แชร์

Tinggal Bersama

ผู้เขียน: Els Arrow
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-06-18 16:59:25

Nadia berjalan cepat tanpa menoleh ke belakang, padahal ia tidak tahu mau pergi ke mana. Ia ingin menyewa kos, meskipun belum tahu seluk beluk daerah sini.

Hingga netranya tertuju pada banner yang menginformasikan tentang kos putri, bibirnya tersenyum lebar dan langsung mengikuti arah panah yang ditunjukkan banner tersebut.

Langkah kakinya menuju gang kecil, tetapi senyum lebar di bibirnya langsung sirna saat mendapati segerombolan pemuda mabuk menghadang jalan. Nyalinya menciut, Nadia langsung berbalik hendak pergi, tetapi kehadirannya sudah diketahui oleh pemuda-pemuda itu dan dirinya pun dikejar.

"Mau ke mana, cantik? Kenapa nggak jadi lewat?" tanya salah satu pemuda sambil mencengkram lengan Nadia.

Gadis itu berusaha melepaskan cengkeraman, tetapi tenaganya kalah.

"Lebih baik kamu bersenang-senang dulu sama kami, jangan langsung pergi," bisik pemuda itu, aroma alkohol menyeruak dan langsung menusuk hidung.

"Lepaskan saya," kata Nadia yang langsung membuat pemuda itu tergelak.

Beberapa pemuda datang dan langsung mengerumuni Nadia, bahkan ada yang mengelus rambutnya. Nadia sudah menangis karena takut, ia terus meronta tetapi tubuhnya sudah dipegangi oleh enam pemuda itu.

Kenapa nasibnya sial sekali? Niat ingin menghindari calon suaminya, malah terjebak begini.

"Jangan mendekat! Atau atau aku akan teriak." Nadia memelototkan mata saat satu satu pemuda mendekatkan wajah hendak menyiumnya.

Gertakan itu tidak membuat pemuda-pemuda tersebut takut, yang ada mereka malah tergelak dan semakin berani mencolek tubuh Nadia.

Tubuh mungilnya kian meronta saat satu pemuda memeluknya dari belakang, hingga sebuah suara bariton terdengar berteriak.

"Hei ...!"

Seluruh pemuda menoleh, demikian juga dengan Nadia yang langsung mendapati Darren berdiri tidak jauh darinya.

Darren melemparkan balok kayu dengan kencang, membuat satu pemuda limbung. Ia mendekat dan langsung menerjang pemuda yang mencengkram tangan Nadia, dengan cepat ia menarik adik iparnya saat gadis itu sudah terbebas.

Nadia memeluk tubuhnya sendiri dengan gemetar, air matanya mengucur deras menyaksikan Darren menghajar pemuda-pemuda mabuk itu, beruntung Darren terlatih bela diri dan berakhir menang.

"Ayo," ucap Darren sambil meraih tas ransel Nadia.

Namun, gadis itu tetap tidak bergeming.

"Kau mau di sini saja dan menunggu pemuda-pemuda itu bangun? Lalu mereka kembali melecehkanmu lagi, iya?"

Nadia gelagapan, kepalanya menggeleng sambil membawa tangan mengusap air mata.

"Tidak, Kak. A-Aku ... ingin melanjutkan ke kos saja. Ada di depan sana, kok," sahutnya dengan suara lirih.

Darren berdecih lirih sambil membuang muka. "Aku tidak bisa menjamin keselamatanmu kalau kau masih kukuh mau ke kos itu. Kalau kau kembali dilecehkan, aku tidak bisa datang membantu."

Nadia menunduk dengan perasaan bimbang. Tidak mungkin ia tinggal di apartemen kakak iparnya, mau disakiti seperti apapun ia tidak akan membalas Tania dengan cara murahan.

"Kau mau diam di sini saja dan menunggu mereka bangun, lalu kembali melecehkanmu?!" sentak pria itu yang sontak membuat tubuh Nadia terlonjak kaget.

Ia akhirnya pasrah dan mengikuti Darren yang sudah jauh di depannya dengan sedikit berlari, hingga akhirnya mereka sampai di apartemen dan Darren langsung mengajak adik iparnya menuju unit milikmya.

"Kamu tidur di kamar sana," ucap Darren sambil menunjuk ke kamar yang ada di sebelah kamar mandi. "Kamar yang sebelah sana adalah kamarku, kamu tidak boleh masuk ke sana apapun yang terjadi," lanjutnya lagi sambil menunjuk satu kamar besar di samping ruang tamu.

"Iya, Kak. Terima kasih," jawab Nadia yang langsung diangguki oleh Darren.

Pria itu menyerahkan ransel hitam milik Nadia, kemudian ia beranjak ke kamarnya tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Nadia tidak mau ambil pusing, diizinkan menumpang saja sudah sangat bersyukur.

"Masih ada waktu buat tidur, besok aku harus bangun pagi untuk mencari pekerjaan," gumamnya sambil menguap.

Gadis itu langsung membaringkan tubuhnya di ranjang, tidak perlu waktu lama alam bawah sadarnya sudah terbuai dalam mimpi.

Hingga pagi menjelang, Nadia bangun dan segera mandi untuk mengusir rasa kantuk. Gadis itu beranjak ke dapur dan berniat memasak, tetapi sayangnya hanya ada nasi sisa semalam. Dengan cekatan ia membuat nasi goreng untuk sarapannya dengan Darren.

Bau harum aroma masakan menguar, membuat Darren terbangun dan keluar kamar. Pria itu mengucek mata saat mendapati adik iparnya sibuk menumis nasi, detik berikutnya ia membawa langkah mendekat ke dapur.

"Kamu masak?" tanyanya dengan suara serak.

Nadia yang terkejut pun sontak menoleh. "Maaf, Kak. Aku menggunakan dapur Kakak tanpa izin."

Pria itu berdehem singkat, tangannya bergerak mengambil botol air kemasan dan langsung menenggaknya.

Tidak lama kemudian dua nasi goreng pedas tersaji, Darren hanya diam menatap masakan adik iparnya dengan pandangan datar.

"Aku tidak tahu apakah masakan ini sesuai dengan selera Kakak. Ini sebagai ucapan terima kasih karena Kakak sudah menolongku semalam," ucap Nadia.

Darren mengangguk singkat, tangannya mulai menyendok nasi dan memasukkan ke dalam mulut.

Enak.

Satu kata yang pas untuk mendeskripsikan rasa sarapannya pagi ini. Namun, rasa nikmat itu mendadak terganggu saat ucapan Nadia membuat perasaannya tidak enak.

"Aku akan pergi cari kos, Kak. Tenang saja, bukan kos yang semalam. Aku juga mau cari kerja agar bisa bertahan hidup. Huh ... sekarang aku tidak bisa bergantung kepada siapa-siapa. Kalau aku tidak berusaha bangkit, aku akan semakin terpuruk. Jadi, aku mohon Kakak mengizinkanku," jelas gadis itu.

Darren tidak langsung menjawab, otaknya berputar memikirkan kata yang pas. Ia masih asyik minum, padahal di dalam kepalanya tengah berperang.

"Tidak ada orang lain yang ku percaya selain Kakak, bahkan ayah sudah mengecewakanku. Aku mohon Kakak benar-benar menjaga rahasiaku," kata Nadia yang membuat Darren langsung menatap ke arahnya.

"Sama sepertimu, aku juga sudah tidak percaya siapapun. Mau istri atau mertuaku, mereka sama saja. Jadi, kita ini sama, Nad. Hanya kamu yang masih bisa ku percaya," sahut Darren.

Nadia masih menyimpan suaranya saat belum paham arah pembicaraan sang kakak ipar.

"Kamu tinggal di sini aja, aku ada satu unit nganggur," lanjut pria itu lagi.

Nadia sontak menggeleng. "Maaf, bukan maksudnya menolak. Tapi aku lebih baik cari kos saja."

"Aku bisa memantau mu, Nad. Kau juga akan aman, tidak seperti semalam. Untuk sewanya cukup bayar separuh saja, jadi jangan memikirkan nominal besar. Kalau masalah pekerjaan ... temanku yang pemilik butik tidak jauh dari sini katanya sedang butuh staf, aku ada nomor teleponnya kalau kamu mau tanya-tanya. Gajinya besar, karena itu butik terkenal. Temanku juga baik, dia ramah dan bukan tipe bos galak," jelas Darren panjang lebar.

Nadia masih tidak bergeming. Sebenarnya ini penawaran bagus, tetapi bagaimana kalau Tania tahu?

"Tania nggak akan tahu selama kamu nggak bilang siapa-siapa," kata Darren yang seolah paham kebimbangan adik iparnya. "Bagaimana? Mumpung unitku itu masih kosong, belum aku sewakan ke orang lain."

"Baiklah, Kak. Aku mau," jawab Nadia. "Terima kasih, ya."

Pria itu mengangguk dan kembali menenggak air mineral dari dalam botol, hatinya lega saat Nadia tidak menolak.

Ia sengaja memberi biaya sewa agar Nadia tidak merasa dibantu cuma-cuma, ia juga berlagak membantu mencari pekerjaan padahal itu butik miliknya yang diurus oleh teman baiknya. Butik yang seharusnya menjadi hadiah pernikahan untuk Tania yang ketiga tahun, tetapi ia mengurungkan niat saat tahu Tania berselingkuh.

Darren terpaksa berbohong, kalau tidak begini Nadia akan nekat pergi.

'Sekarang kau jadi tanggung jawabku, Nad,' batin Darren.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part - Ending

    Hari-hari berlalu begitu cepat, berganti minggu dan bulan. Kehidupan Darren dan Nadia dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka menikmati setiap momen bersama, membangun bisnis bersama, dan merencanakan masa depan mereka. Suatu pagi, Nadia terbangun dengan perasaan yang berbeda. Perutnya terasa sedikit mual, dan dia merasa lebih sensitif terhadap bau. Dia langsung menuju kamar mandi dan mengambil test pack yang sudah dia beli beberapa hari sebelumnya. Dengan tangan gemetar, Nadia melakukan tes. Dia menahan napas, jantungnya berdebar kencang. Beberapa saat kemudian, hasil tes muncul. Dua garis merah terang muncul di layar test pack. Nadia terdiam, matanya berkaca-kaca. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya. Dia tak percaya, dia hamil. Dia akan menjadi seorang ibu. Wanita cantik itu langsung berlari keluar dari kamar mandi dan menuju kamar tidur. Darren masih tertidur pulas di ranjang. Nadia duduk di tepi ranjang, matanya menatap Darren dengan penuh kasih sayang. "Kak," bisik Nadi

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part

    Minggu-minggu berlalu begitu cepat. Nadia sudah beberapa kali kontrol ke dokter untuk memeriksa kondisi tulang pahanya setelah operasi pelepasan pen. Dokter mengatakan bahwa tulang pahanya sudah pulih dengan baik dan dia sudah bisa beraktivitas seperti biasa."Kak, aku sudah bisa jalan normal lagi, lho!" seru Nadia, matanya berbinar gembira.Darren tersenyum, matanya memancarkan kebahagiaan. "Aku senang mendengarnya, Sayang," jawabnya. "Kamu sudah bisa kembali ke butik."Nadia mengangguk, matanya berbinar-binar. "Aku sudah tidak sabar untuk kembali bekerja," katanya. "Aku ingin membantu kamu mengembangkan butik."Darren mencium kening Nadia dengan lembut. "Aku tahu kamu bisa, Nad," kata Darren. "Kamu akan jadi desainer yang berbakat."Nadia kembali bekerja di butik milik Darren. Dia sangat antusias dalam berbagai hal, mulai dari mendesain baju, memilih bahan, hingga melayani pelanggan. Kehadiran Nadia di butik membuat suasana di sana semakin hidup dan ceria."Kak, aku punya

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 165

    Malam itu, udara dingin menusuk tulang. Darren dan Nadia berjalan beriringan menuju kediaman Rudi, om Darren yang terkenal kejam. Nadia melangkah dengan hati-hati, tulang pahanya masih terasa nyeri setelah operasi pelepasan pen."Kamu yakin mau ke sini?" tanya Darren, sedikit ragu."Iya, sekadar berbela sungkawa sebentar."Sesampainya di depan rumah Rudi, mereka mendengar suara teriakan yang nyaring. Suara itu berasal dari dalam rumah, terdengar seperti jeritan orang kesakitan. Nadia mengernyit, jantungnya berdebar kencang."Itu suara Om Rudi," bisik Darren.Mereka mengintip dari balik jendela. Di dalam, Rudi tampak seperti orang gila, berteriak-teriak histeris. "Mama ... Ma! Kembalilah padaku, Ma. Aku mohon jangan tinggalkan Papa ...!" teriaknya histeris, memeluk foto mendiang istrinya.Nadia merasa iba melihat Rudi yang terpuruk. "Kasian, dia kayak orang kehilangan akal," gumamnya.Darren hanya diam, matanya menatap Rudi dengan dingin. "Karma," gumamnya pelan, "Karma atas semua keja

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 164

    Beberapa jam berlalu. Nadia terbangun dari tidurnya, tubuhnya masih terasa lemas akibat pengaruh obat bius. Matanya perlahan terbuka, dan pandangannya langsung tertuju pada Darren yang duduk di samping ranjang, wajahnya tampak lesu. Nadia berusaha bangkit, tetapi rasa sakit yang menusuk di perutnya membuatnya kembali terbaring."Kak ...," lirih Nadia, suaranya serak dan bergetar.Darren langsung mendekat, memegang tangan Nadia dengan lembut. "Sayang, kamu udah bangun? Kamu masih sakit?"Nadia menggeleng lemah. "Sudah nggak terlalu."Darren tidak menjawab, hanya mengelus lembut rambut istrinya. Membuat Nadia berpikir macam-macam, tak biasanya suaminya murung."Kak, apa semua baik-baik saja? Ada masalah, sampai kamu murung begitu?" tanya Nadia, sambil tangannya perlahan menekan perut meredam rasa nyeri.Darren menarik napas dalam-dalam. "Iya, Sayang. Maaf membuatmu khawatir.""Ada apa?"Darren sebenarnya belum ingin cerita, tetapi Nadia sudah terlanjur curiga. "Kakek meninggal be

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 163

    Darren melangkah gontai memasuki ruangan rumah sakit tempat Nadia dirawat. Ia berharap bisa menemukan sedikit ketenangan di sini, setelah melakukan tindakan brutal terhadap Rahayu. Sayangnya, saat ia melihat wajah Nadia yang pucat dan terbaring lemah, rasa bersalah kembali menyergapnya."Sayang," lirih Darren, tangannya meraih tangan Nadia yang dingin. "Maafkan aku. Aku nggak bisa mencegah Tante Rahayu mengirimkan pesan itu, sehingga membuat pikiranmu terganggu."Namun, sebelum Darren bisa melanjutkan kata-katanya, bodyguard-nya, datang menghampiri. Wajahnya tampak muram, matanya berkaca-kaca."Tuan, ada kabar buruk," ucap Ryan, suaranya bergetar menahan tangis. "I-ini menyangkut Tuan Besar.""Apa?" tanya Darren, jantungnya berdebar kencang."Tuan Besar telah meninggal dunia, Dokter mengabarkan dua puluh menit yang lalu, dan saat ini jenazahnya masih ada di ICU karena menunggu Tuan," ucap Ryan, suaranya tercekat.Darren terpaku di tempat, matanya membelalak tak percaya. Ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 162

    Darren melangkah tegap menuju kantornya, meninggalkan kekacauan di Atmajaya. Ia tak peduli dengan perusahaan yang kini terancam bangkrut, tak peduli dengan kekhawatiran staf-staf Atmajaya tadi, dan tak peduli dengan nasib Rudi. Ia memasuki ruangannya, sebuah ruangan mewah dengan pemandangan kota dari jendela besar. Namun, kemewahan itu tak lagi berarti apa-apa baginya. Ia duduk di kursi empuk, membuka laptop, dan mulai mengetik.Darren mengirim email kepada para investor Atmajaya, memerintahkan mereka untuk segera menarik investasi dari perusahaan milik omnya. Ia tahu, dengan kekuasaannya, para investor pasti lebih berpihak padanya.[Saya harap Anda semua sudah membaca berita terkini tentang Atmajaya. Saya sarankan Anda untuk segera menarik investasi Anda dari perusahaan ini. Atmajaya sudah tidak layak untuk Anda investasikan.] tulis Darren dalam emailnya.Ia menekan tombol "kirim" dengan penuh amarah. Ia tahu, dengan email itu, ia telah menghancurkan Atmajaya. Namun, ia tak

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status