Zephyr melangkah masuk dengan tenang, seolah waktunya tak pernah terputus. Ia kembali ke tempat duduknya dan meletakkan ponsel di atas meja, tanpa berkata sepatah pun. Tapi tatapannya langsung tertuju pada Aurelyn, menusuk dalam diam.Aurelyn bisa merasakan hawa di ruangan berubah, seakan suhu turun beberapa derajat. Ia tetap menjaga ekspresi datar, meski jantungnya kembali tak karuan. Bukan karena rasa bersalah karena tak ada yang perlu disalahkan, tapi karena Zephyr selalu tahu cara membuatnya merasa terjebak, bahkan tanpa menyentuhnya.“Welcome back, Mr. Zephyr. Aurelyn and I just wrapped up the last few details. Very helpful.” Willie berbicara dengan tenang, namun sesaat ia melirik Aurelyn, gerakan kecil yang tidak luput dari pandangan Zephyr.Zephyr hanya mengangguk singkat. Tatapannya tak beranjak dari Aurelyn, bahkan ketika ia berkata,“Good. Aurelyn is always through,” puji Zephyr, nada suaranya terdengar biasa. Tapi Aurelyn tahu betul, itu bukan sekadar pujian. Itu peringatan
Slide berikutnya mulai menampilkan proyeksi keuntungan dan rencana ekspansi internasional, menandai bagian selanjutnya dari presentasi.Aurelyn mendengarkan dengan saksama, mencatat beberapa hal penting, meski sebagian pikirannya masih bergulat dengan kenyataan, Zephyr duduk tidak jauh dari sana. Pria yang mungkin saja terlibat dalam kematian Victor. Pria yang, pagi tadi, membuatnya terpojok dalam ruang sempit dan memaksanya menghadapi perasaan yang selama ini ia tolak.Edric kembali melanjutkan pemaparan dengan tenang. “As we move forward, here are our profit projections for the next two quarters, including our plan for international expansion.”Slide menampilkan grafik batang dan peta dunia yang menyorot beberapa negara target. “Our projected growth is expected to rise by 35% by the end of Q4, with the strongest potential in Southeast Asia and the Middle East. We’ve already initiated early-stage partnerships with local distributors in those areas.”Willie, klien luar negeri itu, men
Ting!Satu per satu orang di dalam lift keluar dengan tenang di lantai yang mereka tuju. Sampai kini, kembali hanya tersisa Zephyr dan Aurelyn berdua.“Aku akan turun sebentar lagi, tolong permisi,” ujar Aurelyn, tapi Zephyr tidak bergeming.“Apa maumu sebenar nya?” tanya Aurelyn yang masih berada di dalam kungkungan tubuh besar pria itu.“Aku hanya penasaran, kenapa kamu selalu berubah sikap padaku. Apa aku melakukan kesalahan?” tanya pria itu.“Um… tidak.”“Lalu apa? Apa bagimu aku tidak spesial?” tanya Zephyr semakin menekan tubuh Aurelyn.“Zephyr, di sini ada cctv, jangan macam-macam,” peringatan Aurelyn.“Aku tidak peduli,” ucapnya semakin mendekatkan wajahnya pada Aurelyn.Dan di saat bersamaan pintu lift terbuka, ada dua orang karyawan di depan lift yang terkejut melihat mereka berdua.“Maafkan kami!” mereka langsung memalingkan wajah mereka dan pintu lift kembali tertutup.Dengan sekuat tenaga, Aurelyn mendorong tubuh Zephyr menjauh darinya.“Jangan seperti ini! Semua orang ta
“Hey… Ada apa denganmu, Lyn?” tanya Kiara melihat wajah Aurelyn yang pucat dan sorot mata yang terus tertuju ke layar televisi dengan penuh rasa takut dan gelisah.“Lyn… Apa kamu sakit? Jangan menakut-nakuti ku!” Kiara mengguncang pelan lengan Aurelyn hingga dia tersadar dari keterpakuannya. “Ada apa denganmu? Kamu kenal dengan orang yang di televisi itu?” tanya Kiara karena melihat wajah pucat Aurelyn.“Apa yang sebenarnya sudah dia lakukan?” gumamnya.Kiara mengerutkan kening. “Lyn… siapa dia yang kamu maksud?”Aurelyn perlahan mengalihkan pandangan dari televisi, menatap Kiara dengan mata yang mulai memerah. Suaranya rendah, nyaris berbisik.“Ada apa? Kamu kenal Pria itu?” tanya Kiara.“Tidak, bukan apa-apa. Mungkin aku salah mengenalinya,” batin Aurelyn.“Tapi ekspresi wajahmu seperti baru saja melihat hantu, Lyn,” sindir Kiara.Aurelyn terdiam beberapa saat, menarik napas panjang untuk meredam kegelisahan yang membuncah di dadanya. “Maaf. Aku cuma… kaget.”Kiara menatapnya penu
“Astaga… Hari ini rasanya melelahkan sekali,” gumamnya saat memasuki area unit apartemennya dan meletakkan tas tangan di sofa. Dia berjalan menuju ke dapur dan membuka kulkas. Mengambil satu botol air mineral dan meneguknya hingga tandas.Dia pun bergegas masuk ke kamarnya dan melepaskan semua pakaian yang menempel di tubuhnya. Dia berpikir, kalau berendam di dalam bathtub akan mengurangi rasa lelahnya.Aurelyn melangkah ke kamar mandi dengan langkah malas dan lesu. Lampu remang menyala otomatis begitu dia masuk. Suasana kamar mandi yang bersih dan beraroma lavender sedikit menenangkan pikirannya. Ia memutar keran, membiarkan air hangat mengisi bathtub sambil menambahkan beberapa tetes essential oil yang biasa ia pakai saat stres melanda.Uap tipis mulai mengambang, menciptakan kabut lembut di cermin. Aurelyn melepas sisa pakaian dalamnya, lalu perlahan masuk ke dalam air. Sensasi hangat langsung menyelimuti kulitnya, membuatnya menghela napas panjang dan memejamkan mata.“Hari ini be
Mobil berhenti di depan sebuah restoran mewah bergaya arsitektur Eropa klasik yang berdiri megah di tengah kota. Pelayan valet segera menghampiri dan membukakan pintu. Zephyr turun lebih dulu, lalu memutar tubuhnya, menunggu Aurelyn keluar dari sisi lain mobil.Aurelyn sempat menatap ke luar dengan sedikit bingung. Ini jelas bukan arah menuju kantor. Namun, ia tak berkata apa-apa. Matanya hanya menangkap plakat kecil bertuliskan nama restoran terkenal itu, tempat yang biasanya hanya dikunjungi oleh kalangan elit dan pebisnis papan atas.“Ayo,” ucap Zephyr singkat, matanya menatap lurus ke depan seolah keputusan itu tak bisa dibantah.Aurelyn mengikuti dalam diam. Tumit sepatunya beradu pelan dengan lantai marmer foyer restoran. Seorang manajer restoran menyambut mereka dengan senyum lebar, lalu segera mempersilakan masuk. Alih-alih duduk di area umum, Zephyr berkata tenang, Private room.Manajer itu mengangguk, lalu memimpin mereka melewati lorong samping menuju ruang eksklusif yang t