mengunggulkan dirinya sendiri dan tidak pernah mau bersikap rendah hati kepada siapa pun. "Dan kurasa, seekor keledai bahkan masih lebih pintar darimu. Seekor katak pun kurasa tidak lebih rendah dari dirimu yang congkak itu!""Beraninya kau mentertawakan tuan muda kami, Hua Feeei!" Salah seorang anak buah Jing Yanxi berteriak. Dia sungguh sangat tidak terima sang tuan muda mereka dihina dan dikatai oleh seseorang yang bagi mereka, Hua Fei hanyalah anak tidak memiliki kemampuan apa pun selain daripada seorang kutu buku."Minggir!" Hua Fei membentak sambil berlari menghampiri Jing Ling setelah menabrak tubuh Jing Yanxi dan mendorong salah seorang anak buah tuan muda Keluarga Jing hingga terjatuh. Bocah itu berulang kali mengusap-usap pakaian saudaranya guna membersihkan debu dan kotoran lain yang menempel di tubuh sang adik kecil. Boca
"Hah! Kau pikir kami takut pada jurus murahanmu itu?" Anak lelaki berbadan sedang dengan sebuah tahi lalat pada kiri hidungnya maju dan langsung menyerang Hua Fei secara serampangan."Maka majulah kalian bersama-sama, agar kalian juga tersungkur bersama-sama pula!" Hua Fei berteriak menantang anak-anak dari Keluarga Jing. Hua Fei hanya tidak ingin jika enam bocah ini mengeroyok Jing Ling, hingga dia pun rela mengorbankan diri untuk saudara mudanya tersebut.Perkelahian tidak seimbang benar-benar terjadi, tetapi Hua Fei juga bukanlah seorang anak yang biasa saja. Dia juga adalah murid dari Sekte Lembah Berawan, sekaligus keponakan dari Hua Yan. Bisa dibilang juga, ilmu bela diri yang dia kuasai sudah cukup tinggi. Terlebih lagi, yang dihadapinya saat ini hanyalah anak-anak yang tak memiliki ilmu kanuragan apa pun."Aaaaaa!"Suara pekikan keras terdengar dari arah arena perkelahian antara Hua Fei dan enam orang anak buah Jing Yanxi. Seseorang terpen
"Tuan Muda Jing Yanxi yang terhormat Sepertinya, sekarang Anda sudah sangat nyaman berada di bawah kakiku ini." Jing Ling berucap sembari berkacak pinggang. "Bukankah tadi, kau yang ingin menjadikan kami berdua alas kaki?""Ji-Jing Ling!" Jing Yanxi mendesis penuh kemarahan namun dia tak berdaya sama sekali."Rasakan akibat dari kesombonganmu, Yanxi!" Jing Ling kembali tertawa sambil berkacak pinggang. Dia merasa puas bisa membalas sakit hatinya kepada anak dari Jing Cheng yang merupakan saudara sepupu lelaki Jing Yue ibunya."Jing Ling! Aku akan membalasmuuu!"Jing Ling tertawa panjang dengan nada mengejek dan berkata, "Tuan Muda Jing yang terhormat. Seharusnya, sejak awal kau pikirkan terlebih dahulu akibatnya. Kau ini tidak lebih dari seorang pecundang yang tak akan pernah bisa mengalahkan seorang Jing Ling!""A-aku masih be-belum kalah darimu, Jing Ling!" Jing Yanxi berusaha keras untuk bangkit dari tindasan adik sepupunya ini. Dia tetaplah seorang anak berhati keras yang tidak ak