Share

Kakak Sepupu di Ranjang Suamiku
Kakak Sepupu di Ranjang Suamiku
Penulis: Setia_AM

1 Dia Bukan Suamiku

Nayara membuka pintu kamar utama dan menarik napas panjang ketika dia mendapati ruangan dalam keadaan remang-remang.

“Pasti lampu utama belum diganti juga,” gumam Nayara lirih sekali, takut membangunkan Andika.

Sore tadi Andika menelepon dan mengatakan jika badannya agak kurang sehat, karena itu Nayara diminta untuk tidak membangunkannya ketika dia pulang nanti.

Setelah meletakkan tasnya di atas meja, Nayara merebahkan diri di samping tubuh suaminya yang berbaring membelakanginya. Dia ingin sekali membangunkan Andika dan mengajaknya minum jahe panas, tapi tidak berani membangunkan suaminya yang selalu marah jika tidurnya diganggu.

Karena itu Nayara memutuskan untuk menunggu Andika bangun sendiri sembari menyalakan televisi.

Tidak berapa lama kemudian, terasa gerakan cukup keras di ranjang yang mereka tempati. Nayara pikir Andika akan bangun tidak lama lagi, sehingga dia bisa mengajaknya untuk makan di luar.

“Mas?” panggil Nayara hati-hati. “Kita minum jahe di luar yuk? Biar badan kamu jadi fit lagi ....”

Tidak ada sahutan, sehingga Nayara tidak ingin memaksakan diri. Dia tahu akhir-akhir ini Andika sering lembur di kantor milik keluarga besarnya, ditambah cuaca buruk yang tidak bisa diprediksi dengan pasti.

Suara televisi yang tidak terlalu keras, ternyata membuat ranjang bergerak lagi.

“Andika, itu kamu?”

Suara bariton seorang pria membuat Nayara mematung di posisi duduknya. Bagaimana tidak, suara itu bukanlah suara Andika yang dia kenal.

“Siapa itu?” Nayara melontarkan pertanyaan dengan jantung berdegup kencang. “Kamu rampok ya? Kamu mau maling di rumah ini?”

Kata-kata Nayara meluncur cepat bagai desing peluru yang ditembakkan.

“Siapa yang maling? Jangan asal bicara ya!”

Sosok itu bangun dari posisinya dan berputar menghadap Nayara.

Bagai disambar petir di tengah malam buta, Nayara terbelalak ketika dia mendapati jika sosok yang sedari menempati ranjang itu bukanlah suaminya, melainkan orang lain!

“Kamu siapa? Apa yang kamu lakukan di kamar ini?” Nayara berseru garang ke arah pria bertubuh proporsional itu. “Kamu pasti penyusup yang punya niat jahat terhadap aku dan Andika!”

Sebelum sosok itu menjawab, pintu kamar tiba-tiba terbuka dan Andika muncul.

“Nay? Apa yang kamu lakukan di sini?” Dia menyipitkan matanya, berusaha meyakinkan diri jika Nayara betul-betul ada di hadapannya. “Kamu Elkan, ngapain kamu sama istri aku?”

Sial, umpat Elkan dalam hati sambil buru-buru turun dari ranjang.

“Sori, ini salah paham. Saat aku masuk dan tidur di sini, istri kamu belum ada.”

Andika beralih menatap Nayara. Bahkan dalam sorot lampu remang-remang sekalipun, dia bisa melihat jika ekspresi wajah suaminya terlihat curiga.

“Jadi kamu masuk saat kakak sepupu aku tidur di sini? Kamu nggak mikir perasaanku, Nay? Aku tuh lagi sakit, tapi kamu malah main gila begini ....”

“A—aku nggak tahu kalau dia sepupu kamu, Mas! Aku pikir kamu yang sejak tadi tidur di sini.”

Andika membanting satu kantong plastik berisi obat ke lantai.

“Jangan mikir jelek dulu, ini cuma salah paham! Aku tidak ngapa-ngapain sama dia, sumpah!”

“Sudahlah, El. Aku telanjur kecewa sama kalian berdua, apa yang aku saksikan tadi sudah cukup jelas. Kalian sudah tidur bersama di ranjang aku,” ucap Andika dengan tenggorokan tercekat, dia meringis menahan nyeri yang merambat di dadanya.

“Mas, aku nggak tidur sama dia!” bantah Nayara dengan air mata merebak.

“Alah, maling mana ada yang mau ngaku!” sentak Andika murka. “Jelas-jelas kamu sama Elkan ada di atas ranjang yang sama, apa lagi yang mau kamu jelaskan hah?”

Elkan yang tidak tahu apa-apa, mencoba untuk menengahi supaya tidak didera oleh rasa bersalah karena kesalahpahaman itu.

“Percaya sama aku, Dika. Aku tidak melakukan apa-apa sama istri kamu, dari tadi aku tidur sendirian.”

“Cukup El, kamu nggak perlu ikut campur urusan aku sama Naya. Maaf, kalau sambutan aku kurang baik hari ini. Seharusnya sebagai tuan rumah, aku bisa menjamu kamu dengan sempurna ... Gara-gara kejadian ini, sori. Aku nggak kuat lagi ....”

“Aku tidak jadi bermalam di sini, aku akan ke hotel saja.”

“Aku nggak enak sama ibu kamu, kita juga sudah lama nggak ketemu kan? Urusan ini biar aku sama Naya yang selesaikan.”

Nayara masih tergugu, dia tidak mengira jika Andika malah lebih mengutamakan untuk minta maaf kepada Elkan. Bukankah Nayara juga tidak tahu apa-apa?

Soal kedatangan Elkan saja, dia tidak diberi tahu sama sekali.

***

“Kamu sudah bikin aku kecewa, Nay.”

Andika menjatuhkan bobot tubuhnya ke atas sofa, lalu menyangga kepalanya dengan sebelah tangan.

“Mas, sumpah aku nggak ngapa-ngapain sama Elkan. Aku saja nggak tahu kalau dia sepupu kamu, dan lagi kenapa kamu nggak bilang kalau dia ada di kamar kita?”

Andika mendengus.

“Elkan itu kakak sepupu aku, dia tamu istimewa di sini. Aku suruh dia istirahat di kamar kita karena kamar tamu belum dibersihkan, tapi kamu bisa kan lihat-lihat dulu sebelum masuk kamar?”

“Lampu utama kamar itu macet, Mas. Aku sudah sering bilang kan?”

Nayara tidak bohong. Sudah berulang kali dia minta Andika untuk mengganti bola lampu di kamar mereka, tapi permintaannya itu tidak kunjung dipenuhi.

“Kamu terbukti sudah berbuat tidak senonoh sama Elkan, jadi aku harus mengambil langkah tegas supaya kamu jera.”

“Mas, aku minta maaf. Aku betul-betul nggak tahu,” ucap Nayara. Lagi-lagi dia mengalah sebagai istri, dia tidak ingin kesalahpahaman ini berlarut-larut hingga menghancurkan biduk rumah tangganya.

“Kali ini aku nggak bisa menerima maaf dari kamu, Nay. Kamu bukan istriku lagi, Nayara Crystalia. Aku ceraikan kamu sekarang juga, jadi silakan kamu pergi dari hadapanku.”

“Mas!” Air mata Nayara menitik satu per satu membasahi kedua pipinya. “Kamu menceraikan aku karena kesalahpahaman tadi? Elkan saja sudah bersumpah kalau nggak terjadi apa-apa di antara kami! Kenapa kamu tetap nggak percaya?”

Napas Andika memburu karena amarah, baginya tangis Nayara tidak lebih dari tangis seekor buaya betina yang ingin dikasihani.

“Aku betul-betul minta maaf, Mas. Aku mohon jangan ceraikan aku!”

“Aku paling benci pengkhianatan, Nay. Dan hari ini, aku sudah selesai sama kamu. Aku ingin rumah tangga kita diakhiri sampai di sini, sekarang pergilah, kita akan bertemu lagi di pengadilan.”

Nayara menangis sesenggukan, tidak mengira jika kesalahpahaman ini berbuntut fatal pada kelangsungan rumah tangganya dengan Andika.

“Mana Elkan?” tanya Nayara sembari mengusap air matanya yang tertumpah.

“Betul kan kalau kamu sudah sempat tidur sama kakak sepupuku, makanya sekarang kamu cari-cari dia? Gitu saja kok nggak mau ngaku ....”

“Jangan banyak omong, mana Elkan?” sentak Naraya kasar, membuat Andika terbelalak.

“Berani kamu sama ....”

“Aku di sini,” sahut Elkan yang muncul dari balik tembok.

Nayara langsung berlari untuk menyerangnya dengan frontal.

Bersambung—

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status