Home / Fantasi / Kakak iparku yang terlalu sempurna / Bab 87 - Jebakan di Balik Strategi

Share

Bab 87 - Jebakan di Balik Strategi

Author: Diky
last update Last Updated: 2025-09-01 09:10:00

Pagi itu, rumah aman kembali dipenuhi suasana serius. Dewi duduk menatap laptop, jarinya bergerak cepat mengetik dokumen baru. Di sebelahnya, Bima memperhatikan dengan dahi berkerut, sementara Pak Aditya bolak-balik berjalan, sesekali menatap layar ponselnya.

“Aku sedang menyiapkan laporan palsu,” kata Dewi sambil terus mengetik. “Isinya seolah-olah kita akan menyerahkan semua data ke jaksa hari ini pukul dua siang. Kita biarkan informasi ini bocor melalui jalur yang pasti dipantau orang-orang Anton.”

Bima mengangguk paham. “Kalau begitu, Anton akan mengerahkan pasukannya ke kantor kejaksaan. Mereka akan berpikir kita benar-benar ke sana.”

“Ya,” sambung Dewi. “Sementara itu, kita sendiri akan bergerak ke lokasi lain. Tempat yang sudah kita siapkan untuk menjebak mereka.”

Pak Aditya akhirnya berhenti berjalan. Ia menatap Dewi dengan penuh pertimbangan. “Ide ini berisiko besar. Jika Anton sadar bahwa kita sedang memancingnya,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kakak iparku yang terlalu sempurna   Bab 105 – Bayangan dari Hutan

    Malam merambat semakin pekat. Bara api unggun perlahan meredup, meninggalkan cahaya merah samar yang hanya cukup untuk menerangi wajah-wajah prajurit yang sudah tertidur pulas. Suara napas berat mereka bercampur dengan nyanyian serangga malam, menciptakan ritme yang menenangkan. Tapi di balik ketenangan itu, Bima tahu ada sesuatu yang salah.Ia masih terjaga, duduk bersandar pada pohon dengan pedang tergeletak di pangkuannya. Matanya tak bisa lepas dari hutan gelap di seberang perkemahan. Setiap kali angin berhembus, dedaunan bergoyang, dan bayangan pepohonan menari-nari di tanah. Tapi malam ini, gerakan itu terasa berbeda. Ada sesuatu yang lebih dari sekadar tarian angin.Bima merasakan bulu kuduknya berdiri. Hatinya berdebar keras. “Aku tidak salah. Ada yang mengawasi,” gumamnya lirih.Dari menara penjaga, terdengar suara batuk lemah seorang prajurit yang hampir mengantuk. Tugas berjaga di tengah malam memang sering membuat orang lengah. Dan justru pada

  • Kakak iparku yang terlalu sempurna   Bab 104 – Doa di Balik Api Unggun

    Api unggun di tengah perkemahan berkeredap pelan, menebarkan cahaya jingga yang menari di wajah-wajah para prajurit. Malam itu hening, hanya terdengar suara serangga dan sesekali hembusan angin yang menggoyangkan dedaunan. Namun di dalam hati Bima, tak ada sedikit pun ketenangan.Ia duduk agak menjauh dari lingkaran api, memilih tempat yang agak teduh di bawah pohon besar. Dari posisinya, ia bisa melihat para prajurit lain bercanda pelan, saling melempar cerita untuk mengusir dingin dan rasa letih. Tawa mereka terdengar ringan, tetapi bagi Bima, itu hanya membuat kesepiannya semakin dalam.Ia menatap kosong ke arah langit malam yang dipenuhi bintang. Udara dingin menusuk kulitnya, menembus lapisan kain tipis yang melilit tubuhnya. Namun rasa dingin itu tak seberapa dibanding sepi yang mencekik.Bima menunduk, kedua tangannya meremas erat gagang pedang yang bersandar di pangkuannya. Pedang itu bukan hanya senjata, melainkan pengingat berat akan janji yang i

  • Kakak iparku yang terlalu sempurna   Bab 103 – Doa di Balik Senja

    Senja menurunkan cahaya keemasan di desa kecil itu. Padi yang mulai menguning bergoyang ditiup angin sore, menciptakan suara lirih yang menenangkan. Burung-burung pipit beterbangan mencari tempat bertengger, sementara langit mulai beralih dari jingga ke merah lembut. Di tepi sawah, Rani duduk termenung. Tangannya menggenggam erat sebuah syal tenunan ibunya yang dulu ia berikan pada Bima sebelum berangkat. Meski syal itu sudah usang, warnanya pudar, namun di matanya benda itu menjadi pengingat sekaligus pengikat. Setiap kali ia memegangnya, seolah hatinya kembali terhubung dengan lelaki yang kini entah sedang berjuang di mana. Sudah berbulan-bulan tidak ada kabar resmi dari medan perang. Hanya sesekali para kurir kerajaan datang membawa berita singkat: kemenangan kecil, kekalahan yang menyakitkan, atau sekadar pesan singkat bahwa pertempuran belum usai. Tidak ada satu pun kabar khusus tentang Bima. “Rani…” suara lembut it

  • Kakak iparku yang terlalu sempurna   Bab 102 – Di Balik Kabar Perang

    Di desa, Rani masih menanti dalam doa dan kerja keras. Sementara itu, jauh di seberang negeri, Bima menjalani hari-hari yang penuh darah dan keringat. Perang bukan hanya pertemuan pedang dan tombak, melainkan juga pertempuran batin yang mengikis jiwa. Sejak pertempuran besar di perbatasan, Bima dan pasukannya dipaksa bergerak tanpa henti. Mereka berjalan melewati hutan lebat, menyeberangi sungai deras, dan mendaki bukit penuh bebatuan. Malam-malam mereka diisi dengan dingin yang menusuk tulang, sementara siang hari dipenuhi terik matahari yang membakar kulit. Namun yang paling berat bukanlah rasa lapar atau letih, melainkan bayangan wajah-wajah yang ditinggalkan. Bima sering duduk di tepi api unggun, menatap bara yang meredup, lalu teringat pada Rani. Ia membayangkan istrinya menunggunya di rumah, mengurus sawah sendirian, menahan kesepian. “Tunggulah aku, Rani. Aku pasti pulang,” bisiknya dalam hati. Di sela pertempuran, kabar kemenangan

  • Kakak iparku yang terlalu sempurna   Bab 101 – Menanti dalam Sepi

    Sejak kepergian Bima ke medan perang, hari-hari Rani berubah menjadi rangkaian panjang kesepian yang tak berujung. Fajar tetap menyapa desa dengan cahaya keemasan, ayam jantan tetap berkokok keras, dan ladang tetap menunggu untuk digarap, namun bagi Rani, semuanya terasa hampa. Kehadiran Bima adalah denyut nadi yang membuat hidupnya berarti, dan kini ia harus belajar menjalani hari-hari hanya dengan bayangan lelaki itu dalam pikirannya. Setiap pagi, Rani berjalan ke sawah, menggantikan sebagian tugas yang biasa dikerjakan Bima. Ia menapaki pematang dengan kaki yang masih berbalut lumpur dari sore sebelumnya. Di sana, ia menunduk, mencabuti rumput liar, dan sesekali menengadah, menatap langit luas sembari berbisik lirih, “Semoga engkau di sana baik-baik saja, Bima…” Desa mulai bergeming dengan kabar-kabar perang. Sesekali ada pengembara yang singgah, membawa berita samar mengenai pertempuran besar di tanah seberang. Para lelaki desa sering berkumpul di b

  • Kakak iparku yang terlalu sempurna   Bab 100 - Darah di Bawah Cahaya Api

    Pertarungan di tengah medan perang semakin mengerucut hanya pada dua sosok: Bima dan Raka. Dentingan pedang mereka bukan sekadar suara logam beradu, melainkan nyanyian kematian yang membuat seluruh pasukan terdiam, menahan napas, menunggu siapa yang akan jatuh lebih dulu. Bima merasakan setiap serangan Raka semakin berat. Bukan karena tubuhnya lelah, tetapi karena Raka benar-benar bertarung untuk membunuh. Tebasan-tebasan itu tidak hanya kuat, tapi penuh kebencian. “Bima!” teriak Arman dari kejauhan, tapi suaranya tenggelam oleh gemuruh benturan senjata. Raka tertawa keras di tengah duel, darah bercipratan dari luka di lengannya, namun ia tampak tidak peduli. “Kau hebat, Bima! Tapi aku lebih lapar daripada kau! Lapar akan kemenangan, lapar akan kekuasaan! Itu yang membuatku tak bisa dikalahkan!” Bima menahan serangan bertubi-tubi, lalu berputar cepat. Dengan satu gerakan penuh tenaga, ia menghantam pedang Raka, membuat senj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status